Bu Sari masih tertawa meledek kami yang sedang penasaran. Kemudian beliau duduk bergabung bersama kami lalu mengobrol santai dengan kami para bawahannya."Kalian bisa tanya langsung mumpung ada orangnya di sini," imbuh bu Sari."Maksud ibu apakah Nungki dan ibu sedang bersandiwara waktu itu semacam pura-pura nggak kenal gitu bu?" tanya Metta.Metta ini memang orang yang peka daripada kami semua. Dia juga suka menonton drama tentang dektektive dan sandiwara cinta. Mungkin dia terinspirasi dari sana atau asal menebak apa yang telah dilakukan oleh bu Sari."Kamu benar Metta anak nakal itu memang sengaja memintaku melakukan sandiwara ini didepan Irma kala itu, aku juga nggak tahu kalau sejak pertemuan waktu itu dia bisa jatuh cinta pada Dara," balas bu Sari."Jadi dia jatuh cinta pada dara pada pandangan pertama saat bertemu di ruang meeting itu?" tanya Desi yang sudah siap bergosip lagi."Tapi 'kan waktu di rumah makan dia menyapa Dara duluan,
Hatiku semakin tak karuan tatkala pemuda itu mengatakan sesuatu yang aku rasa tidak untuk main-main.Kenapa harus aku, pasti setelah ini akan ada banyak wanita yang memusuhiku karena tahu Nungki akan melamarku."Nungki sekali lagi papi bilang. Pernikahan bukan untuk main-main. Apa kamu sudah yakin mau menikah dengan Dara?" tanya pak Maulana."Yakin ini adalah pilihanku, aku sudah memantapkan hati," jawab Nungki."Tu-tunggu! emm Nungki apa tidak terlalu cepat?" tanyaku.Perjanjian kita tadi di mobil adalah membahas ini setelah selesai sidang. Kenapa malah menjadi lebih cepat seperti ini. Tadi aku hanya ingin melindungi diriku dari bullyan dan gangguan pak Roni."Alah sok-sokan kamu Dara. Mau main permainan tarik ulur, dasar rubah betina berhati busuk!" gertak pak Roni."Saya memang dari awal sepakat akan membahas hal ini sama Nungki setelah sidang kelulusan kok, kenapa bapak mengataki saya sebagai rubah betina?" tanyaku.Pak Roni mengatakan kalau
Nungki mengungkapkan ketertarikannya kepadaku saat bertemu pertama kali di kampus. Banyak wanita mengerumuninya tapi hanya aku yang tidak begitu peduli terhadapnya. Kedua dan ketiga kali sampai seterusnya dia berkata aku tidak pernah meliriknya sama sekali.Memang tujuanku kuliah adalah untuk menuntut ilmu dan mendapatkan pekrjaan yang layak setelah ini. Bukan untuk menggaet pria kampus seperti yang anak-anak lain pikirkan. Boro-boro pacaran memikirkan tugas kantor dan kampus secara bersamaan saja membuatku pusing."Sejak dia selalu mengacuhkanku saat bertemu. Tidak seperti para wanita yang selalu mendekatiku karena tahu aku memiliki uang," jawab Nungki."Bohong saja kalau Dara tidak tahu kamu adalah pemilih beberapa restoran besar di kota ini. Dia hanya sengaja melakukan trik itu untuk menarik perhatianmu!" seru pak Roni."Paman kamu ini bicara apa sih. Paman kok seperti membicarakan wanita yang paman cintai itu, siapa namanya Irma ya," celetuk Nungki.
