Selesai memilih pakain, aku mengajak Cika untuk mampir di sebuah rumah makan di samping toko baju yang kami singgahi tadi.Kebetulan hari sudah siang, dan perutku sudah keroncongan minta di untuk di isi karena tadi pagi aku belum sarapan.Cika berjalan di samping ku sambil menteng beberapa kantong kresek yang berisi pakain yang tadi di beli, ku perhatikan dari tadi keluar toko baju sampai di rumah makan, Cika terlihat gelisah padahal makanan sudah ada di depan kami dan siap untuk di makan."Cik," panggil ku."Eh iya Kak," jawabnya murung."Kenapa?" tanyaku penasaran."Aku mau pulang," ucap Cika memelas."Iya, abis makan kita pulang," ucapku."Sekarang aja," kekeh Cika."Ini makanannya sayang udah ada di depan kamu," ucapku sambil melirik beberapa menu makanan."Ibu kasian belum makan juga pasti nungguin," ucapnya gelisah.Aku hampir lupa karena ke asikan belanja bareng Cika sampai tak inget sama Mbok Ayu, Mbok Ayu pasti nunggu Cika di rumah, padahal tadi dia izin pergi ke warung depan
Aku menutup mulutku dengan kedua tangan rapat-rapat ketika ketahuan sedang mentertawakan Adrian, dia langsung berjalan ke arahku dengan tampang datar."Kenapa, ada yang lucu?" Tanyanya sinis.Ku gelengkan kepalaku cepat."Gak usah di tutup segala, aku udah denger kamu ngetawain aku," ucapnya kesal."Siapa, juga yang ngetawain mas," sewotku."Lagian mas ngapain di sini, dan ngacak-ngacak dapur aku? " ucapku tak suka.Bukannya menjawab pertanyaan ku, Adrian malah tersenyum kikuk.Aku memutar mataku malas lalu berjalan melewatinya, untuk membersihkan dapur yang sudah dia berantakan."Gak usah," cegah Adrian saat melihatku hendak merapihkan dapur."Terus aku harus ngebiarin semuanya berantakan kaya gini," ketusku."Ngapain sih disini, pergi sana!" usirku."Aku mau buatin kamu makan malam," ucap Adrian pelan."Kalau gak bisa masak, gak usah," sindirku.Adrian menundukan dan memainkan kedua tangannya seperti anak kecil yang sedang di marahi oleh ibunya."Maaf," ucapnya parau."Sana pergi,"
Mataku terbuka perlahan, saat sinar matahari yang menembus jendela menganggu tidurku yang nyenyakTubuh ku terasa berat dan ternyata sebuah tangan kekar melingkar di pinggang rampingku, aku merapatkan pelukannya dan kembali memejamkan mata.Tiba-tiba aku tersadar sesuatu, Amar belum pulang, lalu siapa yang tidur denganku? aku membalikkan tubuhku untuk melihat siapa orang yang tengah tidur bersama ku sambil mememeluk dari belakang.Tubuhku kaku, mataku melebar, ternyata Adrian sedang tidur sambil memelukku dan dia tak mengenakan baju.Aku mendorong Adrian kasar, tapi tenagaku yang masih lemah tak cukup untuk mendorongnya malahan dia tak bergeser sedikit pun.Adrian menarikku paksa kedalam pelukannya, sehingga tubuhku dan Adrian berdekatan tanpa ada jarak sedikit pun."Morning Baby," ucap Adrian serak."Lepasin," teriak ku sambil memberontak.Tapi Adrian malah menindih tubuhku dengan kakinya yang membuat aku sulit untuk bergerak."Lepasin," teriaku marah."Diam Aruna, aku masih ngantuk,
"Kenapa Run? aku masih sah suami kamu dan aku gak akan pernah tanda tangani surat perceraian itu sampai kapan pun, ingat itu Aruna," tegas Adrian."Aku gak peduli! mau kamu setuju atau gak, aku akan tetap bercerai dengan kamu!" Kekeh ku."Lakukan apapun yang kamu mau Aruna, tapi aku tetap tak akan melepaskan kamu, apalagi untuk cowok seperti Amar," ucapnya tajam.Aku menggelkan kepala ku cepat, tak menyangka Adrian akan keras kepala seperti ini."Pergi Mas," Usirku."Aku gak mau Aruna," tolak Adrian.Aku menatap Adrian tajam, apa salahnya pergi dari sini dan biarkan aku sendirian, kehadiran dia di sini membuat hari ku jadi tak tenang."Kalau Mas gak mau pergi, aku yang bakal pergi," Ucapku sambil melangkah ke arah pintu."Oke aku pergi," putus Adrian masam."Yaudah silahkan pergi!" ucapku sarkas sambil membukakan pintu untuk Adrian pergi.Dengan sangat terpaksa Adrian melangkah pergi dari rumah ku, setelah Adrian ke luar, aku membanting pintu sehingga menimbulkan suara yang cukup nyar
