Pukul tujuh pagi Mas Rama masih terlelap, entah berapa ronde yang ia lakukan dengan Mbak Wati semalam hingga jam segini Ia belum tersadar. Aku merasa suntuk, lalu berjalan keluar menuju halaman depan rumah, diujung pagar ada beberapa pengawal Ibu yang sedang duduk di pos penjagaan. "Bang, saya dapat informasi kalau ada pemuda yang datang menginap beberapa hari di salah satu penginapan. Katanya saat ini pemuda itu menghilang, tak ada di penginapannya. Apakah mungkin penyusup yang masuk dalam gudang perkebunan, pemuda itu?" ucap salah satu penjaga.Dari kejauhan aku masih bisa mendengar salah satu pengawal Ibu berbicara dengan Edy di pos penjagaan itu. Sekarang dadaku mulai berdebar, apakah mungkin yang mereka maksud itu adalah Kak Dimas?"Bisa jadi, karena warga disini tidak ada yang berani masuk ke gudang itu tanpa izin dan bisa jadi orang yang menyusup ke rumah ini lewat pintu belakang kemarin adalah dia," sahut Edy."Apa kamu tahu siapa nama pemuda itu?" tanya Edy lagi.Aku menela
Sebenarnya untuk apa Ibu menyimpan flashdisk yang berisi video ini? Apakah mereka sengaja merekam adegan-adegan tak pantas kami lalu video itu akan mereka jual?Keterlaluan !Tapi, kenapa harus aku?!Dengan tangan bergetar aku mematikan kembali laptop Ibu, lalu segera mengambil flashdisk yang menayangkan adegan ranjangku dengan Mas Rama yang tertancap pada laptop itu dan beberapa flashdisk lainnya, ini semua akan aku jadikan barang bukti suatu hari nanti. Dengan segera aku berjalan menuju lemari lain. Namun, aku tidak menemukan bukti apa-apa lagi, didalam sana hanya ada beberapa laci yang tak bisa kubuka karena terkunci rapat. Dalam salah satu laci aku menemukan sebuah belati yang begitu tajam, aku pun mengambilnya siapa tahu, suatu saat nanti benda itu akan berguna untukku.Lalu aku bergegas keluar dengan hati yang kacau, aku tak terima tubuhku dipertontonkan banyak orang, aku benar-benar sudah tidak tahan berada dalam keluarga ini.Ku buka pintu dengan perlahan sembari celingukan d
Perasaanku mendadak cemas, entah kemana Mbak Wati saat ini. Dia meninggalkanku sendirian di halaman belakang dengan mayat Edy dan kuburan yang ada didepan mataku.Tiba-tiba lampu besar didekat pintu dapur mendadak mati lalu dari pintu itu Mbak Wati keluar dengan membawa dua buah cangkul."Ayo Nona, kita gali kuburan ini."Hanya pencahayaan dari sinar rembulan yang cenderung gelap menambah kesan ngeri, memegang cangkul untuk pertama kalinya aku menghantamkannya ke tanah dengan sekuat tenaga. Mbak Wati menggali di ujung kanan sementara aku menggali di ujung kiri. Entah kekuatan dari mana tenagaku rasanya tidak ada habisnya."Ayo Nona, kita harus cepat sebelum ada penjaga lain yang datang kemari," ucap Mbak Wati dengan nafas ngos-ngosan.Keringat yang sudah membasahi wajah dan tubuhku sengaja tak kuhiraukan. Kami pun terus mencangkul tanah itu dengan kecepatan tinggi. Beruntung kami tidak terlalu kesulitan untuk mencangkul tanah ini, karena tanah ini sudah pernah digali orang lain sebelu
Aku berlari cepat menuju lemari pakaian Mbak Wati, beruntung sekali lemari itu cukup luas sehingga aku bisa masuk kedalamnya untuk bersembunyi."Wati sayang... Abang datang," ucap penjaga itu."Kemana sih si Wati?" Langkah kaki terdengar masuk ke dalam kamar ini. Aku mengintip dari celah pintu lemari, terlihat ada seorang penjaga Ibu yang sedang duduk di atas ranjang milik Mbak Wati."Apa lagi di kamar mandi? Emm, tunggu disini aja deh," ujarnya lagi.Padahal aku sudah lelah dan ingin membaringkan tubuh, tetapi sialnya aku malah terjebak didalam sini gara-gara lelaki itu.Hampir setengah jam aku berdiri di dalam lemari kamar ini, hingga akhirnya pintu dibuka dan sudah pasti itu Mbak Wati."Kemana aja sih kamu, Ti? Lama banget, abang udah nungguin dari tadi disini," ucap pria itu jengkel."Ehh... Bang Bobi. Saya habis dari kamar mandi," jawab Mbak Wati."Ya udah sini dong, Abang kepengen nih," Menjijikkan sekali mendengar ucapan pria itu, ternyata Mbak Wati tidak berbohong semua lelak
