"Wow"Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Freddy setelah mendengar cerita dari Arsen mengenai Claire. "Hanya itu responmu?" protes Arsen dengan wajah tak terima. Freddy mengangkat kedua alisnya. "Lalu aku harus merespon bagaimana?" "Setidaknya beri aku saran atau masukan. Aku harus bagaimana?" Arsen berjalan mondar-mandir di ruang tamu apartemen Freddy sambil berkacak pinggang. "Aku tidak terlalu mengerti tentang alter ego, tapi aku pernah mendengar bahwa kau harus siap mental jika menghadapi orang seperti itu.""Kau mengatakan hal yang sudah jelas, Fred. Siapa yang siap mental jika berhadapan dengan orang yang tiba-tiba bersikap aneh? Kebanyakan orang pasti akan menganggapnya gila atau kerasukan."Mereka hanya diam setelah itu. Freddy terlihat seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. "Brandon bilang, Claire memang terlihat aneh. Kartu identitasnya memang benar bernama Claire, tapi ketika di ruang interogasi, gadis itu bilang bahwa namanya adalah Rose. Dia bahkan merasa aneh ketika
Arsen menelungkupkan kepalanya di atas kemudi setelah memindahkan mobilnya ke basement apartemen. Setelah terbangun dengan seluruh tubuh terasa pegal dan memergoki Rose kembali sekitar pukul 3 dini hari, ia memutuskan untuk tetap menunggu di dalam mobil. Seharusnya ia sudahi saja semuanya dan kembali menjalani hidup normal. Tak perlu lagi merasa paranoid saat Claire ada di apartemennya, tak perlu lagi merasa kaget saat tiba-tiba saja gadis itu berubah menjadi pribadi yang lain, dan tak perlu lagi berurusan dengan cinta. Tapi ia tidak bisa begitu saja meninggalkan semuanya, meninggalkan gadis itu. Bagaimanapun juga, semenjak kedatangan Claire beserta alter egonya, cara pandangnya terhadap hidup sedikit demi sedikit mulai berubah. Ia tidak lagi merasa jenuh dengan hidupnya, tak lagi membenci musim gugur, dan mulai memaafkan ayahnya meskipun sangat sulit. Lantas kenapa ia harus meninggalkan gadis itu hanya karena memiliki alter ego? Jika boleh meminta, pastilah Claire ingin hidup baha
Emily membuka matanya secara perlahan, namun pandangannya masih buram. Entah sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri, tapi yang pasti kepalanya terasa sangat pusing. Sekali lagi gadis itu membuka matanya dan mengerjap-ngerjapkannya agar bisa melihat dengan jelas sedang berada dimana ia sekarang.Setelah bersusah payah mengerjapkan mata bahkan sampai melotot, akhirnya Emily bisa melihat dengan sedikit jelas keadaan di sekitarnya. Dia melihat ke sekeliling ruangan yang begitu mewah dan perabotan yang menghiasinya terlihat mahal. Gadis itu mengira-ngira pastilah kamar ini berada di rumah seseorang yang sangat kaya raya. Tapi mengapa dia harus disekap di sini? Siapa orang kaya itu? Apakah Arsen? Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang saat memikirkan nama itu."Apa kau bermimpi indah, tukang tidur?"Emily langsung terlonjak kaget saat mendengar suara seorang gadis yang mau tak mau diakuinya sangat seksi. Bahkan darahnya sempat berdesir saat mendengar suara itu. Dilihatnya sekeliling ru
Rose memasuki kamar Leo dan mendekati cermin. Dilihatnya bayangannya yang terlihat murung dengan mata berkaca-kaca."Berhentilah menangis, Claire!" bentak Rose pada bayangannya di cermin.Bayangan itu menggeleng sambil mengusap air matanya yang terus mengalir."Aku mencintainya, Rose. Dan aku yakin bahwa dia juga sangat mencintaiku. Tolong jangan pisahkan kami. Hanya dia yang mau mengerti aku," ucap Claire dengan wajah murung.“Persetan dengan cinta! Kau hanya punya aku, Tatiana, dan James. Tidak ada yang bisa mengerti kau kecuali kami!” teriak Rose murka, lalu melempar cermin itu dengan asbak dari batu hingga hancur berkeping-keping. Ia menatap serpihan kaca itu dengan sebelah alis terangkat, sampai akhirnya menyadari bahwa bayangan Claire tadi bukan berada tepat di depannya, melainkan di belakang bayangannya sendiri.Cepat-cepat ia berbalik untuk memastikan, dan langsung terkesiap saat mendapati Claire benar-benar berada di sana. “Bagaimana bisa?” gumamnya sambil menatap Clair
