"Hei, bagaimana ini???" Luna langsung bereaksi panik. Bukan karena apa, tetapi dia sudah berjanji kepada pengikutnya di media sosial bahwa dia menerima tantangan untuk berfoto di ruangan khusus Istana itu.
"Ah, tidak berguna." Sahut anak laki-laki lain menunjuk Aiko.
"Hei! Jangan sembarangan, ya!" Omel Aiko tidak terima. "Aku masih harus menunjukkan siapa Ayahku, mungkin saja mereka lupa atau tidak mengenalinya."
"Itu sih, parah." Balas Era.
Grup masih terus berlanjut ramai dengan saling tuduh, mengejek, bahkan bertengkar virtual karena masing-masing memiliki gengsi yang tinggi. Bella, seperti biasanya, diam saja menyaksikan tulisan-tulisan itu semua di layar. Kali ini sambil meminum dari gelasnya dan duduk santai menikmati perjalanan.
"Benar, kan." Gumamnya. "Tidak ada dari kalian yang tulus dalam pertemanan."
Dia melamunkan hal itu cukup lama hingga kalimat Luna terngiang di pikirannya. Bahwa Ilham sebenarnya telah memendam rasa pada
"Huh." Para gadis turun dari lift sambil misuh-misuh, saling berbisik tidak mengenakkan satu sama lain. Beberapa dari mereka berjalan menjauh dari Aiko setibanya di lantai dasar atau lobi Istana yang ramai."Aiko." Luna sudah hampir hilang kesabaran, berkata dengan mata tertutup dan kedua mata terlipat didepannya, "Mau berapa kali kamu mempermainkan kami, hah? Kamu pikir itu lucu, membuat kami bolak-balik seperti orang bodoh begini?""Nng ..." Aiko masih berusaha menghubungi lewat ponselnya yang tidak juga diangkat sedari tadi. Sejak saat seorang pelayan di lantai atas menolak akses mereka dan segera menyuruh mereka untuk turun dengan tegas."Sudahlah," Era melewatinya, "Tidak berguna." Lalu menggandeng yang lain berjalan keluar, melewati deretan lukisan berpigura emas dibalik tiang-tiang emas yang menjulang puluhan meter keatas langit-langit yang digantungi lampu kristal.Aiko menahan geraman diantara grahamnya. Menyimpan ponsel di tas, kemudian be
Bella tercekat mendengarnya. Sampai-sampai dia membeku tanpa bisa bereaksi apapun.Celaka! Benar juga, waktu itu mungkin saja pegawai toko memberitahu Mamanya Nazar tentang siapa aku sebenarnya.Merasakan bahwa Bella sendiri langsung tergagap dan kikuk, Ilham langsung paham dengan situasi yang sebenarnya, "Bella. Aku tidak bermaksud mencari tahu, tapi Nazar yang memberitahunya padaku. Aku sungguh tidak apa-apa kalau–""Benar." Bella mengangguk pada akhirnya. "Tapi, diamlah, Ilham.""Eh?" Ilham terkesiap di tempat. Begitu juga Nazar yang juga menarik napas panjang."Kalian berdua harus diam. Jika sampai yang lain tahu, maka kalian bedua," Bella menggerakkan manik mata cokelatnya, mengawasi kedua orang di hadapannya dengan serius, "Akan terkena masalah oleh Istana."Keduanya langsung menurunkan pandangan. Menunduk seraya berkata, "Baik ... Yang Mulia.""Sekarang bersikaplah seperti biasa. Terutama kamu, Nazar." Bell
Sudah dapat dipastikan itu Aiko dan gengnya yang bersiap menghadang di depan pintu utama. Mengabaikan ketidaknyamanan pengunjung lain dengan sikap berisik mereka, Aiko mendekati Bella yang baru datang setelah ditunggu setengah jam. "Heh! Enak sekali kamu baru datang!" Omelnya dengan kedua tangan di pinggang. "Kamu ditunggu sejak tadi oleh guru!" Yang lain menimbrung, seolah tidakafdholrasanya kalau tidak ikutan mengomeli Bella yang telat itu. "O-oh, iya." Dengan kalemnya Bella menyahut sebelum melangkah masuk melewati mereka. "Hiih!" Gerutu anak-anak gadis di belakangnya. "Lihat gayanya! Seenaknya sekali dia bersikap seperti itu. Memangnya dia pikir siapa dia, hah? Orang tidak punya saja belagu!" Bella sadar bahwa apapun yang dilakukannya, baik diam tidak menjawab cemoohan mereka ataupun membalasnya, akan sama saja. Dia yang serba disalahkan. Jadi, lebih baik dia tidak peduli. "Ada apa, sih?" Ilham di samping
Bella terus menggigiti kuku jemarinya menahan kegugupan, pikiran tidak menentu yang berlebihan. Perasaannya sangat kacau, cemas, dan penuh harap dari dalam hati bahwa semuanya akan baik-baik saja. Meski dirinya diterpa rasa tidak yakin.Seorang supir dan Pengawal di depannya diam tidak bersuara sejak mereka mulai berangkat tadi. Sebentar lagi, menurut penunjuk jalan di dasbor mobil, mereka akan tiba di Royal Hospital. Untungnya rumah sakit kelas satu itu tidak jauh dari sini."Nnng ..." Sementara di bus yang juga sudah melanjutkan perjalanan, guru mereka ragu untuk mengatakan yang sebenarnya."Pak," Ilham merendahkan suaranya seraya mendekat, "Saya tahu Bella adalah Putri dari Mutra Mahkota.""Pu-Putra Mah–" Guru itu terkejut bukan main.Ilham segera menaruh telunjuk di depan bibir, memohon untuk tidak bersuara, "Pak, ada apa dengannya? Apa terjadi sesuatu?"Guru itu berkata dengan lemah, "Ibunya sakit dan dilarikan ke Royal Hospital."
