Bu Lastri menggaruk kepalanya saat bu Sri memberinya sebuah pertanyaan apa lagi yang bisa di gosipkan oleh bu Endang di kampung ini. aduh mereka sudah tidak bisa menebaknya lagi karena hampir semua orang digosipkan oleh bu Endang.
“Bukan gosip kali bu, tapi bu Endang juga akan membeli kulkas juga,” sahut bu Lastri.
“Benar juga, selain jago gosip bu Endang ini suka ngiri ama tetangganya,” balas bu Sri.
***
Tepat satu bulan aku bekerja menjadi admin, saatnya gajian untuk yang pertama kali bagiku. Aku teringat kalau dirumahku televisi masih televisi tabung jaman dulu dan itu juga sering rusak. Aku berniat sore ini pergi ke toko elektronik membeli televisi.
Dalam perjalanan pulang aku bertemu bu Endang. Bukan bu Endang namanya jika tidak kepo dengan apa yang aku bawa. Bu Endang kepo dengan kotak kardus tipis panjang bergambar televisi yang aku bawa.
“Eh Dara baru pulang kerja ya, emm itu bawa apa?” tanya bu Endang basa-basi.
“iya bu baru pulang kerja, ini saya sengaja beli televisi buat ibu dari gaji pertama saya, lumayan mumpung ada diskon,” jawabku sambil tersenyum.
Alih-alih memberi selamat karena sudah gajian pertama. Bu Endang membuka suara yang tidak enak aku dengar, membuatku sakit hati. Memang mulut bu Endang itu lemes sekali, “Nggak ditabung aja uangnya, besok kalau kamu nikah biar nggak ngebebanin orang tua,”
Aku hanya tersenyum menanggapi kalimat bu Endang yang setengah menyindir itu. Rasanya hari ini sangat apes bagiku kenapa pulang kerja bisa ketemu biang gosip desa seperti bu Endang ini. aku mempunyai firasat kalau besok pasti akan ada gosip yang menyebar di desa Sukma Jaya ini.
"Assalamualaikum, ibu Dara pulang bu.”ucapku.
"Walaikumsalam, kok tumben pulang telat nak?” tanya ibuku.
"Sengaja kok karena Dara membelikan televisi baru buat ibu dari gaji pertama Dara, semoga ibu suka ya bu,”jawabku sambil memberikan televisi ke ibuku.
Ibu memelukku dan mengucapkan terima kasih karena sudah membelikan televisi saat petama menerima gaji. Untuk kedepannya ibu mengingatkanku agar menabung untuk mewujudkan apa yang aku impikan. Hari sudah mulai malam keluargaku pun istirahat semua.
Keesokan harinya seperti biasa di warung sayuran milik ibu Sri sudah berkumpul-ibu-ibu yang akan membeli sayuran disana. Termasuk iang gosip desa ini Ibu Endang. Aku sangat malas jika bertemu dengan ibu yang satu ini.
“Ibu-ibu emang ya warga di desa Jati asih ini pada kaya-kaya, siang ada yang membei kulkas, malamnya ada yang membali televisi,” ucap bu Endang sambil memilih sayuran.
"Ya biarin aja, orang beli pakai duit sendiri, nggak nyolong apalagi minta sama tetangga, kalau utang juga dibayar sendiri," sahut bu sri.
Bu Endang tak kehabisan akal ia memuat suasana yang tenang menjadi gaduh lantaran mengucapkan kalimat yang seharusnya tidak terucapkan olehnya. Emang jago bu Endang menggoreng sebuah berita menjadi menarik untuk di dengarkan.
"Duh gajian bukanya ditabung kalau seandainya nanti nikahan nggak ngebebanin orang tua, malah boros beli ini itu," kata Bu Endang lagi.
"Bu Endang yang penting kan nggak ngrepotin ibu, ngapain ibu sibuk ngurusin hidup orang sih," kata bu Sri.
Sibuk menggunjing tetangga yang baru saja membeli televisi, sampai bu Endang tidak sadar jika orang yang digunjing tiba di warung untuk berbelanja sayuran. Keperluan penting para-ibu-ibu memasak untuk keluarga di rumah.
"Eh ada Bu Siti, sekarang nonton tv nya layar lebar dong Bu, nggak tv tabung lagi, semalam saya lihat loh Dara pulang kerja bawa televisi baru," ucap Bu Endang lagi.
"Alhamdulillah, Dara anak yang berbakti, dia lihat tv di rumah sudah beberapa kali di benerin, gajian pertama dia belikan tv," jawab ibuku sambil memilih sayuran.
Tak tahan cukup dijawab santai oleh ibuku. Bu Enang memberikan wejangan agar aku nabung karena pasti seorang anak gadis akan menikah. Apalagi aku hanya lulus sekolah langsung kerja tidak kuliah seperti Ratna ya pasti setahun lagi pasti minta nikah, celetuk bu Endang. Yang lebih menyakitkan lagi ia mengucapkan kata menyinggung uang yang aku terima akan habis sebelum gajian lagi.
"Disuruh nabung Bu, Jangan boros-boros nanti duitnya nggak cukup lagi sampai akhir bulan, minta uang lagi kan ujung ujungnya sama orang tua," ucap bu Endang.
