Ratna mendengar apa yang dikatakan oleh bu Arum dan bu Lastri. Anak itu benar-benar tidak ada sopan santunnya ia mendamprat bu Arum juga bu Lastri seenak jidatnya. Ia tidak bisa membedakan teman sebaya atau orang tua.
"Heh ibu-ibu tukang gosip. Bisanya cuman gosip doang. Lebih baik pulang siapkan makanan untuk suami," balas Ratna.
"Yang tukang gosip bukannya ibu kamu. Anak muda katanya berpendidikan tidak ada sopan santunya sama sekali," ketus bu Sri.
Ratna membantah omongan bu Sri kalau ibunya bukan tukang gosip melainkan sebauh fakta yang diomongkan. Ia tak terima kalau dikatai anaknya tukang gosip juga berpendidikan tapi tak punya sopan santun.
"Kalian yang iri sama aku. Anak kalian mana ada yang sekolah tinggi paling juga smp langsung berhenti sekolah makanya sekarang pada suram masa depannya," ucap Ratna.
"Istigfar Ratna nggak boleh ngomong begitu. Anak bu Sri dan bu Lastri juga sekolah tinggi kok terbukti pada dapat jabatan tinggi di pabrik,"
Tegar menatapku dia membungkuk memberi hormat juga menyapaku dan ingin mengantarku menggunakan mobi sampai tempat kerja. Namun aku menolaknya dan meminta ia segera mengantar Ratna bekerja. Tidak enak jika terlihat orang lain aku yang dibawa olehnya bukan. Nnati si bu Endang bisa memutar balikkan fakta aku sudah menerima lamaran orang tapi masih kegatelah merebut pacar putri kesayangannya.Walau ada bu Lastri dan bu Sri yang menjadi saksi tapi yang namanya mulut manusia memang tidak bertulang akan menjadi fitnah buatku yang akan melangsungkan pernikahan."Dia ibu Dara calon istri bapak Nungki. Aku hanya orang kepercayaannya di salah satu cabang. Bukankan aku seorang karyawan yang tidak tahu malu jika membiarkan isri bosku berjalan kaki dan di hina oleh kekasihku. Aku kecewa sama kamu Ratna," jawab Tegar."Jadi kamu hanya seorang yang dipercaya oleh Nungki untuk mengelola salah satu tokonya. Kalau begitu kita putus aku tidak mau menjadi lebih rendh dari Dara panta
Ratna terdiam tak tahu harus menjawab apa pertanyaan pak Nurdin. Sekali lagi pak Nurdin bertanya apakah ada hal penting yang terjadi kenapa Ratna belum berangkat kerja."Bapak ini semua salah Dara. Dia menjelekkan aku di depan Tegar," jawab Ratna."Bisa saja Ratna ini ngelesnya. Pak Nurdin tolong didik anak bapak yang bener biar bisa menghormati orang tua seperti saya," ucap bu Lastri."Eh pak Nurdin kan nggak di akui sama Ratna. Orang tua Ratna itu adalah bibinya yang pegawai pajak dan pamannya yang tni berpangkat tinggi. Anak durhaka tidak ingat susah payahnya membesarkan anak," ucap bu Sri.Pak Nurdin tak mengerti apa yang diucapkan kedua ibu-ibu itu kok bisa sih anaknya dicap sebagai anak durhaka. Perasaan anaknya itu kemarin tugas di Solo lalu dipindahkan ke jakarta dekat rumah dan tinggal di asrama pulang semaunya dia kalau nggak sibuk."Ibu-ibu tolong tenang dan jelaskan pada saya apa yang terjadi. Biar kalau anak saya ada salah saya akan didik dengan
Bisik-bisik tetangga semakin terdengar diantara orang-orang yang berkumpul. Bu Endang terlihat panik dan khawatir karena masalah rumah tangganya jadi tontonan warga seperti ini. "Pak jawab dong pak ada apa ini pak malu pak di lihat banyak warga seperti ini pak," ucap bu Endang sambil gemetar tubuhnya. "Tanyakan saja pada anak kesayanganmu yang membuatku malu," jawab pak Nurdin. Bu Endang menoleh ke arah Ratna dan menayakan apa yang sebenarnay terjadi. Ratna tidak menjawabnya sehingga Tegar yang menjawab semuanya secara rinci juga sangat jelas. Para warga desa ini menyimak dengan seksama apa yang terjadi. Mereka geram dengan sikap Ratna yang arogan seperti itu. Kenapa bisa ada seorang gadis yang selalu ingin terlihat terdepan tapi menggunakan cara yang salah dan selalu menjelekkan lawan. "Idih dasar tak tahu malu. Halu tingkat dewa tidak bisa melihat kapasitas diri sendiri," teriak bu Arum. "Benar masih untuk ada yang mau. Walaupun dia karyawan dari
