Share

Terkunci Dalam Gudang

Ella disergap ketakutan saat menyadari keadaan sekelilingnya. 

Ruangan sepi. Sendiri.

Penerangan kurang. Pandangan remang-remang.

Tak ada jalan keluar. Dia terkunci.

Gelap.

Masa lalu terulang lagi ....

Ella masih kelas 5 SD ketika itu. Dia baru mendapatkan tepukan tangan dan ucapan selamat karena berhasil memerankan Sang Pengeran dengan baik. Pentas Drama Putri Salju sukses menjadi acara pamungkas wisuda kelas 6.

Waktu itu Ella sedang mencari-cari Mami di bangku penonton tapi tidak ketemu. Kemudian seorang anak laki-laki berseragam SMP menawarkan bantuan. 

"Sini. Ikuti aku," ajak cowok itu. "Para orang tua barusan tadi dipanggil ke ruangan sana."

"Orangtua Kakak juga?" tanya Ella kecil.

"Iya. Ini aku juga mau ke sana. Yuk, kita bareng saja!"

Saat itu Ella kecil percaya saja. Dia di sekolahkan di sekolah yang bagus oleh kedua orangtuanya. Tentunya anak laki berseragam SMP itu adalah seorang kakak dari murid di sini. Lagi pula senyum cowok itu terlihat ... Baik.

Jadi Ella kecil menurut saja. Mengikuti si kakak itu menyusuri lorong sekolah. Ella tahu, mereka sedang menuju gudang sekolah. Dia belum pernah masuk ke dalam sana. Tapi ....

"Sini, masuk dulu," ajak cowok itu lagi. "Kostum pemain drama harus dilepaskan di sini dulu."

"Teman-temanku mana?" tanya Ella kecil mulai curiga mendapati ruangan yang dia masuki kosong. Lampu gudang tidak menyala. Ruangan hanya disinari cahaya matahari siang yang menerobos jendela gudang.

Lalu tiba-tiba cowok SMP itu menarik tangan Ella kecil. Membuat Ella kecil tersentak dan tertelungkup hingga hidungnya membentur lantai. Dia berdarah.

Segera Ella kecil merasa pening dan lemas. Dia tak berdaya saat kostum pangeran di tubuhnya dilucuti satu persatu.

Saat Ella kecil mulai tersadar hal ini tidak wajar, segera dia ingat salah satu nasihat gurunya, "Anak perempuan tidak boleh sampai terlihat tanpa pakaiannya di hadapan orang lain, apalagi anak laki-laki. Tubuh anak perempuan tidak boleh sembarangan disentuh orang lain, apalagi oleh tangan laki-laki. Bila itu terjadi, maka berteriaklah meminta pertolongan. Lalu larilah!"

Jadi Ella kecil menjerit kuat-kuat. "Aaaaaahhh ...!"

Ella kecil juga berusaha mengindari tangan cowok SMP yang berusaha meraihnya dengan kasar karena jeritan itu. Lalu dia bangkit dengan sisa-sisa tenaganya. Berlari menuju pintu ... Ternyata terkunci!

Sedetik kemudian, Ella kecil disergap dari belakang dan dipeluk erat. Dia menjerit lagi dan meronta. Lalu tangan asing itu membekap mulutnya.

Lalu, gagang pintu gudang berbunyi. Ada yang berusaha membukanya dari luar.

Pertolongan datang!

"Hmp, tolong ...!" Ella berhasil berteriak.

Akibatnya, tubuh Ella kecil didorong keras hingga membentur pintu. Brak!

Ella kecil ditemukan dalam kondisi pingsan. Dia sendirian di dalam gudang dengan jendela bagian belakang terbuka. Anak berseragam SMP itu kabur dan tak pernah ditemukan. 

Ella tak mau mengingat wajah dengan senyuman baik itu. Dia tak mau kembali ke sekolah itu. Dia bahkan tak mau bersekolah selama setahun lamanya.

Ella akhirnya berhasil mengubur dalam-dalam peristiwa itu dengan bantuan terapi oleh psikiater. 

Itulah alasan Ella masih duduk di kelas 11 padahal seharusnya sudah kelas 12. Itulah juga alasan Ella mau kembali bersekolah dengan menyamar menjadi gadis culun bernama Laila. Rambut selalu dikepang dua. Berkacamata bulat dengan bingkai tebal. Menggunakan kawat gigi. 

Bagi Ella tak masalah dirinya diejek jelek, karena dia tahu sebenarnya dirinya cantik. Tak masalah teman-teman sekelasnya bersikap semena-mena dengan menyuruhnya mengerjakan pr mereka dan menyalinkan catatan, karena dia suka belajar dan menjadi pintar.

Ella berharap makhluk bernama cowok akan jijik dan tak berminat mendekati dirinya. Ella berhasil.

Siapa sangka, hari itu Ella malah dikunci di gudang sekolah lagi oleh seorang cewek. Sahabatnya sendiri. Kenapa?

"Aku akan tanyakan sama Anna nanti. Sekarang aku harus keluar dulu dari sini!" ucap Ella menguatkan diri sendiri.

Barusan tadi, Ella memang pingsan. Lalu ingatannya membawa ke masa lalu. Kini dirinya bukan gadis kecil lagi. Dia harus bisa menolong dirinya sendiri.