"Kamu tau Run? Setelah kamu pergi hari itu, hidupku sangat hancur, gak ada harapan lagi untuk hidup, kamu alasan aku bertahan Run," ucapnya parau."Tapi aku sadar, aku gak bisa mengakhiri hidup ku sebelum kamu mendengar langsung penjelasan ku tentang kejadian di rumah kita dulu," seru adrian sambil menatapku.Aku balas menatapnya tanpa mengeluarkan suara sepatah katapun."Kehilangan kamu dan kehilangan calon anak kita yang ke tiga buat aku sangat frustasi," ucapnya pilu."Padahal aku sangat berharap bisa melihatnya tumbuh dewasa, memeluknya, bermain denganya dan melihatnya menikah dengan orang pilihannya," Adrian tersenyum kecil sambil mengahapus air mata yang keluar dari sudut matanya, terlihat dia juga menyimpan duka yang sangat dalam."Lalu kita akan hidup bersama sampai tua dan melihat anak kita sudah punya anak yang lucu-lucu ," ucapnya yang masih tersenyum sambil mengadahkan wajahnya ke atas menahan buliran air mata yang siap keluar kapan saja."Sangat indah yah tun harapan aku,
Sementara di ambang pintu, terlihat Amar dengan sorot mata marah dan kecewa melihat Adrian dan Aruna sedang bercumbu mesra di atas sofa.Ciuman Adrian yang turun pada payudara Aruna, serta mata Aruna yang terpejam dan desahan yang keluar dari mulut Aruna, yang menikmati setiap sentuhan Adrian pada tubuhnya.Membuat Amar menggertakan giginya, tanganya mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar, matanya menyala menahan marah."Tak menyangka Aruna akan melakukan ini terhadap ku, padahal aku hanya pergi beberapa hari! pantas sebelum aku pergi, aku sangat ragu meninggalkan Aruna sendirian, ternyata ini jawaban atas keraguan ku kemarin," batin Amar."Aruna," teriak Amar sambil berjalan ke arah mereka berdua dan memisahkan mereka secara paksa.Pupil mata Aruna melebar saat melihat Amar kini berdiri di hadapanya dengan wajah yang memerah, ia menggigit bibir bawahnya dan langsung berdiri sambil mengancingi pakainya yang sudah terbuka karena ulah Adrian."A Amar aku bisa jelasin," ucapku gelagapa
Aku termenung, pandangaku kosong ke depan, setelah menangis beberapa jam yang lalu posisiku masih belum berubah, masih duduk di lantai dengan kening yang masih terluka dan darahnya yang mengering.Padahal hari sudah malam, keadaan sekitarku gelap karena lampu yang belum ku nyalakan, hanya cahaya bulan dan televisi yang menerangi, rasanya tak ada gairah untuk hidup, bahkan untuk bangun pun rasanya malas.Mata ku sembab, hidupku memerah di ujungnya, rambutku acak-acakan, keadaan ku saat ini benar-benar sangat kacau,Aku berdiri dengan tertatih-tatih, menutup pintu dan menyalakan lampu luar dan ruang tamu, sementara ruangan lain tak ku nyalakan, aku berjalan mendekat ke arah televisi mencari buku yang tadi Adrian lempar.Tapi buku itu tak ada di tempatnya seperti terakhir kali aku lihat, aku mengehela nafas lelah, " pasti di ambil oleh Adrian," pikirku.Entah apa isi dari buku itu sehingga Mbok Ayu dan Adrian mengambilnya dariku, apa yang tengah mereka sembunyikan sebenarnya.Tubuhku lem
Aku tengah memperhatikan Amar yang sedang membereskan piring dan gelas bekas makan kita berdua, senyum ku terus mengembang meskipun pusing pada kepalaku dan tubuhku yang masih menggigil sama sekalin tak ku hiraukan.Lihatlah Amar sekarang yang sedang mencuci piring, membuatnya berkali lipat lebih tampan, terlihat seperti cowok yang penuh tanggung jawab dan perhatian.Aku melihatnya tanpa berkedip, sangat bersyukur Amar kembali lagi, ketika kemarin aku berpikir dia akan pergi meninggalkan ku dan tak akan pernah kembali tapi semua pikiran ku salah nyatanya sekarang dia ada di sini."Kenapa sih ngeliatin aku kaya gitu?" tanya Amar yang telah selesai mencuci piring."A Amar ganteng banget sih" ucapku keceplosan."Yah emang aku ganteng," ucapnya narsis sambil merapihkan rambutnya ke belakang."Gimana kalau kaya gini makin ganteng gak?" tanya Amar sambil memperagakan kaya model papan atas.Aku mendengus melihat Amar yang kini sedang berpose, "Sok kegantengan banget sih," dumel ku."Gak! A A