"Minta uang nya saja sama saya Bu, bukan sama ibu, kok Bu Endang yang repot. Jeng Sri ini saya bayar belanjaan saya," sahut ibuku sewot.
Bu Endang masih saja tak cukup membuat tetangganya sewot masih saja melirik belanjaan ibuku dan mengomentarinya. Padahal sudah gajian kok tidak makan enak. Saat bu Sri selesai menghitung belanjaan ibu Siti ia segera memberikan kepadanya.
"Loh kok anak gajian masih belanja tempe, ya beli ayam dong bu, sekali-kali makan enak bu Siti," ucap bu Endang.
"Bu Endang yang gajian itu anak saya, bukannya tadi Bu Endang bilang suruh jangan boros ya, nanti saya beli ayam masih diomong lagi!" seru ibuku sambil menatap ibu Tejo dengan penuh emosi.
Melihat wajah ibuku yang sudah emosi siap menerkam bu Endang kapan saja. Biang gosip desa Sukma Jaya itu ketakukan dan langsung mengambil sayuran lalu menyerahkan kepada bu Sri untuk dibayar.
“Jeng sri, tolong bungkus kangkung sama tahu ini,” pinta bu Endang.
“Loh bu Endang nggak beli ayam atau daging ini kan tanggal muda, masa suaminya pegawai negeri tanggal muda beli kangkung sama tahu saja!" seru bu Sri yang mewakili bu Siti membalikkan kalimat bu Tejo.
Kesal karena ada yang mencemoohnya bu Endang menyembunyikan dengan sikap yang santai lalu membayar uang belanjaan sesuai dengan hitungan bu Sri kemudian ia segera pergi dari warung. Sebenarnya ia juga takut ditampar oleh bu Siti yang masih marah karena ulahnya.
"Masih ada stok ayam maupun daging di kulkas bu, ini kan untuk tambahan saja, suami saya bosen makan, daging, ikan, ayam melulu," sahut bu Endang.
"Oalah bu Endang itu bagaimana sih. Bisa ngatain orang nggak beli ayam padahal anaknya sudah gajian. Dia sendiri cuma beli kangkung sama tahu," ucap bu Lastri sambil tertawa.
Pelanggan yang ada di warung bu Sri tertawa melihat tingkah laku bu Endang. Sekarang mungkin dia malu oleh omonganya sendiri. Keesokan paginya gosip di warung sayuran bu Sri kembali terdengar dari mulut bu Endang. Dia menggosipkan aku lagi, semalam bu Endang melihatku pulang diantar mobil bagus. Tentu saja ini menjadi gosip menarik untuk ibu-ibu yang sedang berbelanja sambil bergosip ria.
"Selamat pagi ibu-ibu semua tahu nggak sih, semalam saya lihat anaknya bu Siti, itu si Dara pulang malam diantar pakai mobil, emm sepertinya pergaulannya sudah mulai nggak beres nih," kata bu Endang ketika sampai di warung bu Sri.
"Mungkin sama teman kantor nya bu, jangan berpikir negatve dulu," balas bu Sri.
“Pulangnya jam sepuluh malam loh bu, biasanya ‘kan Dara pulang sekitar habis magrib sudah ketemu saya pulang, jangan-jangan dia sudah terjerumus pergaulan bebas bu,” ucap bu Endang lagi.
Bu Sri mengingatkan bu Endang kalau ngomong jangan sembarangan. Dia juga memiliki anak gadis jangan sampai apa yang dia bicarakan tentang anak orang bisa berbalik ke dirinya sendiri. Bu Endang beralih kalau anaknya tidak mungkin seperti itu karena didikan darinya sangatlah baik.
Aku berangkat kerja melewati ibu-ibu yang berkerumun di warung bu Sri, Bu Endang mengikutiku dan memberikan beberapa pertanyaan untukku.
"Eh ada Dara, mau berangkat kerja ya, sebenarnya kamu itu kerja bagian apa toh?" tanya Bu Endang.
"Iya bu Tejo saya mau berangkat kerja, saya kerja bagian Admin biasa bu," jawabku yang sebenarnya malas banget meladeni bu Endang.
"Kok bisa sih, lulusan SMK doang bisa jadi admin?" tanya Bu Endang.
"Alhamdulillah rejeki saya bu," jawabku singkat lalu segera mempercepat langkah agar tidak mendapatkan pertanyaan lagi dari bu Endang.
Bu Endang tetap mengikuti langkahku yang akan naik angkot. Di perjalanan aku berpapasan dengan seseorang yang mungkin pernah aku temui sebelumnya tapi aku tak mengingatnya.
"Eh kamu yang kemarin daftar kuliah di universitas nusantara ya?" tanya seseorang itu.
"Maaf kamu siapa ya? Benar aku kemarin mendaftar kuliah disana!" Tegasku sambil melihat sekeliling ternyata bu Endang masih ada didekatku.
Bu Endang asyik menguping percakapanku dengan seseorang yang baru saja aku temui. Menurut felingku bu Endang akan mendapatkan gosip baru tentangku. Selesai mengobrol bu Endang langsung memberikan pertanyaan kepadaku.
"Hah Dara kamu daftar kuliah, emang gaji kamu cukup untuk kuliah, kuliah itu mahal loh Dara?" tanya bu Endang.
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di