Pertama Ella mencari ponselnya. Ponsel jadul itu ada fitur senternya. Bisa dia gunakan di tempat gelap. Oh, Ella tak akan menelpon Mami. Bisa panik dan terbongkar semua penyamarannya setahun ini. Ella harus bisa bertahan menyamar dua tahun lagi!

Tapi, ponsel itu entah kemana. Mungkin terpental saat Ella terjatuh tadi. Mencarinya saat gelap akan membuang-buang waktu. Hari menjelang sore. Dia harus cepat-cepat keluar dari gudang yang terkunci.

Ada sebuah jendela di dinding bagian belakang gudang. Ella menemukannya dengan bantuan sinar matahari sore yang menerobos celah-celah kayu yang menutupi. Jendela itu setinggi dagu. Entah mengapa jendel itu malah dipaku kayu. Harusnya kan jendela dipasangi kaca. Jadi dia tinggal memecahkannya.

Ella berusaha mencongkel kayu itu. Menariknya kuat-kuat dengan kedua tangannya. Untungnya kayu itu sudah lapuk.

"Yes! Berhasil!" seru Ella senang sambil bergegas mendekati jendela yang kini terbuka.

Pletak! 

Buk!

"Aduh!" 

Spontan Ella memekik kaget dan kesakitan saat tiba-tiba sebuah benda tebal menyambit kepalanya dari arah luar jendela.

Ella menemukan sebuah buku tebal dengan hardcover di dekat kakinya. Pantas saja kepalanya benjol!

"Aduh ... Siapa sih yang melempar?" seru Ella kembali melongokkan kepala ke lubang jendela. 

Hari menjelang petang di luar sana. Ella tidak bisa melihat jelas. Hingga terdengar jeritan keras tiba-tiba, disusul sebuah benda kembali mencium wajahnya keras sekali.

Buk!

Kali kedua itu, Ella terjengkang dan tubuhnya membentur lantai gudang dengan keras. Wajahnya pun terasa panas dan ... Gelap!

***

Sore itu, tampang Reno sudah seperti orang mau makan orang. Bersama Angga dan Dony, mereka sedang berada di belakang gudang sekolah. Wilayah kekuasaan mereka sejak kelas 10. Tempat untuk merokok dan melepas lelah, atau bolos jam pelajaran.

"Semua ini gara-gara cewek culun sialan yang entah datang dari mana! Tiba-tiba saja dia main tabrak lari pas giliranku unjuk gigi pagi tadi," curhat Reno meluapkan kekesalannya. "Gagal dah, aku dapat nilai dan dilibas sama Haikal!"

"Loh, bukannya ada beberapa ujian sebagai seleksinya?" cetus Dony.

"Iya, sih. Tapi, skorku tetap ketinggalan banyak gara-gara kesalahan fatal di awal itu!"

"Napsu amat jadi kapten? Kayak jadi murid sekolah benar aja! Hahaha!" timpal Angga lalu terpingkal.

Reno pun mendelik. Sedetik kemudian dia menyambar benda terdekat yang bisa diraih oleh tangannya, lalu menggebukkan kepada Angga.

"Brengsek! Enggak tau temen lagi emosi gini malah disiram garam!" sergah Reno asal ucap sambil terus menyerang sahabatnya itu.

"Aw! Ren, stop!" pekik Angga sambil melindungi kepalanya dengan kedua tangan. Tetapi dia tergelak lagi mendengar perkataan kacau Reno itu. "Luka kali yang disiram garam! Hahaha!"

Lalu sebuah buku tebal terjatuh dari tas yang dipegang Reno. Sebelum Reno sempat mengambilnya untuk memukulkan buku tebal itu, tangan Angga lebih dulu menyambar dan melemparkannya jauh-jauh.

Swiiiing ... Buk!

Buku itu melayang jauh melewati jendela gudang yang terbuka.

"Woi ... Bukuku itu! Ambil lagi!" protes Dony. Masa sudah kehilangan ponsel, sekarang kehilangan buku juga?

"Ogah!" seru Reno. "Bukan aku yang lempar. Tuh, suruh Angga tanggungjawab! Aku mau cabut! Ngelihat muka Angga bikin makin emosi!"

Reno benar-benar pergi. Membuat Dony dan Angga saling tatap, kemudian tawa keduanya meledak.

"Katanya emosi sama Haikal. Kok, sekarang jadi aku? Hei, Don ... tampangku emang sebelas-duabelas sama Haikal?"

"Maunya!" bantah Dony. 

Angga cengengesan.

"Sekarang buruan ambil bukuku!" perintah Dony.

Angga menatap ke arah perginya buku Dony. "Aneh ... Perasaan jendela belakang gudang itu biasanya tertutup? Kok, sekarang jadi kebuka, sih?" cetusnya tiba-tiba merinding.

"Enggak usah banyak alasan. Buruan ambil sana!" desak Dony sambil memungut ranselnya, lalu mengambil bola basket milik Reno yang ketinggalan dengan tangan kanannya.

Angga pun beranjak dan berjalan malas mendekati gudang. Tapi baru beberapa melangkah, bola matanya membulat ngeri. Menatap ke arah dalam jendela sana. Tiba-tiba menyembul sebuah kepala. Hah?!

"Hantuuu ...!" seru Angga.

Dony yang berjalan di belakang Angga ikut terkejut dan spontan menembakkan bola basket di tangan kanannya. Tembakan keras yang tidak akan meleset. Persis mengenai wajah si hantu!

Buk!

"Kabur, Don!"

***

(Bersambung)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status