Tegar mwnyunggingkan senyuman serta memintaku masuk kedalam mobil lebih dulu. Ia mengingatkanku sidah siang lebih baik memikirkan pekerjaan penting yang sudah menumpuk."Orang yang tidak pernah menghargai orang lain pantas Ditinggal Pergi Nyonya, silahkan masuk pekerjaan anda lebih penting daripada memikirkan orang yang egois dan tidak mau menghargai," jawab Tegar."Apa kamu tidak apa-apa? Maksudku hatimu yang menerima cacian seperti ini?" tanyaku lagi.Tegar mengatakan kalau ia sudah biasa seperti ini. Mungkin Tuhan memperlihatkan sisi buruk Ratna lebih awal sehingga ia sudah bisa memutuskan untuk pergi meninggalkannya. Dia hanya mencintai harta dan kekuasaan. Sedangkan Tegar hanya seorang yang bekerja mengandalkan gaji dari calon suamiku. Tapi gaji yang ia dapat sebagai penanggung jawab cabang restoran tidaklah sedikit."Nyonya tidak perlu khawatir yanh harus ditinggalkan memang pantas di tinggal pergi karena dari awal bukan cinta dan ketulusan yang ia mau. Tapi ha
Aku meminta pergi ke kantor pak maulana karena aku masih kerja di sana. Tegar mengantarku ke sana dan banyak karyawan yang seperti sedang menggosipkanku karena baru saja sampai."Baru dilamar anak bos saja kelakuannya sudah mirip bos besar jam segini baru datang," bisik Sinta."Hus nggak boleh begitu acara lamaran 'kan sampai malam. Biasanya orang-orang pada cuti dia 'kan cuti sama sekali tuh hanya ijin masuk setengah hari," balas pak satpam.Aki tak menggubris hal sepele seperti ini. Toh sudah biasa waktu itu ada Irma sekarang ada Sinta. Aku tak tahu lagi kenapa banyak orang rese di hidupku ini.Ku lanjutkan perjalanan menuju ruang kerjaku. Disana sudah ada Desi dan Metta. Mereka menungguku dan memberikan sebuah kado."Selamat ya calon manten semoga nanti acara nikahannya lancar tanpa suatu halangan apapun," ucap Metta sambil cipika cipiki."Terima kasih nggak usah repot-repot nanti masih ada nikahan loh. Semoga kalian cepat nyusul ya. Tapi sepertinya D
Aku menjawab kalau aku baik-baik saja mungkin hanya kelelahan akibat banyak pikiran beberapa hari ini juga ada telat makan."Hanya mual dan perutku sakit bu. Biasanya kalau begini maagku kambuh," ucapku."Kamu yakin Dara apa tidak mau ke Dokter?" tanya bu Sari.Aku menerima tawaran bu sari untuk membawaku ke Dokter agar menerima obat. Raut wajah bu Sari sepertinya menyimpan beberapa pertanyaan untukku. Aku bisa menyadari itu.Sampai di Dokter bu Sari segera meminta Dokter yang berjaga untuk memeriksa keadaanku."Apa yang terjadi Dok dengan karyawan saya?" tanya Bu Sari."Asam lambungnya naik. bisa jadi stres atau ada telat makan sebelumnya," jawab dokter seraya menulis resep obat untuk di tebus di apotek.Bu Sari menerima resep yang ditulis Dokter yang membayar jasa sekaligus uang untuk berobatku. Bu Sari melihatku yang berwajah pucat dan lemas itu."Bu Sari apakah ada yang mau ditanyakan padaku?" tanyaku karena bu Sari terlihat seperti ada yang
Pak Maulana masuk ke dalam ruangannya di ikuti oleh Irma dan juga pak Roni. Aku tak mau tahu mereka akan di omeli seperti apa kali ini. Emang dasarnya sudah bermuka tembok makanya tidak kapok melakukan kesalahan apapun."Dara kamu sudah mendingan belom, makan itu camilannya atau enggak besok kamu cuti sehari. Sekarang pulang juga nggak apa-apa," ucap bu Sari."Tanggung lima dokumen lagi aku selesaikan terus ijin pulang ya," jawabku.Bu Sari menyetujuinya aku segera mengerjakan pekerjaanku tapi karena sedang sakit jadi agak lama dari biasanya. Teleponku berdering ada panggilan masuk dari Nungki tapi aku abaikan aku ingin fokus pada pekerjaanku dahulu."Telepon nggak diangkat Dara. Siapa tahu penting?" tanya bu Sari."Dari Nungki sih nanti saja deh bu. Aku mau fokus selesaikan dokumen ini," jawabku.Bu Sari mengerti seperti apa aku. Jika sudah fokus pekerjaan aku tidak akan melakukan hal yang tidak penting. Selang satu jam berlalu pekerjaanku selesai tepat
Irma berdalih kalau ibu Rania itu tidak tulus mencintai suami sirihnya kini. Kalau sudah berkeluarga untuk apa pisah harta segala berarti dari awal dia sudah menyiapkan untuk berpisah dengan pak Roni."Aku merebut apa, menikmati apa, Nungki kamu jangan menghinaku. Yang namanya suami istri itu ya harta harus bersama kenapa harus di pisah segala. Berarti dia tidak tulus mencintai pak Roni," ucap Irma."Sungguh kasihan kamu Irma tidak mendapatkan apa-apa setelah menghancurkan rumah tangga orang," ledek Nungki.Nungki mendorong Irma agar menjauh dari hadapannuya mungkin dia sudah terlalu jijik melihat Irma dan pamannya yang selalu ada di mana-mana. Ia juga berkata pada Irma untuk bekerja agar sibuk dan tidak terus-terusan mengganggu kehidupan orang."Dara ayo pulang sudah waktunya pulang besok ijin saja kita akan fitting baju pengantin," ucap Nungki padaku."Baiklah kalau begitu, semuanya aku pulang dulu ya," pamitku.Saat aku akan meninggalkan