LOGINPelukan Galen mengerat ketika Levana seakan terusik dalam tidurnya. Malam sudah larut, tetapi Galen lagi-lagi tak mampu memejamkan matanya. Ada banyak hal yang dipikirkan dan salah satunya adalah tentang perubahan sikap ayahnya.Ia percaya kalau ayahnya memang benar-benar sudah berubah, tetapi itu tak serta merta membuatnya merasa tenang. Entah bagaimana reaksi ibunya nanti saat sang ayah memutuskan untuk berdamai dengannya.Keesokan harinya, pagi sekali, bel pintu rumah terdengar. Masih pukul setengah tujuh dan di lantai satu disibukkan oleh kegiatan para asisten rumah tangga. Aroma makanan sudah tercium sampai keluar rumah.“Bapak Fajar.” Pintu terbuka dan Bibi terkejut atas kedatangan ayah Galen tersebut. “Mari silakan, Pak.”Fajar hanya mengulas senyum tipis sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Tatapannya mengitari ruangan dan atmosfernya masih sama seperti sebelumnya. Fajar dulu sesekali juga datang ke rumah tersebut.“Bapak mau dibuatkan kopi atau teh?” tanya Bibi
Dokter bilang kandungan Levana tidak ada masalah. Semua baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pingsannya Levana tidak memengaruhi janin yang ada di kandungannya. Bisa jadi itu karena mau masakan yang terlalu kuat sehingga membuat Levana akhirnya menyerah dan tumbang.Oleh karena itu, untuk sementara waktu dia tak perlu bisa mencium aroma-aroma makanan yang medok. Dia harus menghindari hal-hal yang membuatnya mual. Sepertinya calon bayinya ini sedikit manja.“Tolong Papa nggak membocorkan tentang kehamilan Levana kepada Mama,” pinta Galen kepada sang ayah.Lelaki paruh baya itu benar-benar mengikuti Galen dan Levana pergi ke rumah sakit. Entah apa yang ada di pikiran Fajar, tetapi dia bahkan sejak tadi hanya diam setelah melihat janin yang ada di dalam perut sang menantu. Perempuan itu sungguh hamil adik Birru dan itu tentu mengejutkannya.“Aku hanya ingin melindungi istri dan anakku.”Bagi Galen, semakin sedikit yang tahu Levana hamil, maka dia mampu meminimalisir ras
Galen dikejutkan dengan telepon dari sang ayah yang memintanya untuk bertemu. Entah apa yang ingin dibicarakan oleh lelaki itu, tetapi Fajar bahkan tidak mempermasalahkan jika mereka bertemu di Mama Food.Maka di sinilah mereka sekarang. Duduk berhadapan di rooftop Mama Food karena kebetulan mereka bertemu di sore hari.“Sepenting apa pembicaraan ini sampai Papa mau bertemu denganku?” Galen memulai lebih dulu karena dihinggapi rasa penasaran yang begitu tinggi.Ayahnya adalah pemilik ego yang tinggi seperti halnya dirinya. Namun, kali ini Fajar tampak sedikit meruntuhkan egonya untuk bertemu dengannya lebih dulu.“Apa yang pernah terjadi antara Birru dan Sisil?” Tak perlu intermezzo untuk mengutarakan hal yang tidak penting. Fajar langsung menembakkan pertanyaan yang menjadi tujuannya menemui putranya.Galen mengernyit. Mencoba menggodok pertanyaan sang ayah yang baginya terdengar ambigu. Apa yang pernah terjadi dengan Birru dan Sisil? Pertanyaan itu menunjukkan jika Fajar tahu sesuat
Baik Galen atau Levana melupakan satu hal penting terkait kehamilannya. Dia tak mengingatkan Birru agar tidak menceritakan kepada siapa pun tentang kehamilan tersebut. Tidak bermaksud menyembunyikan, hanya berusaha melindungi untuk melindungi sesuatu yang tidak diinginkan.Birru yang hari ini bertemu dengan kakeknya, tiba-tiba saja dia mengatakan dengan bangga kepada lelaki itu jika sebentar lagi dia akan menjadi seorang kakak.“Kakek tahu nggak? Mas Birru sebentar lagi akan punya adek.”Selama ini, pelan-pelan Fajar mencoba mendekati Birru meskipun dia belum mengatakan jika sebenarnya dia adalah kakek kandung bocah itu. Pertemuan di sekolah Birru pun tidak terjadi drama karena Dante sudah diberikan izin kepada Galen untuk mempertemukan Birru dengan kakeknya.Reaksi yang diberikan oleh Fajar tentu saja terkejut ketika dia mendapatkan informasi tersebut. Mereka kini ada di sebuah kafe tak jauh dari sekolah Birru untuk membeli es krim dengan banyak topping. Lalu Birru tiba-tiba saja ber
Levana tahu ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Dia tak seperti biasanya yang bisa aktif ke sana-kemari. Akhir-akhir ini dia merasa cepat lelah dan sesekali kepalanya pusing tanpa sebab. Levana selalu menjaga kesehatannya. Dia makan teratur dan vitamin pun tak pernah lupa dia minum.Maka dari itu, dia mencari jawaban atas keanehan tersebut. Tamu bulanannya sudah telat dua minggu dan dia masih berpikir positif jika itu adalah hal yang wajar meskipun dia tak pernah mengalaminya.Dugaannya pun benar. Levana positif hamil. Alat yang ada di tangannya itu menunjukkan garis dua menandakan ada janin yang tengah tumbuh di dalam perutnya.“Yang!” Galen menggedor pintu kamar mandi dengan pelan. “Masih lama?” tanyanya memastikan keadaan istrinya.Ngomong-ngomong, mereka benar-benar sudah pindah di rumah lama mereka. Birru langsung jatuh hati dengan rumah tersebut karena memiliki kolam renang di dalamnya. Levana pun akhirnya tidak bisa menolak ketika Birru menyutujui permintaan ayahnya.Selain i
“Aku nggak paham kenapa Papa tiba-tiba berubah begini.” Retno menanggapinya setelah itu. “Apa yang sudah meracuni pikiran Papa sampai berubah secepat ini.”“Karena aku sadar kita tidak bisa selamanya seperti ini.” Fajar tidak ingin berdebat dengan suara meninggi. Dia hanya ingin meluruskan pemikiran salahnya dan mengajak istrinya ikut serta. “Terlebih lagi, Birru adalah cucu yang seharusnya berada di tengah-tengah kita. Bukan Keyla.”“Dan Papa ingin menjauh dari Keyla? Papa tidak ingin lagi mengakuinya sebagai cucu?”“Keyla tidak bersalah dan tidak seharusnya dia kita libatkan. Dia tetap akan menjadi cucu untuk kita. Tapi, aku ingin Birru mengenalku sebagai kakeknya. Bukan orang luar yang hanya numpang lewat dalam hidupnya.”Setelah kejadian layangan hari itu, Fajar tidak lagi muncul di depan Birru. Dia tetap melihat sosoknya dari kejauhan, dan hanya memandangnya di balik kaca mobil. Sembari dia terus berpikir dan membuka kembali lembaran usang tentang perlakuannya kepada Galen dan is







