Berbeda dengan sebelumnya kini Saryn sedikit lebih tenang, karena kini sedikit demi sedikit sudah mulai bisa menerima jika dirinya memang harus terus berada disana sampai dirinya dibebaskan oleh Arga.
Kini Arga mengajaknya untuk masuk kedalam, namun sepertinya Saryn tidak mau karena dia ingin berada di luar untuk sekedar menghirup udara segar.
“Masuk!” ucap Arga kepada Saryn.
“Aku mau disini saja,” ucap Saryn dengan sedikit jutek kepadanya.
“Aku bilang masuk!” bentak Arga kepada Saryn yang kini sedang berdiri di depan pintu kediaman Arga.
Kini Saryn benar-benar tahu seberapa besar kediaman Arga, alih-alih mengabaikan teriakan Arga yang menyuruhnya masuk justru Saryn kini menyapukan pandanga
“Nona?” panggil miss Ririn kepada Saryn yang sedang bermain ayunan di pohon besar yang dilihat oleh Saryn tadi.“Iya Bi,” jawab Saryn dengan tersenyum kepada miss Ririn.Saryn begitu tenang di samping miss Ririn, dia merasa seolah sedang bersama dengan ibunya dikala dia berada di samping miss Ririn.Mendengar dan melihat bagaimana cara Saryn menjawab, membuat miss Ririn merasa bahagia dan tentu saja tersenyum karena gemas kepada Saryn.“Sedang apa Nona disini?” tannya miss Ririn.Memang sedari Saryn sampai bersama dengan Arga tadi dia langsung menuju ke ayunan itu saat dia melihatnya, dan memutuskan untuk bermain disana seolah mengenang masa kecilnya.
“Sekarang! Jadilah gadis yang baik jika Kamu ingin adikmu baik-baik saja.”Arga menarik Saryn lebih dekat lagi sambil melipat tangan Saryn di punggung Saryn.“A– Apa maksudmu?” Saryn berbisik, ia tak kuasa mengeluarkan suaranya. Jantungnya kini berdebar hebat.“Adikmu masih aman dalam genggamanku, tapi jika satu kali saja Kamu melakukan kesalahan, nyawanya akan melayang.” Arga berkata tanpa emosi, karena menghabisi nyawa orang bukanlah hal luar biasa baginya.“Kau tidak akan bisa …” Saryn tergagap karena merasakan kecemasan yang tumbuh pada dirinya, Dia merasa tercekik sekarang.“Coba saja!” Bisik Arga.“Kenapa Kau melakukan ini?” Saryn
“Oh, tentu saja Aku tidak lupa dengan apa yang kamu lakukan. Aku hanya mencoba lebih mengenalmu, apa itu salah? Lagi pula, bukankah Aku sekarang adalah milikmu? Ayolah, Aku juga ingin kamu belai, ‘Sayang!” Saryn berbicara dengan nada menggoda penuh ‘Bisa’ sambil memasang ekspresi nakal. dan sesekali menggigit bibir bawahnya dengan binal. Saat ini, yang Saryn lakukan hampir menyerupai apa yang terakhir dilakukan Arga padanya menggunakan moncong pistolnya di rumah tadi. Namun dari situlah Saryn justru menyadari bahwa Arga sebenarnya sangat tampan. Dia memiliki tatapan mata dalam dan intens yang indah, rahang yang tajam juga hidung yang mancung, tapi kebencian yang dirasakan saryn padanya membuatnya buta akan semua keindahan itu. Dalam benak Saryn berkata, andai saja ia bertemu Arga dengan cara yang lain, mungkin dia akan tergila-gila dan pingsan bisa berada sedekat ini dengan Pria yang begitu tampan seperti
Oh ya Tuhan, dalam satu hari, ini sudah kedua kalinya. Arga memegangi lengan Saryn, sementara Saryn sudah duduk menyamping di pangkuan Arga. Mata mereka sama-sama menunjukkan keterkejutan, tapi pada saat yang sama Saryn justru merasa bahwa dirinya telah terpesona oleh mata coklat yang penuh dengan rahasia dalam dan sesuatu yang tak bisa Saryn pahami. Mata Arga mulai bergetar dan Saryn tersentak dari momen kecil mereka dan sontak menjauh dari Arga segera setelah menyadari bahwa dirinya sedang duduk di pangkuan seorang pembunuh. “Apa masalahmu?” Arga berbicara sambil menyipitkan matanya saat menyesuaikan posisi duduknya pada kursi hitamnya lagi. “Kamu adalah masalahku,” Saryn berbicara dengan nada rendah, tetapi Arga mendengarnya.
