Presley kembali menatap foto-foto yang sekarang berserakan di atas tempat tidur dengan seksama. Mengabaikan tusukan menyakitkan yang menghujam jantungnya. Presley menarik napas dalam-dalam. Dia harus mencari tahu, hanya ini satu-satunya cara agar dia bisa tenang dan bisa membuat keputusan.Presley mengambil jubah tidurnya dan bersiap keluar. Tidak adanya penghuni selain mereka bertiga sedikitnya membuat Presley merasa ingin segera keluar dari tempat ini. Dia mungkin akan melakukannya jika apa yang selama ini dikatakan Ariston benar.Presley menyusuri koridor demi koridor yang memanjang di sepanjang lantai satu penthouse milik Ariston, menaiki tangga melengkung yang dilapisi karpet merah berbahan sutra dengan langkah besar. Begitu berada di depan lift, Presley bergegas memasukinya. Dia harus mencari tahu kebenarannya dan hanya satu orang yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.Presley menunggu pintu lift terbuka. Mendadak keraguan melandanya. Mungkin ini keputusan yang buruk? Belum sele
“Malam ini aku akan menjadikanmu milikmu.”Kata-kata itu berhasil membuat Presley lemah, merasa berharga karena untuk pertama kalinya dia merasa diinginkan oleh seseorang. Presley gemetar di seluruh tubuh saat merasakan tangan Ariston menjelajah di seluruh tubuhnya, menyusup ke balik baju tidurnya.“Kau berbeda dari wanita lainnya, Presley.”Kalimat itu berhasil menyentak kesadaran Presley, menariknya dari gelembung gairah yang sempat menguasainya. Dia pulih dalam sekejap. Presley berusaha melepaskan diri dari kungkungan Ariston. Harusnya dia sadar, harusnya dia tahu, bagi Ariston semua wanita sama, hanya selingan pemuas nafsu yang bisa dibuang kapan pun dia merasa bosan. Kenyataan pahit ini mengirimkan rasa sakit pada ulu hatinya.“Tidak!” bisiknya susah payah.Ariston yang tidak menyadari pemberontakan Presley kembali melanjutkna serangannya. Mulutnya bergerilya di cekukan leher Presley.“TIDAK!” teriak Presley dan kali ini mendorong Ariston sampai laki-laki itu terhuyung. Presley s
Damn it!” Ariston mengeluarkan rentetan sumpah serapah yang pasti membuat siapa pun yang mendengarnya melengkungkan alisnya.“Coba ulangi sekali lagi!” perintahnya dingin menatap bawahannya yang gemetar di bawah tatapan kemarahannya.“Maaf, Tuan. Dia berhasil mengelabui kami.”“Dan kau juga mengatakan kalau dia berhasil membawa uang sebesar 50 juta Euro?”Bawahan Ariston berlutut begitu mendengar ucapan dinginnya.“Di-dia mengenali tempat itu dengan baik. Ka-kami sudah—“Sayangnya, Ariston tidak butuh alasan. Pukulan tangannya melayang menghantam wajah bawahannya sebelum pria berjas hitam itu sempat menyelesaikan kalimatnya.“Bodoh! Kau pikir kenapa aku mau membayar kalian dengan mahal? Untuk pertunjukan kebodohan?” desisnya tajam. Ariston kembali menatap bawahannya.“Aku tidak peduli dengan uang yang dia bawa, tapi kau tahu apa akibat dari perbuatanmu, sialan?” geram Ariston. Kembali dia melayangkan pukulan. Kali ini tangannya yang terkepal kuat menghantam perut bawahannya.Suasan me
Presley benci pesta. Atau setidaknya keramaian. Muak melihat wajah-wajah palsu dan juga obrolan yang pastinya membosankan. Presley terbiasa melihat hal itu saat bekerja sebagai pelayan, dan hari ini dia akan kembali melihatnya meski bukan dari kaca mata pelayan, tapi salah satu tamu VVIP yang pasti akan menarik perhatian seluruh para tamu.Presley mengerang, ingin melarikan diri, tapi tahu tidak ada tempat yang aman baginya saat ini mengingat awak media sudah mengeksos wajahnya di setiap halaman depan majalah gosip.“Baiklah, mari lewati malam ini dengan tenang dan pulang secepatnya.” Namun, Presley sadar hal itu tidak mungkin terjadi.Presley menatap pantulan bayangannya lewat cermin full body di kamarnya. Red glitter prom gown dengan tali spageti ini membalut tubuh rampingnya dengan sempurna. Meski bahu dan punggungnya terekspos, Presley menutupinya dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai dan diberikan sedikit sentuhan agar terlihat bergelombang.Yakin penampilannya sudah s
