Share

Skor Seri

Dony dan Angga ber-high five saat berhasil keluar dari lingkungan sekolah. Setelah adu lomba lari menuju parkiran dan memasuki mobilnya dengan panik, akhirnya sedan hitam itu meluncur cepat membelah jalan raya.

"Gila! Tembakanmu jitu banget, Man! Persis kena wajah si hantu!" seru Angga. "Pingsan-pingsan dah si hantu! Hahaha!"

Tapi Dony yang sedang menyetir sama sekali tidak ikut tertawa.

"Sejak kapan hantu bisa pingsan, bego?!" umpat Dony tersadar. "Berarti, kita tunggang langgang ketakutan tadi cuma gara-gara manusia biasa?"

"Mungkin."

"Parah! Kamu sih, tadi pakai menjerit kayak cewek! Bikin orang ikutan kaget dan panik saja! Pokoknya jangan sampai ada yang tahu! Apalagi Rendy!"

Angga terlongong. "Benar juga," gumamnya sembari menepuk dahinya sendiri.

"Kamu ambil bukuku itu dari dalam gudang besok!" ultimatum Dony.

"Tapi kan ada hantunya, Don?" cetus Angga.

Plak!

Dony sukses mengeplak belakang kepala sahabatnya itu dengan tangan kirinya, karena tangan kanannya sedang sibuk mengendalikan setir. "Enggak ada hantu!" tegasnya lagi. "Apalagi pagi? Dasar penakut!"

Angga pun mengangguk.

Lalu ... Ciiiit!!!

Duk!

"Aduh!" seru Angga saat wajahnya membentur kaca mobil di depannya. 

"Woi! Yang benar aja kalau nyetir! Kenapa ngerem mendadak, sih?!" protes Angga kemudian sambil menggosok dahinya.

Dony terbelalak sambil mencengkeram setir. "Buku itu ...," desisnya tersadar hal penting kedua.

"Apa?"

"Ga, kita balik ke sekolah lagi!" cetus Dony berniat membanting setir ke kanan untuk memutar balikkan mobilnya. Dia bisa melakukan manuver ala-ala drama Korea itu.

"Heh?" cegah Angga spontan menjulurkan tangannya ikut memegangi setir. "Mau ketemu si hantu lagi?"

"Enggak ada hantu, Ga! Tapi ada bukuku di sana!"

"Cuma buku, kan? Kita tinggal mampir ke toko buku, kamu bisa beli yang baru."

"Tapi itu buku Rendy!" tegas Dony. "Kamu tahu sendiri gimana kakakku itu, kan?"

Angga tampak menelan ludah. Ikut bimbang sekarang. Kalau balik lagi ke sekolah dan masuk ke dalam gudang itu malam-malam namanya menantang hantu! Tapi kalau Rendy sampai tahu mereka menghilangkan buku itu ya gawat juga! Kakak Dony itu juga seseram hantu kalau lagi marah!

"Lagian ngapain coba kamu bawa-bawa buku Rendy?!" tanya Angga.

Dony cuma megap-megap. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Dia kan tidak mungkin menceritakan detail tentang isi buku itu dan apa yang hendak dilakukannya dengan membawa-bawa buku itu ke sekolah.

"Ya udah, gini aja," kata Angga memberi solusi. "Jangan bilang-bilang ke Kak Rendy dulu kalau bukunya kamu hilangkan! Nah, beres dan aman, kan?"

Dony mencernanya.

"Oke. Tapi, kamu musti buru-buru ambil dan kasih ke aku buku itu besok pagi!"

"Siap, Bos!"

Dony pun menghela napas lega.

"Tapi besok aku dijemput, ya!" cetus Angga.

Plak!

"Aduh!" pekik Angga untuk kedua kalinya belakang kepalanya dikeplak lagi oleh tangan kiri Dony.

"Kan biar besok aku enggak kesiangan datang ke sekolah!" dalih Angga. "Tadi pagi aja aku juga telat datangnya?"

"Kamu nebeng motor Reno aja!" putus Dony akhirnya. Bahkan dia menepikan mobil dan menyuruh Angga keluar. Lalu mobil melaju lagi tanpa Angga di dalamnya.

Angga cuma terbengong di pinggir jalan. "Apa maksudnya coba?" tanyanya pada udara malam.

***

"Gimana harimu di sekolah?" sambut Rendy sang Kakak yang sedang duduk di salah satu kursi tinggi di mini bar dalam rumah mereka.

"Ya, begitulah," sahut Dony.