Nungki bukannya marah tapi tersenyum lebar. Memperlihatkan ketampanannya kepada ibu-ibu yang membuat mereka klepek-klepek."Saya hanya bekerja. Yang di sosial media itu di suruh bos saya untuk promosi," jawab Nungki."Oalah kirain mah pemiliknya, hati-hati bu jangan tertipu barang palsu!" seru bu Endang.Aku mengajak ibu dan Nungki untuk masuk rumah biarkan saja mereka mengobrol di rumah tanpa orang lain tahu. Apalagi ibu-ibu yang gemar bergosip itu.Di rumah Nungki mengobrol dengan bapak dan ibu. Sebenarnya kami semua sekapat setelah aku selesai sidang baru membahas inu tapi sepertinga Nungki sudah tak sabar membahas dengan orang tuaku."Kamu memang sudah yakin secara mental dan keuangan. Bukannya bapak matre atau apa ya. Tapi menikah itu tidak hanya berdasarkan cinta saja. Realitanya kalian butuh pondasi yang kuat untuk biaya bulanan dan sehari-hari itu yang berat," ucap bapak."Saya sudah mantap dan mempersiapakan semuanya pak. Saya tahu menikah bukan
Nungki melepaskan pelukan wanita itu dengan segera dan merangkulku. Aku melihat wajah wanita itu penuh dengan kekecewaan."Nungki kenapa kamu melepas pelukan ini. Biasanya kamu menyambutku dengan hangat. Siapa wanita di sampingmu?" tanya Wanita yang memeluk Nungki tadi."Sejak kapan aku menyambutmu dengan hangat. Dia calon istri masa depanku. Namanya Dara," jawab Nungki.Wajah penuh amarah saat menatapku itu sangat jelas. Wanita bernama Estel itu mendekatiku. Menarikku dari rangkulan Nungki dan berputar mengelilingiku. Memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kakiku."Jadi wanita seperti ini seleramu?" tanya Estel mencemoohku."Kenapa dia jauh lebih baik darimu. Dia tak pernah mengandalkan keluarga untuk melawan orang lain. Dia membiayai kuliah dan kebutuhannya sendiri. Dia sempurna dimataku!" seru Nungki. Estel tentu saja tidak terima dengan pernyataan dari Nungki. Estel merasalebiih dari segalanya dibandingkan denganku Aku akui memang Etel wanita
Nungki menghadap padaku lalu mengingatkan apa yang pernah dikatakan oleh pak Maulana tempo hari kalau beliau dan nyonya pernah beberapa kali mengatur kencan buta untuk Nungki.Calon suamiku itu selalu menolak dan mencampakan wanita kencan butanya karena tidak ada satupun yang cocok dengan kriteria yang ia harapkan."Kamu jangan mengaku terlalu pede. Mami dan papiku sudah beberapa kali mengatur kencan buta untukku tapi aku mengacuhkan mereka. Hanya kamu yang masih bermuka tebal selalu menggangguku masih mengatur orang untuk memata-mataiku," jawab Nungki."Aku sudah paham sekarang. Aku juga ingat pak Maulana mengatakan itu tempo hari," balasku."Wanita ini juga mengenal paman Maulana? Kamu sudah membawanya kerumah? Aku akan membuatmu menyesal kalau tidak meninggalkan Nungki!" seru Estel.Aku tersenyum mendengar teguran Estel dia belum menjadi istri Nungki tapi sudah menggunakan segala cara untuk membuat dirinya diakui sebagai nyonya."Kamu mau melakukan ap
Perempuan modis dengan tas jinjing mahalnya itu membuka kacamata hitamnya. Dengan sengaja agar wajahnya terlihat jelas oleh kami semua. "Perkenalkan saya maminya Nungki Hendarso yang anda katakan sebagai tukang cuci piring di restoran tadi," ucap istri pak Maulana sambil menengadahkan tangan untuk bersalaman."Maminya Nungki! Masa sih orang tua tukang cuxi piring semodis ini. Jangan-jangan orang tua sewaan lagi," ucap bu Mutia.Aku jadi deg-degan dengan kedatangan mereka. Mau apa ya mereka ke rumahku di belakang mereka ada bu Sari yang tersenyum dan melambaikan tangannya."Pak Maulana, bu Rina, dan Bu Sari, mau kenamana malam-malam begini?" tanyaku sembari meminta maaf atas kelancangan tetanggaku ini."Mau kemana lagi kalau nggak ke rumah kamu," jawab bu Sari.Aku mempersilahkan masuk mereka semua. Tetanggaku pada kepo dan saling sikut mungkin mengkode supaya ada yang mengintip juga menguping percakapan kami di dalam rumah. Aku sampai hapal kelakuan mer
Bapakku mengajak ibu dan aku segera pulang ke rumah. Sedangkan para tetangga yang sudah bersiap melancarkan mulut terkutuknya tak kami hiraukan. Hanya jawaban ala kadarnya dari bapak saja."Kalau jadi kenyataan ya itu rejeki Dara. Kalau misal nanti Dara masih tinggal di sekitar sini mungkin itu juga bukan salah Dara tapi takdir dara memang tinggal di sini," jawab Bapak."Saya jadi pengen lihat nanti Dara lamaran mau dibawakan sama suami yang demen mengumbar kemewahan di sosial media itu," balas bu Endang dengan decak kesalnya.Aku berjalan mengikuti orang tuaku sambil mengelus dada. Serba salah pokoknya dimata tetangga. Mau jungkir balik sekalipun akan tetap jadi gunjingan para tetangga yang emang doyan gosip."Sudah bu Endang kita lihat saja. Kalau nanti misal lamaran terus dibawain barang sederhana kita tertawakan saja," balas bu Arum."Orang sombong begitu mau di bawain mahar apa ya?" sahut bu Endang.Mereka masih terdengar menggunjing dan juga menertawaka