“Come sta, Ariston? Mi manchi,” sapa si gadis super model genit.“Sto bene grazie, e tu?”“Benissimo!”Presley menganga, menatap Ariston dan wanita super model di hadapannya seolah mereka bukan penduduk bumi. Apa mereka sengaja berbicara dalam bahasa yang tidak dia mengerti? Presley mendengus. Jika tujuan mereka untuk mengintimidasinya maka harus dia katakan kalau mereka berhasil.Presley memilih menjauh dan mencari tempatnya sendiri. Meski dia tidak menyukai tempat mengintimidasi ini, tapi dia bisa melewatinya tanpa mempermalukan dirinya sendiri.“Dasar bajingan. Dia sengaja mengajakku ke tempat ini untuk menyiksaku,” geram Presley. Gaun panjangnya yang memiliki belahan nyaris sampai ke ujung paha memberinya kemudahan saat berjalan dengan langkah lebar.Presley duduk di salah satu meja yang kosong dan langsung meneguk minuman yang di tawarkan pelayan padanya.“Aku tidak mau pulang dengan wanita mabuk.”Presley mendongak, mengernyit saat melihat Ariston duduk di sampingnya.“Apa yang
Saat-saat terdesak selalu membutuhkan tindakan nekad.Itulah yang dilakukan Presley saat ini.“Sepuluh juta Euro.”Efek dari kalimatnya sungguh membuat Presley yakin kalau dia baru saja berhasil menjatuhkan bom. Semua orang menatapnya tanpa berkedip, si pemandu acara di sampingnya bahkan membuka mulutnya sangat lebar karena terlalu terkejut.Presley meringis. Mungkin dia keterlaluan?“Waw, sumbangan yang murah hati sekali.”Si pemandu acara pulih dengan cepat dan untuk menunjukkan kesopanan bukannya kejengkelan dia bertepuk tangan yang langsung diikuti oleh semua tamu. Mendadak suasana yang sebelumnya mencekam kembali mencair.“Apa ini kesepakatan bersama atau Anda ….”Pemandu acara sengaja membiarkan kalimatnya menggantung dan Presley yang tahu maksud dibalik pertanyaan itu hanya bisa tersenyum.“Ariston snagat mencintaiku. Dia menyerahkan semua keputusan padaku, termasuk sumbangan yang akan kami berikan, bukan begitu Ariston?”Semua kepala bergerak memandang satu-satunya sosok yang
Presley menatap langit-langit kamar tempatnya berbaring dengan perasaan hancur. Rasa jijik pada diri sendiri membuatnya ingin menghancurkan diri. Air matanya luruh tanpa bisa dicegah.Maafkan aku Eva, sungguh maafkan aku.Presley menatap wajah tertidur Ariston. Tidak ada keangkuhan di wajah itu. Wajah Ariston begitu tenang, tidak ada kemarahan seperti yang selalu dia lihat setiap hari. Kejadian malam ini tidak akan terulang lagi, janji Presley pada dirinya sendiri. Mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya, perlahan Presley melepaskan belitan tangan Ariston di perutnya, menjaga agar pria itu tidak terbangun.Kamar tidur Ariston luas dan mewah dengan sentuhan elegan. Headboard di tempat tidur, sofa, kursi ottoman, lampu gantung. Semuanya seolah meneriakkan kemewahan tak terhitung. Namun yang membuat siapa pun iri adalah pemandangan disekeliling kamar ini. Jendela kaca besar dan juga lebar yang mengelilingi kamar ini langsung menyuguhkan pemandangan laut lepas yang begitu indah. Presle
“Hai, apa kabar?” Presley tersenyum, menatap pusara adiknya dengan mata berkaca-kaca. Tangannya yang gemetar menyentuh makam adiknya penuh rindu dan tanpa bisa dicegah rasa sakit familiar yang sekarang sering kali menemani hari-harinya kembali menggerogotinya dengan kejam.“Aku merindukanmu,” bisiknya serak, dengan kasar menghapus air mata yang tumpah dengan punggung tangannya.“Aku tidak percaya, Eva. Aku tidak percaya kalau kau seburuk itu, Ariston pasti salah. Katakan kalau dia salah. Kau adikku yang baik yang selalu tersenyum dengan semua kesulitan yang kita hadapi bukan?” bisiknya pedih. Presley mendaratkan keningnya di atas makam adiknya.“Apa yang harus kulakukan sekarang, Eva? Laki-laki itu begitu kejam dan dingin. Bagaimana bisa kau .…” Presley tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Dia hanya terus menangis dan menangis. Meluapkan semua sesak yang menggumpal dalam dadanya. Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana jika Ariston benar? Dan bagaimana jika pria itu ternyata salah? Sit