Hexel memasuki ruangan yang sangat luas dan penuh dengan berbagai peralatan teknologi informasi, ia mencari seorang pria bernama Jonathan.
"Permisi, bisakah saya bertemu Jonathan?" Mendengar suara wanita, dua orang pria yang sedang sibuk menoleh dan mencari-cari sumber suara, namun yang mereka temukan hanyalah sesosok pria sexy berdiri di tengah pintu.
"Apa lo nggak denger suara cewek tadi, Yog?"
"Iya, gue juga denger."
Mereka lalu menatap ke arah satu-satunya kandidat pemilik suara yang berdiri di tengah pintu.
"Apa itu lo?" suara bariton seorang pria terdengar.
"Saya?" Hexel justru balik bertanya tidak memahami kebingungan dua pria di dalam ruangan itu.
"Iya, lo kan tadi yang nanya Jonathan?"
"Oh, iya, iya, itu saya," Hexel menjawab dengan sopan bahkan ia menundukan kepala.
"Alaah, lo itu cuman mikirin cewek doang, jadi biar cowok lo dengernya juga cewek!" Yoga menjentik telinga temannya.
"Maaf?" Hexel kembali bertanya sebab dua orang itu tidak mempedulikan dirinya yang sejak tadi berdiri di pintu.
"Oya, masuk lah. Jonathan sedang makan siang. Emang lo siapa nyariin dia?"
"Perkenalkan, saya Hexel. Karyawan baru di Garuda Mediatama bagian Tim C Software Developer," sesopan mungkin Hexel alias Mazaya versi cowok berbicara.
"Dia di tim kita, Yog!" Tepuk Gery di pundak Yoga.
"Hai, halo, gue Yoga, ini temen gue Gery. Gue lebih tampan dari dia, lebih cerdas juga," Yoga memeprkenalkan seolah sedang ber-tiktok ria. Hexel hanya tersenyum kecut.
Tidak lama berselang, seorang pria tinggi dan kekar memasuki ruangan. Otot-ototnya menonjol dari lengannya menunjukkan sosok lelaki perkasa. Melihat pria itu, Hexel terperangah.
"Halo, saya Hexel, anggota baru di tim..."
"Iya, gue udah tau! silahkan langsung bekerja sama dengan Yoga dan Gery." Suara lantang Jonathan menginterupsi ucapan Hexel.
"Hei, santai aja, Bro! nggak usah terlalu formal. Asal lo tau, ya, pria tadi itu tidak menerima kesalahan, jadi jangan pandang enteng sama tampang kecenya," Gery langsung akrab dengan Hexel, ia pun langsung memperkenalkan dunia kerja di tim mereka. Hexel bergidik mendengar panggilan 'Bro' untuknya.
"Jadi gitu? trus apa yang musti gue kerjain?"
"Eh, tapi ngomong-ngomong, lu cantik amat jadi cowok, pipi lo mulus gitu. Coba bandingin wajah lo sama Yoga, alamaaak beda jauh banget 360°!" Gery mencubit pipi Hexel sambil tergelak.
"Gery!" suara lantang itu kembali terdengar, Gery beringsut seperti kucing kesiram air.
"Duduk lah di sini, Hex," Yoga menarik sebuah kursi ke sebelahnya.
"Thanks, Yog," Hexel segera duduk di kursi yang disediakan Yoga. Lalu mereka mulai berdiskusi seputar program yang sedang dirilis.
"Ini udah jalan tahun kedua, belum rampung juga, lihat, terlalu banyak yang harus diinput. Dan asal lo tau, menurut berita, software ini bakalan diperebutkan oleh para pengembang."
"Yoga!" kali ini Yoga yang kena semprot. "Di sini bukan tempat menggosip, kalau mau menggosip silahkan keluar!"
"Apa dia sekejam itu?" bisik Hexel.
"Kalo lo mau mati di depan komputer lo, buat dia kesel," Yoga menahan suara tawanya, ia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.
Beberapa saat suasana hening. Hanya suara hentakan jemari di atas keyboard yang terdengar seperti pasukan perang.
"Bawa ini ke gudang!" suara Jonathan kembali menggaung di dalam ruangan tertutup itu. Tumpukan komputer, CPU, dan keyboard rusak sudah menggunung di depan pintu ruangannya.
Yoga dan Gery bersungut mulai mengangkat barang-barang rongsokan itu. Hexel dengan ragu berusaha mengangkat sebuah komputer, belum terangkat sempurna ia sudah jatuh.
