Share

Rahasia Besar Suami Pemulung
Rahasia Besar Suami Pemulung
Author: UmiPutri

Bab 1

Author: UmiPutri
last update Huling Na-update: 2024-07-25 16:54:55

"Antara kamu menikah dengan pilihanmu sendiri, atau kamu Ayah jodohkan dengan pilihan Ayah! Titik!"

Mengingat omongan sang ayah membuat Zahra Fatimah menghela napas.

Sebelum berangkat ke kantor pagi itu, Zahra mengalami perdebatan dengan kedua orang tuanya. Karena sang adik berencana untuk segera menikah tanpa melangkahi dirinya, Zahra sekarang dipojokkan dengan ekspektasi untuk segera menikah oleh kedua orang tuanya.

Yang jadi masalah, bagaimana mau menikah kalau pacar saja tidak punya? Zahra terlalu sibuk bekerja untuk mementingkan masalah percintaan!

Lagi pula, kalau sang adik ingin menikah, kenapa tidak langsung saja? Kenapa malah ikut membebaninya?!

Tradisi konyol!

Menggerutu dalam hati selagi memegang kemudi, mata Zahra tanpa sengaja menatap sosok seorang pemulung di pinggir jalan.

“Oh, ya ampun ....”

Kalimat itu terlontar dari bibir Zahra bukan karena kasihan maupun prihatin, tapi ... karena terkejut. Pemulung itu tampan, sangat tampan.

Meski wajahnya terlihat kumal oleh debu dan kotoran, terlihat pemulung itu memiliki hidung mancung dan garis rahang yang tegas. Pun dia juga mengenakan kaos longgar yang kusam, tapi tubuh tinggi dan tegapnya masih jelas terlihat. Bahkan, dari lengan kaos yang dilipat, lengannya kekar dan berotot, tidak kalah dengan pria-pria yang sering keluar-masuk pusat kebugaran!

Tiba-tiba, tanpa disangka … sepasang manik hitam pekat pemulung itu bergeser, balas menatap Zahra yang juga tengah menatapnya. Buru-buru, wanita itu pun mengalihkan tatapan dan bersiap untuk kembali melaju sebab lampu merah telah berubah hijau.

Namun, tanpa diduga … mesin mobil Zahra mati. Berkali-kali Zahra coba menstater, mobilnya tetap tidak mau menyala.

“Aduh, aku harus bagaimana?!” Wajah Zahra mulai terlihat kesal. Apalagi ketika sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi.

Dia bisa telat ke kantor!

Suara klakson dari kendaraan di belakang Zahra mulai terdengar bersahutan, membuatnya semakin panik.

“Ah, sial!” Dia memukul stir mobilnya dengan kesal.

Tidak lama dari itu, kaca mobilnya diketuk dari luar. Seorang polisi datang untuk mencari tahu keadaan.

Zahra lalu membuka jendela mobil, dan berkata dengan wajah paniknya, “Maaf mobil saya mogok, Pak. Saya cari bantuan dulu untuk mendorong ke pinggir.”

Polisi itu terlihat membantu mengatur kendaraan agar tidak terjadi kemacetan.

Bergegas Zahra keluar dari mobil. Dia celingukan ke kanan dan ke kiri untuk mencari pertolongan.

Mata Zahra berbinar melihat seorang pemulung yang tadi dia lihat tengah berdiri di pinggir jalan.

Bergegas Zahra mendekati pemulung itu meski ada rasa ragu. “Mas, bisa nggak bantu saya?”

Seketika pemulung itu menoleh ke arah Zahra dan menatap secara intens.

Dari dekat, Zahra semakin bisa melihat guratan wajah tampan itu meski tertutup debu dan kotoran. Pakaian compang-camping yang dikenakan pun tidak menutup sisi maskulin si pria pemulung itu.

“Bisa, asal ada imbalannya,” jawab pemulung menatap dingin dan tajam, seolah dari tatapan itu saja bisa mengancam lawan bicara.

Zahra terlonjak, kaget. Dia juga sedikit kesal karena pemulung itu langsung meminta imbalan. Padahal, dia juga akan memberikan imbalan nanti—ketika mobilnya sudah benar-benar ditolong.