Namun, tiba-tiba tanpa sengaja Saryn mendapatkan petunjuk dan kenyataan itu kini membuat hati Saryn semakin cemas. Dia melihat sebuah baliho besar bergambar piramida, dari situlah Saryn sadar bahwa dirinya sedang berada di Mesir. Pantas saja ia tidak memahami semua tulisan di sana karena semuanya ditulis dalam bahasa Arab.“Bodoh sekali, kenapa Aku baru sadar sekarang!” Saryn berkata pada dirinya sendiri.Saryn menoleh ke kiri dan menemukan Arga yang sedang mengetik sesuatu di ponselnya. Dia mencoba mengintip karena ingin tahu apa yang Arga ketik, tapi benda berwarna emas mengkilap yang menyembul di samping pinggang Arga membuat Saryn duduk kembali di kursinya.“Kenapa Dia selalu membawa senjata bodoh itu?” Gumam Saryn sambil menutup kelopak matanya, menggosok wajahnya menggunakan telapak tan
Saat menuju ke pintu tadi Saryn masih sempat terbesit pikiran tentang siapa Arga, dan kenapa Arga melakukan semuanya kepadanya, ingin Saryn berontak dan berteriak namun Saryn sadar jika dia tidak mungkin bisa. Dengan terisak dan menangis Saryn mencoba untuk menata hatinya, gadis itu kini mengumpulkan semua serpihan kekuatan hatinya yang tadi sempat muncul saat dia menggoda Arga di dalam jet pribadi yang dinaiki. Setelah puas menangis dan berangsur tenang, Saryn mencoba untuk bangkit, dia berhasil berdiri namun kakinya goyah karena energi yang sudah hampir terkuras saat dia menggedor pintu dengan menangis dan berteriak-teriak seperti orang gila. “Aku benci dengan apa yang sudah kamu lakukan kepadaku ini Arga!” Saryn berteriak dengan airmata masih menggenangi kelopak matanya yang indah.
“Nona? Nona?” sebuah panggilan membangunkan Saryn dari tidurnya, seketika Saryn tersentak dan berusaha bangkit dari tempat tidur karena merasa terkejut dan tentu saja dia merasa khawatir. Saryn berusaha mengusir rasa kantuknya dengan menggosok-gosokan jarinya di kedua kelopak matanya yang terpejam. Setelah itu Saryn mencoba untuk mencari asal suara yang tadi membangunkan dirinya. Saryn kembali melihat sosok pelayan yang membawanya ke tempat itu di saat mereka tiba di sana, Wanita yang dipanggil Whitney oleh Arga itu kini sedang berdiri di dekat tiang ranjang Saryn dengan memegang nampan dan menatap Saryn tanpa ekspresi. Dari fisiknya Saryn memperkirakan usia wanita itu pasti sekitar setengah abad, sungguh menegangkan melihat wanita seperti Whitney karena seolah tidak menunjukkan emosi apapun, berbeda dengan miss Ririn yang sangat penyayang dan lembut kepada S
“Tolong buka pintunya!” Saryn kembali berteriak, “Apa ada orang yang bisa mendengarku?! Tolong keluarkan aku dari sini!” Saryn masih berteriak meracau seakan dirinya benar-benar akan mati jika terus berada disana. Saryn masih saja terus menggedor-gedor pintu ruangan itu dengan begitu keras, kadang dia sampai merasakan sakit di tangannya karena terlalu keras dia memukul pintu dengan pinggiran genggamannya. “Hei! Adakah seseorang disana?! Cepat keluarkan aku dari sini!!” Saryn masih saja berteriak sekeras-kerasnya. Dengan sengaja Saryn menggedor pintu di ruangan itu dengan harapan setidaknya jika ada orang diluar dia akan merasa terganggu dengan perilaku Saryn. Saryn berpikir jika saja ada orang diluar pasti dia akan kesal dan segera