Pukul sembilan pagi Ibu, Mas Rama dan Bang Reza pulang, aku menyambutnya di ruang tamu dengan senyum yang dibuat-buat.Setelah itu kami semua duduk di ruang tamu. Salah satu penjaga Ibu datang melapor pada Ibu, jika sejak semalam Edy menghilang."Apa kamu sudah mencoba menghubunginya?" tanya Ibu matanya yang masih fokus menatap layar ponselnya,"Ponselnya ada di pos, Nyonya. Saat Bang Edy keluar dia tidak membawa ponsel,"Ibu berdecak kesal lalu menatap Mas Rama meminta solusi."Kita tunggu saja dulu, siapa tahu dia pergi karena ada keadaan darurat dan belum sempat bilang pada kalian," ucap Mas Rama."Tapi terakhir Bang Edy terlihat saat ia ingin mengecek ke dalam rumah ini Tuan, Nyonya. Setelah itu, dia menghilang sampai sekarang," ujar penjaga itu.Ibu dan dua anaknya bersi pandang lalu menatap wajah penjaga bernama Surya itu dengan penuh tanya."Jadi maksudmu Edy menghilang di dalam rumah ini?" tanya Ibu."Apa kamu sudah mencoba mencari di setiap sudut rumah ini?" timpal Bang Reza
Apa yang harus kulakukan sekarang? Selama menjadi menantu Ibu aku belum mengetahui jika ada CCTV yang mengawasi.Kini semua penjaga, Ibu dan dua anaknya turun kelantai bawah menuju pos penjagaan, sementara aku berjalan ke dapur menemui Mbak Wati."Mbak, gawat..."Aku menghampirinya dengan panik, sebentar lagi mereka akan tahu jika akulah yang masuk ke dalam kamar Ibu dan aku juga yang sudah melenyapkan Edy."Ada apa, Nona. Tenanglah?" Tanya Mbak Wati dengan tatapan khawatir."Mbak, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah tidak bisa berpikir jernih saat ini, apa aku harus melarikan diri sekarang? Mereka sedang mengecek rekaman CCTV, tamatlah riwayatku Mbak," ucapku panik."CCTV?" Mbak Wati malah mengulangi kata itu dengan tatapan bingung."Iya, Mbak. Kenapa Mbak Wati tidak bilang kalau di rumah ini ada CCTV? Kalau sampai kamera itu merekam adegan pembunuhan semalam bagaimana, hah?" Mataku menatap tajam pada Mbak Wati."Iya Nona. Di rumah ini memang ada CCTV, tapi ka
Kak Dimas seperti terkejut saat mendengar ucapanku. Sama halnya denganku aku pun juga terkejut sekaligus tak menyangka mereka melakukan itu."Iya Kak, coba kakak pikir untuk apa mereka melakukan hal itu, memalukan saja. Sekarang Ibu terlihat panik setelah menyadari beberapa flashdisk miliknya hilang," Hening, tak ada jawaban dari Kak Dimas sepertinya ia sedang berpikir."Emmm... Maafin Kakak ya Rah, semalam Kakak tidak mengintai keluarga suamimu itu. Kakak sibuk mengambil barang-barang Kakak yang tertinggal di penginapan kemarin. Tetapi Kakak janji setelah ini kakak tidak akan lengah lagi," ucap Kak Dimas."Iya Kak, tidak apa-apa. Sekarang kakak akan tinggal dimana?" "Kakak sudah memutuskan untuk tinggal di rumah Bu Yanti, aku juga sudah bilang pada Mama jika kakak akan menginap disini selama satu bulan ke depan. Yaa, walaupun jauh tetapi kakak rasa tempat ini cukup aman karena berada jauh dari rumah mertuamu, Rah.""Iya Kak. Tetapi kakak harus jaga diri disana ya,""Kamu tenang saj
"Tetapi Nona tenang saja, saya tidak menaburkan obat tidur itu ke dalam minumanmu. Nona hanya perlu berpura-pura tertidur dan diam saja saat dibawa pergi. Selanjutnya Nona harus mengambil tindakan, untuk mendapatkan barang bukti atau informasi lain." ucap Mbak Wati begitu lirih.Segera kukirimkan pesan pada Kak Dimas tentang ucapan Mbak Wati barusan.(Baiklah, Rah. Ikuti saja permainan mereka) balas Kak Dimas.Dengan perasaan gamang aku menghapus riwayat pesan ini.'Aku harus berani agar semua rahasia kejahatan mereka segera terungkap, aku tidak boleh takut apalagi lemah dan menyerah begitu saja,' batinku menyemangati diri sendiri.Sebelum pergi aku menatap wajah Mbak Wati sambil mengangguk perlahan, menyakinkan dia bahwa semuanya akan baik-baik saja."Ini, diminum dulu minumannya, Rah." ucap Mas Rama menyerahkan gelas minuman itu padaku."Iya Mas. terimakasih."Aku pun meneguk minuman itu hingga tersisa setengah. "Dihabisin dong, sayang,"Aku hanya tersenyum lalu meminum minuman itu