Arsen sedang termenung di dekat dinding kaca apartemennya. Setelah James tiba-tiba menyerang Andreo dengan berpura-pura sebagai Rose sebelumnya, mereka sepakat untuk melakukan terapi pada Claire dengan lebih sering. Dengan sangat terpaksa, gadis itu harus dikurung di kamar dan dikunci dari luar. Sikap James membuat mereka semakin waspada. Jika sebelumnya Leo begitu yakin bahwa yang dia hadapi adalah Rose, maka sekarang pria itu bahkan kecolongan dengan akting James yang begitu sempurna. Paul bilang James itu hampir mendekati psikopat dan memiliki IQ yang tinggi, jadi tidak mengherankan jika dia bisa meniru perilaku alter ego lain dengan sempurna. James adalah tipe pengamat dalam diam, dan itu benar-benar menyulitkan proses kesembuhan Claire. Untuk sementara, Claire harus benar-benar dijauhkan dari segala macam kekerasan baik itu berupa fisik maupun verbal. Bahkan Rose pun mulai melemah dan agak sulit untuk dipanggil ketika proses terapi. Sepertinya James berbuat sesuatu pada mereka
"Kau sudah siap untuk menjalankan rencana kita? Aku sudah menyuruh Leo dan Chloe untuk menjebak Arsen nanti malam," kata Sergio sambil memandangi Claire yang tengah berjalan menuju ke loker."Yap! Aku mau kesana dulu. Kau pergilah dari sini kalau tak mau Claire curiga dengan kebersamaan kita," jawab Josh lalu berjalan menuju ke loker tempat Claire berada.Josh mendekati Claire dengan sekuntum bunga mawar di tangan kanannya. Setelah sampai tepat di belakang gadis itu, ia menyodorkan bunga mawar itu ke depan wajah Claire, membuat gadis itu terkesiap dan segera membalikkan badannya menghadap Josh."Josh?" ucap Claire seraya mengerutkan keningnya."Bunga cantik untuk gadis yang sangat cantik," kata Josh lalu mengedipkan sebelah matanya pada Claire."Apa-apaan kau ini? Kenapa jadi menggombal padaku?" tanya Claire sambil memukul lengan Josh.Pria itu tertawa melihat reaksi Claire yang terlihat masih kaget. "Sudah kubilang bahwa aku mencintaimu, Claire. Tidakkah kau mengetahuinya lewa
"Claire, Ayah sangat kecewa padamu. Kau telah menjadi seorang pembunuh!""Ayah, aku tidak pernah merasa menjadi seorang pembunuh. Aku tak pernah melakukannya. Ayah! Tolong dengarkan aku!""Tidak, Claire. Kau sudah mengkhianati kepercayaan Ayah. Sekarang pergi dari rumah ini! Ayah sudah tidak sanggup untuk melihatmu lebih lama lagi. Lebih baik Ayah hanya memiliki Sergio daripada seorang pembunuh sepertimu.""Tapi Ayah, aku bukan pembunuh! Aku tidak pernah melakukannya. Jangan percaya pada Sergio, Ayah. Dia bermuka dua! Dia sudah membenciku meskipun aku tidak tahu apa kesalahanku padanya.""Tapi seluruh pelayan menjadi saksinya, Claire. Masih beruntung kau tidak kujebloskan ke dalam penjara.""Kenapa Ayah tega melakukan ini padaku? Kenapa Ayah lebih memilih untuk membela perempuan jahat itu? Perempuan yang bahkan tidak ada hubungan darah sama sekali denganku. Di mana akal sehatmu, Ayah? Secepat itukah Ayah melupakan Ibu dan berpaling pada perempuan itu?""Pergi dari rumah ini Clai
Andreo terlihat waspada, namun tetap mendekati Claire dengan senyum lebar. Pria itu tidak peduli jika yang ada di hadapannya saat ini adalah James. Ia tidak mau mengulangi kesalahan bodohnya di masa lalu dengan mengabaikan putri satu-satunya itu. “Claire? Bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya Andreo sambil menuntun putrinya masuk ke kamar dan mendudukkannya di atas ranjang.“Aku mendengar kalian menyebut nama Kanzo. Aku baru saja bertemu dengannya tadi. Dia bilang dia adalah harapanku karena...” Claire mengernyitkan dahinya karena melupakan perkataan Kanzo. “Yang pasti karena aku begitu ketakutan. Ya, seperti itu.”Andreo dan Paul berpandangan sejenak, kemudian Paul mengangguk. Diam-diam mereka merasa lega karena yang ada di hadapan mereka saat ini adalah Claire. James tidak bisa meniru Claire karena sorot matanya terlalu tajam dan dia tidak pernah merasa ketakutan. “Claire, perlu kau ketahui bahwa kau memiliki tiga alter ego...”“Ya, aku sudah tahu dari Arsen,” potong Claire