Kabar wafatnya istri dari Putra Mahkota Pangeran Kahlil langsung menyebar dan menjadi berita Nasional seantero Negeri. Semua stasiun televisi berlomba-lomba mengabarkan berita teraktual tentang prosesi pemakaman yang rencananya akan dilaksanakan di Istana Kerajaan."Padahal selama ini tidak pernah ada kabar mengenai beliau." Komentar orang-orang di media sosial."Tiba-tiba saja kabar menyedihkan ini datang." Balas yang lainnya."Apakah mereka memiliki anak?" Yang lain ada saja yang bertanya-tanya."Tidak tahu. Kalaupun ada, mungkin saja juga disembunyikan ..."Sementara Ilham tidak henti-hentinya menyesali ketidakhadiran dirinya di hari peringatan kematian Ayah Bella beberapa waktu lalu. Dia malah menuruti ajakan Aiko yang malah gagal itu. Padahal kalau dipikir-pikir, sebenarnya itu juga acara untuk memperingati orang yang sama!Masih terbayang ramahnya sambutan Ibunya Bella jika dia datang berkunjung. Meski orang tuanya telah berkali-kali m
"Ha-halo, Bell?" Ilham menutupi mulutnya di ujung ponsel. Tidak terdengar suara melainkan tarikan napas yang panjang. Lama dia menunggu, hingga suara yang bergetar itu menjawabnya, "Ilham." Bella berusaha mengatakannya dengan jelas, namun yang terjadi malah dia menangis sejadi-jadinya, "Aku sendirian. Aku tidak mau tinggal di sini. Aku mau pulang." Isakannya yang tertahan itu membuat hati Ilham tersenyuh. "Ya, ya. Kamu sedang dimana? Di Istana?" "Hmm, hmm." Bel masuk berbunyi mengganggu sambungan telpon keduanya. Ilham menunggu sejenak sampai bel yang berisik itu berhenti. "Bell, bolehkah aku menjemputmu sepulang sekolah?" Tanyanya berinisiatif. "Bo-boleh." Bella tergugu. "Aku a-akan mengatakannya pada Ka-Kazem." Kazem itu siapa?Tetapi Ilham tidak banyak bertanya, dia hanya mengiyakan. Dirinya kini sadar sepenuhnya sebagai teman baik dari Putri Kerajaan yang sedang membutuhka
Tiga hari setelah hari berkabung Nasional, Bella memutuskan untuk ngotot pulang ke rumah gubuknya. Dapat dipastikan hal itu awalnya ditentang oleh Yang Mulia Raja Nazeh, mana mungkin Yang Mulia membiarkan cucu pertama yang akan mewarisinya kembali hidup sebagai rakyat jelata?"Kumohon ..." Bella sampai merunduk di depan Kakeknya. Menyatukan kedua telapak tangan.Yang Mulia hanya bisa menghela napas panjang yang berat, kemudian banyak yang dikatakan dalam petuahnya sebelum mengizinkan Bella dengan beberapa syarat. Bella langsung menyetujuinya.Dia sangat tidak menyukai kehidupan di Istana. Baginya, itu tidak lebih nyaman daripada rumah gubuk dan kamar kecilnya, yang akan mengingatkan dia pada kehidupan keluarganya yang penuh kehangatan.Selain itu, dia baru saja kehilangan dua permata tak ternilai dalam hidupnya, dua kompas yang selama ini menaungi perjalanannya. Jadi, dia tidak ingin serta merta langsung berada di lingkungan asing seperti Istana."
Tidak, tidak! Dia harus bisa mempertahankan kebohongannya bagaimanapun caranya! Dia sudah duduk di bangku halaman belakang, sedangkan Miss Claire duduk di seberangnya. Setelah cukup lama terdiam, guru itu membuka percakapan,"Saya meminta maaf atas ketidaksopanan kepada Anda barusan, Yang Mulia."Bella langsung gelagapan. Kedua tangannya spontan hendak menghentikan Miss Claire."Saya baru mengetahui tentang Anda dari Kazem. Katanya, ini diluar rencananya dan saya mengucapkan bela sungkawa yang sebesar-besarnya, Yang Mulia.""I-iya, terima kasih."Lagi-lagi Bella ingin menghilang saja dari sini secepatnya.Melihat guru yang galak luar biasa di kelas itu tiba-tiba memanggilnya dengan sebutan yang terdengar cukup freak,membuat Bella merasa tidak nyaman. Dia meminta Miss Claire untuk memanggilnya seperti biasa yang langsung di-iyakan guru itu."Jadi, apakah kamu ingin agar aku tetap bersikap seperti biasa sebaga