"Aduh, lo angkat keyboard-nya aja, Hex, kalo nggak kuat," ucap Yoga yang sigap membantu.
"Nggak apa-apa, kok, tadi gue pikir ringan jadi nggak nyiapin tenaga, kenyataannya berat," Hexel terkekeh. Meskipun berat, ia harus berusaha kuat di hadapan para lelaki itu agar 'kelelakiannya' tidak mencurigakan.
Hexel berjalan tertatih. Berkali-kali ia menurunkan barang bawaannya.
"Duh, kalo tiap hari begini, bisa-bisa encok muda gue. Ini semua gara-gara ide si couple absurd sialan itu," gerutu Hexel seraya mengangkat kembali komputer super berat ke pundaknya.
"Udah, sini gue bawain ntar copot pundak lo. Jadi manusia nggak boleh maksa, kalo emang dari sisi fisik lemah, yang penting otak lo sama 'itu' lo kuat," sindir Yoga yang tiba-tiba muncul di sebelah Hexel.
"Thanks ya, Yog. Gue belum makan soalnya jadi lemah," Hexel membela diri.
"Oya, Yog, emang anggota tim cuman kita bertiga?"
"Nggak lah, banyak, lo nggak liat berapa jumlah kursi dalam ruangan?"
"Laki semua?" Hexel memastikan informasi yang dimilikinya dengan kenyataan.
"Iya, Jonathan nggak nerima anggota tim perempuan, banyak izinnya katanya. Kecuali Meta si juru tulis," Yoga kembali terkekeh.
Hexel menganggukkan kepalanya. Sudah terbayangkan suasana di dalam ruangan itu bersama puluhan pria. Bersyukur di hari pertama penyamarannya itu tidak ketahuan.
"Lo hati-hati aja, Jonathan suka memeriksa anggota tubuh kita hingga ke dalam-dalamnya. Jadi pastikan lo nggak lemah saat diperiksa supaya nggak menimbulkan minat dia."
"Maksud lo? apa dia gay?"
"Ya nggak lah, kali aja liat lo jadi nafsu dia. Kan dia nggak pernah digosipin deket sama cewek mana pun. Anti banget dia sama cewek." Hexel untuk kedua kalinya bergidik ngeri membayang pria berotot itu menggerayangi tubuhnya.
"Hiiiii!" seru Hexel tiba-tiba sambil menutup muka dengan kedua telapak tangan.
"Napa lo? aneh banget sih." Yoga sewot melihat Hexel bertingkah seperti perempuan.
"Nggak, geli aja mbayangin yang lo bilang itu."
Mereka meletakkan barang-barang bawaan bersama tumpukan barang lain.
"Kenapa nggak di angkut ke TPA aja?"
Hexel heran melihat barang-barang rongsokan yang dibiarkan menggunung di dalam gudang."Nggak boleh, dong. Masih banyak data yang tersimpan di dalam sebelum rusak. Bisa bahaya kalo ketahuan perusahaan lain. Nanti bakalan diperbaiki satu per satu."
Hexel mengangguk. Satu lagi informasi yang masuk ke otaknya.
****
Di sebuah ruangan yang luas dan rapi, sekumpulan orang-orang terdiam membeku di tempat duduknya. Tampilan layar berbentuk hologram yang menampilkan sebuah gambaran aplikasi masih terpampang di atas meja.
"Sudah dua tahun. Kalau memang tidak sanggup, hentikan sampai di sini. Kalau memang mau lanjutkan, satu bulan dari sekarang sudah harus uji coba yang kedua dan 90% sukses." suara tegas dan berwibawa keluar dari mulut direktur eksekutif alias CEO muda yang duduk di hadapan para programmer andal dari tim C. Namun, tak satu pun dari mereka yang berani angkat bicara, Jonathan sekali pun, si muka es.
"Apa kalian semua batu?!" gertaknya lagi.
"Kami akan lakukan yang terbaik, Pak," Jonathan berbicara sepelan dan sesopan mungkin agar tidak mengundang kemarahan bosnya.
Tanpa berkata apa-apa lagi, CEO muda itu berlalu dengan langkah cepat. Tidak mempedulikan sekumpulan programmer andal itu sedang berbisik-bisik membicarakannya. Baginya, software yang sedang di rintis harus segera selesai, cukup sudah memakan waktu dua tahun, apa pun yang terjadi harus terealisasi secepatnya.
************************
Terima kasih sudah mampir dear...Berikan dukungan buat Author biar makin semangat up bab banyak2 yah...