Dony tak menyadari kedua mata kakaknya masih menatap lekat kepadanya. Sedang dia melakukan rutinitasnya saat sampai di rumah. Melepas baju---sebenarnya kaos pinjaman milik Reno---dan melemparkannya asal ke satu kursi tinggi. Berikut juga tas sekolahnya. Meraih gelas kosong di meja bar dan mengisinya dengan air mineral. Dony melakukan itu sambil melepas sepatu dan menyentakkan begitu saja dari kaki-kakinya.

"Ehem! Skormu?" tagih Rendy.

Bertanya tentang skor adalah tradisi kakak beradik itu sejak Dony SMP. Membuat tubuh Dony menegang seketika. Karena skor berarti mencatat dan membandingkan. Itu memerlukan buku yang dia tinggalkan di gudang sekolah!

"Kak Rendy dululah!" cetus Dony.

"Boleh. Seperti biasanya," sahut Rendy. Lalu dia menepukkan kedua tangannya keras dua kali.

Plok plok!

"Iya, Tuan!"

Sedetik kemudian muncul pemilik suara itu. Seorang gadis cantik nan modis. Tapi usianya lebih mudah dari sang kakak dan di atas Dony.

"Ini adikku, Dony," ucap Rendy mengenalkan.

Kedua bola mata gadis itu membuat demi melihat sosok Dony yang shirtless. Tubuh Dony memang terbentuk lebih bagus dari Randy. Semua itu hasil kerja keras Dony sejak SMP hingga sekarang di bawah pengawasan Rendy.

Dony dan Rendy usianya selisih lima tahunan. Tetapi walau masih kelas 12, tubuh Dony lebih menjulang dengan kulit lebih putih bersih dan badan lebih atletis. Ditambah lagi wajah Dony jauh lebih tampan.

Jadi wajar saja bila Winda sampai tak berkedip menikmati tubuh Dony yang menggoda itu.

"Ingat, kamu jangan dekat-dekat sama adikku. Apalagi sampai menyentuh dia!" tegas Rendy.

Gadis itu mengangguk patuh.

"Siapa dia?" tanya Dony kepada sang kakak.

"Winda. Pelayanku seminggu ini."

Dony spontan bersiul.

"Hei, kamu juga dilarang keras mendekati Winda. Dia milikku. Kalau mau, kamu cari cewekmu sendiri! Dengan begitu kamu bisa menyamakan skor!"

Rendy pun menyuruh Winda merapikan barang-barang Dony; kaos, tas, dan sepatu. 

Winda tampak senang menuruti perintah Rendy. Lalu setelah tak ada perintah lagi, gadis itu menghilang dalam kamar Rendy.

"Catat itu ke diari-mu!" titah Rendy sambil meneguk minumannya. Jelas bukan air mineral seperti milik Dony.

"Uhuk!" Dony menyemburkan minumnya. "Eh, a-aku catatkan nanti, Kak!"

Rendy menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa enggak langsung aja. Buku itu kan selalu kamu bawa kemana-mana?" tanyanya.

"Kak Rendy udah nyuruh Winda bawa tasku dan meletakkannya ke kamar barusan," dalih Dony sambil duduk di kursi tinggi.

"Oke." Rendy mengangguk. "Terus, apa skor tandinganmu?"

Dony segera teringat cewek yang menabraknya dan berhutang ganti rugi itu. Laila! 

"Aku juga punya pelayan sekarang. Setahun penuh di sekolahan!" jawab Dony.

"Itu baru adikku!" seru Rendy menatap bangga kepada Dony. "Berarti skor kita seri!"

Lalu dengan terhuyung Rendy berdiri dan melangkah menuju kamarnya, tempat Winda sedang menunggu.

Dony mendengar suara jeritan manja gadis itu dan teriak-teriakan tak senonoh dari suara Rendy. Bahkan kakaknya itu tak merasa perlu menutup pintu kamar. Hingga suara yang menyusul kemudian membuat Dony gerah. Lalu dia pun beranjak menuju kamarnya sendiri.

"Buku itu harus sudah ada di tanganku lagi besok! Bisa gawat kalau sampai Kak Rendy tahu bukunya hilang! Belum lagi ponsel baruku juga sudah enggak ada!" ucap Dony di dalam kamarnya. 

Ditambah pengakuan Dony tadi, hingga skornya terhitung seri dengan Rendy. Sekarang dia tidak boleh melepaskan Laila. Cewek itu harus jadi pelayannya. Dengan uang miliknya, gadis jelek manapun bisa disulap jadi cantik!

Iya, kan?

(Bersambung)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status