“Tolong buka pintunya!” Saryn kembali berteriak,
“Apa ada orang yang bisa mendengarku?! Tolong keluarkan aku dari sini!” Saryn masih berteriak meracau seakan dirinya benar-benar akan mati jika terus berada disana.Saryn masih saja terus menggedor-gedor pintu ruangan itu dengan begitu keras, kadang dia sampai merasakan sakit di tangannya karena terlalu keras dia memukul pintu dengan pinggiran genggamannya.
“Hei! Adakah seseorang disana?! Cepat keluarkan aku dari sini!!” Saryn masih saja berteriak sekeras-kerasnya.
Dengan sengaja Saryn menggedor pintu di ruangan itu dengan harapan setidaknya jika ada orang diluar dia akan merasa terganggu dengan perilaku Saryn. Saryn berpikir jika saja ada orang diluar pasti dia akan kesal dan segera
“Jangan lupa! Adikmu masih ada ditanganku! dengan satu kali telepon kepada Mady, Adikmu akan menyusul kedua orang tuamu!”Arga mencoba untuk mengancam Saryn yang dirasa sudah mencoba untuk berontak, dengan sedikit mendorong tubuh Sary kebelakang Arga mencoba untuk membuat Saryn menurut kepadanya dan berada di genggamannya.Ini bukanlah Arga, Dia bukanlah orang yang mau mengancam seorang wanita, namun Arga terpaksa seperti ini karena suatu alasan, Jika di ingat semuanya berjalan lancar sampai saat Arga mengenalkan Saryn kepada seluruh karyawan di kantornya, namun begitu mereka pulang dan Saryn berada di ayunan bersama dengan Miss Ririn, entah apa yang dilakukan Arga di dalam Mansionnya sampai saat Saryn masuk dan mencoba untuk berontak kepada Arga pertama kali.
“Ingat, kamu berada disini karena diriku,” Arga berkata dengan mengucapkan setiap katanya secara terpisah seolah Arga ingin Agar Saryn meresapi setiap kata yang dia ucapkan dan berharap Saryn tidak protes kembali kepadanya.“Satu lagi, jangan lupa aku bisa melakukan apapun di luar perkiraanmu. Kamu seharusnya cukup senang dengan masih hidup dan dapat menghirup udara dengan bebas. Kecuali kau ingin aku memerintahkan anak buahku agar kau dikurung di bawah tanah dengan tanpa diberi makan agar kau mati kelaparan.”Kata-kata yang dilontarkan oleh Arga cukup untuk membuat Saryn bergetar karena merasa ketakutan.“Me– Memang kau pikir siapa Dirimu?!” saryn dengan terbatah-batah mencoba untuk protes kepada Arga yang masih membelakangi Saryn seolah Arga menganggap Saryn tidak pa
***Saryn terbaring di tempat tidurnya, kini dia begitu lelap, seolah begitu lelah. Sampai pada saat, ada suara gebrakan dari arah luar.“Ada apa sih?” ucap Saryn yang kini sedang mencoba untuk tetap terduduk di tempat tidurnya, dengan menggosok-gosok matanya yang seolah masih lengket menyatu karena rasa kantuk.Suara Teriakan dari Luar terdengar, membuat Saryn bertanya-tanya. “Ada apa? Apa yang sudah terjadi, kenapa mereka terdengar begitu ….”Belum selesai Saryn berbicara kepada dirinya sendiri, suara gebrakan kembali terdengar dari luar bahkan teriakan juga semakin kencang terdengar mengikuti, “Diam!”Saryn mencoba untuk menarik knop pintu, beg
Kini dalam kamar, Saryn bersandar di pintu dengan menahan dag dig dug di hatinya.Dengan satu tangan menyentuh dadanya, Saryn berkata dalam hatinya, “Kenapa lagi ini?”Saryn juga kini berpikir, bukankah ini jauh dari rumah Arga, namun kenapa semua orang masih saja takut kepadanya.Bahkan jika di lihat lagi, orang yang tadi menahannya itu memiliki badan lebih besar dari Arga, lebih berotot, bukanlah sesuatu yang sulit untuk menjatuhkan Arga dengan sekali banting.Lantas kenapa laki-laki itu takut sekali kepada Arga, bahkan seolah-olah akan kencing dicelana saat dirinya melihat Arga marah kepadanya.
“Halo dimana kamu?” sebuah pertanyaan dilayangkan oleh lawan bicara Arga disaat Arga menjawab telepon yang masuk ke ponselnya tadi.“Ada apa kau menelponku?” Arga bertanya, seolah kini dia sedikit berbeda dengan cara tuturnya kepada beberapa yang yang sempat ditemui Arga belum lama ini.“Apa itu cara bicara yang benar kepada Ibumu?” Ibu Arga begitu terdengar emosi saat dari awal dirinya menelepon Arga.“Sudah, aku tidak punya banyak waktu. Bilang saja apa mau Ibu.” Arga begitu tegas menanggapi ibunya karena seolah-olah Arga sudah punya firasat bahwa Ibunya akan menanyakan sesuatu.Seketika suasana hening untuk beberapa saat, setelah itu ibu Arga kembali bertanya kepada Arga.
Setelah sesi telepon itu Arga meletakkan ponselnya di dalam saku, dan untuk setelahnya kini Arga merebahkan punggungnya di sandaran sofa tempat dia duduk, dengan sedikit mengarahkan pandangannya ke atas dan menatap kosong disana.Arga hanya bisa melamun dan menggerutu dalam pikirannya, “Kenapa aku selalu merasa sakit kepala saat aku berbicara dengannya,” tak cukup begitu, Arga menambahkan dengan sebuah hembusan nafas yang sangat berat, menandakan jika hanya berbicara dengan orang tuanya saja sudah cukup membuat dirinya lelah.“Bos,” Suara seseorang terdengar dari arah belakang, dan terang saja itu membuat Arga berbalik dan menatap ke arahnya. Terlihat di pintu, tempat orang yang memanggilnya tadi, anak buah Arga sedang berdiri dengan memegang sebuah pistol di tangannya.Arga menatap kep
Kini arga benar-benar bersemangat, dia berpikir bahwa memang inilah caranya untuk menghilangkan emosinya, terkait urusannya dengan sang ayah dan beban mental yang dia terima.Arga menjadi sosok yang brutal disaat dia benar-benar lelah dengan keadaan.Ibarat seekor singa jika ada yang membuat perkara dengannya akan diterkam olehnya.“Lihatlah wajah ketakutan ini.”Arga tersenyum saat melihat orang yang ditunjukkan oleh bawahannya tadi.Tampak seorang pria sedang tersungkur, dengan tangan terikat ke belakang punggungnya dengan sebuah lampu remang-remang menyorot ke arahnya. Sementara orang itu tidak dapat melihat Arga yang kini sedang berada dalam sebuah kegelapan.
Setelah orang-orang itu keluar, masih sempat ada beberapa orang lagi yang masuk dan mereka juga sama, yaitu meletakkan beberapa koper hitam dan juga tas hitam seperti teman-teman mereka sebelumnya. “Mulus sekali,” ucap salah satu orang yang bertubuh sedikit lebih besar diantara yang lain, dengan ekspresi yang menjijikan. Tanya lebih besar orang itu juga tampak begitu buruk perangainya. “Jaga mulutmu!” Ucap salah satu temannya. “Memangnya apa yang salah dengan perkataanku?” Laki-laki bertubuh besar itu kembali bertanya kepada teman yang sudah memperlihatkan dirinya tadi. Saryn yang mendengar ucapan dari lelaki itu, kini mulai untuk menutupi tubuhnya dengan lebih rapat lagi. “