KLIK VOTE dan HADIAHLIKE dan KOMENSuasana jalan raya kota Jakarta di hari yang masih pagi itu sudah padat dengan kendaraan. Kemacetan di setiap jalan sudah menjadi ciri khas kota metropolitan ini. Berbagai kepentingan para pengguna jalan membuat kemacetan bukan menjadi penghalang untuk tetap melakukan aktifitas.Lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Seorang pengendara sebuah motor Kawasaki Ninja berwarna hitam berhenti di barisan paling depan. Ia mengenakan celana, jaket, dan helm berwarna hitam senada dengan warna motornya. Penampilannya yang lengkap tertutup itu tidak dapat menutupi bentuk tubuhnya yang ramping berisi. Ia membuka kaca gelap pelindung wajah helmnya, tampaklah sebaris wajah ayu dengan senyum tersungging dari bibirnya yang tipis.Ketika lampu hijau menyala, ia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Lalu berbelok masuk ke halaman gedung perkantoran megah berlantai tujuh yang berlokasi di Jl. HR. Rasuna said, Kuningan, Jakarta Selatan. Sebuah papan nama denga
Jonathan berjalan mengitari ruangan. Tiba-tiba saja ruangan yang sedari awal tegang, kini semakin tegang."Semua lepaskan keyboard! jangan ada lagi yang menjalankan komputer!"Ia mulai memeriksa satu per satu komputer timnya. Setiap mata melotot memandangi layar monitor di hadapan mata masing-masing, sangat khawatir kalau tiba-tiba Jonathan menemukan sesuatu yang mencurigakan di dalam komputer mereka.Tiba giliran pemeriksaan di komputer Hexel. Jonathan menunduk tepat di atas pundaknya, dadanya yang bidang dan lengannya yang kekar kini begitu dekat dengan wajah Hexel. Ia menahan nafas agar jantungnya tidak berdegup kencang, namun tetap saja trik itu tidak berhasil.Jonathan menoleh ke arah Hexel, wajah mereka bertemu dengan sangat dekat. Entah mengapa Jonathan merasakan sebuah getaran aneh dari dalam hatinya memandang wajah Hexel, ia segera berdiri dan berpindah ke komputer Yoga. Ia mencoba teknik yang sama dengan yang ia lakukan pada Hexel, tapi ia
Mazaya tiba di rumah ketika hari sudah malam. Ia mendapati emaknya sedang menyapu."Udah bersih, Mak, nggak usah disapu terus." Mazaya menyalami tengah emaknya dan menciumnya. Emaknya tersenyum bahagia melihat putrinya sudah kembali."Udah pulang, Zay? makan sono, emak udah masak enak kesukaanmu." Hal yang paling ditunggu-tunggu seorang ibu adalah waktu kepulangan anaknya dari tempat kerja, lalu sang anak memakan makanan buatannya. Begitu juga dengan emaknya Mazaya."Siapp, Mak!" Meskipun sebenarnya sudah kenyang, Mazaya tetap pergi ke dapur untuk menyenangkan hati emaknya. Ia tidak ingin mengecewakannya satu kali pun.Mazaya duduk di ruang makan, menghadap makanan kesukaannya, ikan tuna bakar, tumis pakis campur bunga pepaya, dan sambal iris tomat hijau. Melihat menu kesukaannya, segera ia menyendok nasi ke dalam piring berikut lauk dan sayurnya.Ia mengingat segala hal yang telah terjadi dalam keh
Dengan ragu ia menyebutkan pendidikan terakhirnya sambil menunduk."Ijazah terakhir SMA, tapi gue pernah kuliah jurusan manajemen bisnis empat semester."Pria itu tersenyum."Tidak apa-apa, jangan malu. Apa saja keahlian lo?""Gue punya sertifikat beberapa jenis seni beladiri dan sertifikat kursus teknologi informasi dan digital marketing. Kalo dibutuhkan, sekarang juga bisa gue ambil," ucap Mazaya saking semangatnya. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan."Oke, sebentar lo ambil, dengerin gue dulu. Gue akan menyekolahkan lo sampe lulus sarjana, tapi syaratnya maksimal 3,5 tahun lo harus lulus dengan predikat minimal cumlaude. Memiliki kemampuan bahasa asing minimal Inggris, Jepang, dan Cina. Lo bisa daftar ke berbagai universitas di luar negeri untuk mendukung pendidikan lo."Mazaya curiga kenapa pria itu begitu baik, padahal mereka baru saja kenal. Ia hanya tahu nama pria itu Zeta
Pukul 05.30 pagi.Mazaya memasuki sebuah gedung yang sudah agak tua dan terletak di pinggiran kota Jakarta. Gedung itu adalah markas besar mafia Gen-X yang memiliki anggota lebih dari 300 orang. Mafia Gen-X sendiri berbeda dengan mafia kebanyakan, mereka lebih mengedepankan kualitas personal anggotanya sehingga tidak banyak yang berhasil masuk dalam kelompok mereka. Setiap anggota yang baru bergabung atau calon anggota baru harus memiliki kualifikasi khusus, misal bidang teknologi informasi, bahasa asing, manajemen bisnis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kelompok Gen-X selalu diperhitungkan oleh para pengusaha baik dalam negeri maupun luar negeri.Selain itu, jika kelompok mafia lainnya memiliki bisnis utama mengarah pada hal negatif seperti narkotika, tapi tidak untuk Gen-X. Usaha utama mereka adalah pengembangan software dan jasa digital marketing. Sudah menjadi rahasia umum jika ingin bekerja sama dengan mafia Gen-X harus rela 'merogoh kocek' yang tidak sedikit.