“Astagfirullah, tapi baiklah, nanti saya berikan imbalan, tolong cepat dorong mobil saya ke pinggir.”

“Imbalannya apa?” tanya pemulung itu lagi.

“Maunya Mas apa?” Zahra mulai kelihatan jengah.

“Mau menikah dengan saya?”

Jawaban si pemulung itu membuat mata Zahra melebar seketika. Apa pemulung ini mempermainkannya?

Namun, kemudian sebuah pemahaman muncul di otak Zahra. Ingin menggodanya? Tidak mempan!

Zahra pun langsung menganggukkan kepalanya. "Oke."

Si pemulung itu agak kaget, tapi kemudian dia tersenyum. “Kalau begitu, saya akan bantu, tapi ingat dengan imbalannya, ya.”

“Iya,” jawab Zahra menahan emosi.

Wanita itu berpikir jika ucapan pemulung tersebut hanya sebagai candaan. Makanya, dia dengan mudahnya mengiyakan saja permintaan aneh dan melunjak pemulung itu.

Yang penting saat ini adalah mobilnya bisa dipinggirkan dulu, pikirnya.

Berdua dengan si pemulung, Zahra akhirnya bisa mendorong dan membawa mobilnya ke pinggir jalan. Kemacetan yang sempat terjadi akhirnya perlahan terurai. Tidak lupa, dia juga menelepon bengkel langganannya untuk segera datang dan memperbaiki mobil.

Setelah itu, wanita itu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk diberikan pada sang pemulung.

Dan Zahra begitu terkejut saat tangannya ditepis kasar oleh pemulung itu.

“Saya tidak butuh uang, saya butuh janji kamu,” kata pemulung itu tegas. “Bukannya kamu tadi sudah setuju dengan imbalan yang saya sebutkan?”

Mata Zahra tentu saja melotot! Bukan lupa. Akan tetapi, dia menganggap ucapan tadi sebagai guyonan saja.

“Maaf, Mas. Saya rasa ada kesalahpahaman di sini.” Tidak ingin kalah, Zahra menatap si pemulung dengan tatapan jengkelnya. “Saya pikir Mas tadi bercanda!”

Menikah saja belum ada di pikirannya untuk saat ini. Apalagi menikahi pemulung, tidak pernah terlintas sama sekali.

“Bercanda?” Pemulung itu menatap Zahra sinis, kemudian mendengus sebelum berlalu dengan gestur kesal dan kecewa.

Melihat hal itu, Zahra merasa sedikit bersalah. Bagaimanapun, kesalahpahaman ini berasal darinya.

Menggigit bibir, dia berpikir keras harus melakukan apa. Kemudian, terbersit sebuah ide di otaknya.

“Tunggu!” Zahra meraih lengan berotot lelaki tersebut. “Baiklah, mari kita menikah!" ucapnya, mengejutkan pemulung itu. "Tapi nanti, karena saya harus berangkat kerja dulu.”

Sekarang, jam sudah menunjuk ke angka delapan. Zahra sudah terlambat, dan akan semakin terlambat jika dia berdebat dengan pemulung itu.

“Baiklah, aku akan menunggu asal ada jaminan.” Si pemulung itu menengadahkan tangannya ke arah Zahra. “Namaku Nazar. Setiap hari mangkal di sini untuk mencari rongsokan.”

Dengan hati yang berat Zahra mengeluarkan kartu identitasnya dari dompet.

“Ini KTP saya, pegang sebagai jaminan.” Zahra mengulurkan tangannya ke arah si pemulung. “Sekalian, saya titip mobil, nanti ada orang bengkel yang akan ke sini. Saya berangkat dulu.”

Setelah jaminannya diterima oleh si pemulung, tanpa menunggu lelaki itu berkata apa pun lagi, Zahra segera menyetop sebuah taksi.

Masuk ke dalam mobil dan menutup pintu, Zahra pun duduk dan terdiam selagi menatap ke depan.

Di dalam hati, tanpa ada yang tahu, Zahra tengah berteriak kencang, "Aku pasti udah gila! Gimana bisa, aku menerima pinangan Pemulung itu, dan malah menolak calon pilihan Ayah!?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 167

    setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 166

    Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 165

    Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 164

    "saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 163

    "dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj

  • Rahasia Besar Suami Pemulung    Bab 162

    "kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status