Mazaya masih lurus menatap monitor. Bola matanya yang kecokelatan menari-nari seiring ketikan program yang terus memanjang memenuhi screen komputer. Tugasnya hari ini membuat efek yang dinamis pada software New World. Ia semakin berhati-hati dalam bekerja, sebab semua perangkat sudah dipasang alat pengintai.Ia melirik jam tangan merk Expedition yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 16.00, waktunya untuk pulang. Ia teringat sore ini rapat di markas, meskipun dia tidak diundang, tetapi dia sangat penasaran untuk mengetahui hasilnya."Yog, Ger, gue duluan, ya. See you tomorrow (sampai ketemu besok)," pamit Mazaya alias Hexel."Bye, be careful (hati-hati di jalan)," ucap Yoga dan Gery hampir bersamaan."Udah mau pulang, Hex?" Meta memperhatikannya dari tempat duduknya."Iya, duluan, ya." Hexel melambai sambil berlalu. Meta mengerucutkan bibirnya tidak mendapat perhatian dari Hexel.Mazaya mengendarai motornya menyusuri jalan
Pintu mobil terbuka, keluarlah seorang wanita paruh baya. Pemuda yang membawa motor Mazaya tadi membukakan pintu mobil yang sebelah, lalu turunlah Mazaya dipapah oleh pemuda itu."Zaya! apa yang terjadi sama lo, Nak?" Bu Maimunah langsung menghampiri putrinya yang berjalan tertatih."Maaf, Bu. Tadi ada kecelakaan di jalan, saya me....""Cuma kecelakaan kecil kok, Mak, udah biasa. Nggak apa-apa, paling juga besok udah sembuh," sela Mazaya memotong ucapan Rafa.Rafa tertegun sejenak, bingung mau mengatakan apa lagi."Boleh tuliskan nomor ponsel lo di sini?" Rafa mengulurkan ponselnya. Mazaya menatap pria itu sejenak, lalu mengambil ponsel itu dan menuliskan nomornya."Nama?" tanya Rafa lagi."Zaya," jawabnya singkat, ia sudah sangat ingin masuk ke dalam memeriksa lukanya, namun pria itu tidak juga pergi."Kalau anak ibu butuh bantuan atau pengobatan,
Sepanjang perjalanan Mazaya hanya diam sambil memperhatikan pemandangan di jalanan. Bu Maimunah yang banyak berbicara mencairkan suasana yang terasa kaku."Nak Rafa kerja di mana?" Bu Maimunah membuka percakapan."Di kantor pengembangan software, Bu." Rafa tidak menyebutkan identitas yang sesungguhnya. Ia memang memegang komitmennya untuk menyembunyikan identitasnya kepada siapa pun. Ia benar-benar tidak ingin dikenal, padahal selalu membicarakan perusahaannya."Oh, sama dengan Zaya kalo begitu. Dia juga kerja di tempat begitu, apa ya nama kantornya? apa, Zay?" Bu Maimunah berpaling pada putrinya yang acuh pada percakapan mereka."Emak, kenapa sih cerita pekerjaan segala," ketus Mazaya merengut."Ih, lo itu ya. Ah, namanya ada Garuda-Garudanya gitu, cuma gue nggak tahu pasti juga." Bu Maimunah mencolek lengan Mazaya yang tidak mau bekerjasama dengannya."Oh, Garuda Mediatama bukan?