(Pov Wati)Hari bahagiaku telah tiba. Ya, hari ini adalah hari bahagiaku bersama Dimas. Aku telah melewati masa-masa sulit tidur menjelang pernikahanku ini.Di sebuah gedung mewah pernikahan aku dan Dimas pun di langsungkan. Banyak tamu undangan yang hadir menjadi saksi kisah cinta kami berdua.Aku lihat Dimas, calon suamiku itu menitikkan air matanya ketika Sarah dan para bridesmaids menggandeng diriku menghampiri meja akad nikah. Dimana sudah ada seorang penghulu yang tengah duduk dengan manis disana dan ada dua orang saksi pernikahanku yang tidak ada satu pun dari mereka yang aku kenali."Sarah, apa Mbak sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan Mbak, Rah!" tanyaku pada Sarah yang tetap berjalan menggandeng tanganku.Aku begitu bahagia melihat dekorasi ballroom hotel yang begitu indah dengan hiasan berbagai jenis bunga-bunga yang indah. Bahagia dan terharu itulah yang bisa aku gambarkan tentang perasaanku hari ini."Tidak Mbak, kamu tidak sedang bermimpi. Lihatlah di sana ada Kak
(POV Sarah)Sejak satu bulan yang lalu Kak Dimas sudah bisa berjalan dengan normal, dan hari ini pula ia akan melaksanakan pernikahannya dengan Mbak Wati.Dengan uang tabungan Kak Dimas, pernikahan Kak Dimas dan Mbak Wati yang lumayan megah ini dilaksanakan disebuah gedung luas."Sah?""Sah!"Para saksi dan tamu undangan tersenyum bahagia, seketika rasa haru menyeruak apalagi pernikahan ini tidak dihadiri oleh kedua orang tua. Pada saat prosesi sungkeman pun Kak Dimas dan Mbak Wati hanya memelukku dan Kevin untuk meminta doa restu karena memang hanya kami yang merupakan saudaranya."Doakan Mbak dan Kakakmu ya, Sarah.""Iya Mbak, tolong terima Kakakku apa adanya ya, semoga kalian bahagia."Resepsi pernikahan akan dilaksanakan hari ini juga setelah dua atau tiga jam akad nikah. Dua gaun indah berbentuk mermaid dengan ekor yang panjang telah dipersiapkan. Silvia juga hadir, ia terlihat bahagia saat melihat mantan kekasihnya mengucapkan ijab kabul meskipun dengan orang lain.Mbak Wati ta
Sudah seminggu Aku dan Mas Rama pindah ke kerumah Ibu mertua. Karena merasa kesepian aku memutuskan untuk berkeliling disekitar rumah, saat melewati pintu yang kurasa ini adalah gudang aku mendengar suara tangisan bayi."Sarah, sini! kamu ngapain disitu?" tanya Ibu mengagetkanku.Segera aku berjalan mendekati Ibu."Lain kali kamu jangan main diarea belakang rumah ya, dan jangan masuk ke dalam gudang," tambah Ibu.Dapat dikatakan wajah sang ibu mertua amat cantik. Di usianya yang tak lagi muda, dia masih terlihat sangat segar dan memesona, terlihat sekali kalau dia merawat diri dengan baik."Berkeliling Bu, tadi Sarah bosan di kamar. Memangnya dibelakang, ada apa Bu?" tanyaku."Takut ada ular, udah kamu jangan banyak tanya!" ucap Ibu pergi meninggalkanku, padahal dari dalam gudang itu aku sangat jelas mendengar suara bayi menangis.Rasa penasaran yang membuncah aku pun kembali memastikan keadaan, beruntung sekali tak kulihat Ibu di rumah ini, suamiku dan Bang Reza belum pulang dari perk
Aku duduk tercenung di kursi meja makan sembari memikirkan ucapan Mas Rama dan Mang Ujang tadi yang hampir bertolak belakang. Tak berselang lama Ibu turun dari lantai atas lalu duduk di seberangku."Wati..." teriak Ibu memanggil Mbak Wati yang ada di halaman belakang."Iya Nyonya, ada apa?" tanya Mbak Wati yang baru saja datang."Buatin saya teh manis hangat ya,""Baik Nyonya.""Sarah, kamu harus banyak gerak ya, untuk melancarkan persalinan. Kalau Ibu dulu sering ngepel sambil jongkok, kamu juga harus gitu, jangan diam saja ya!" ucap Ibu Mertua.Semenjak aku dan Mas Rama pindah kesini, Ibu Mertua memang begitu perhatian. Terutama pada calon bayi kami."Tehnya Nyonya," ucap Mbak Wati sembari meletakkan secangkir teh di hadapan Ibu.Ibu mengangguk, lalu Mbak Wati kembali ke halaman belakang melanjutkan pekerjaannya."Iya Bu, Sarah juga sering ikut senam hamil kok,""Nah, bagus itu. Hari ini Ibu ada urusan, kalau mau makan siang nanti bilang saja sama Mbak Wati mau makan apa ya, biar dib
"Gimana Jang? Apa kamu menemukan seseorang yang masuk kesini?!" tanya Ibu.Rasanya jantungku berdetak sangat kencang. Aku hanya berdiri mematung menatap Mang Ujang dengan mata melotot."Tidak ada, Nyonya!" jawab Mang Ujang sembari menutup pintu lemari."Lalu siapa yang berani membuka pintu gudang ini tanpa perintahku, hah?""Maaf Nyonya, ta-di sa-ya yang buka," ucap Mbak Wati terbata.Akhirnya aku bisa bernafas lega, Mang Ujang dan Mbak Wati sudah menjadi penyelamatku kali ini. Tetapi, mengapa mereka melakukan itu?"Apaa? Kamu ngapain masuk kedalam gudang!? Apa aku menyuruhmu hah!?" bentak Ibu.Ibu berteriak sangat lantang membuat tubuhku gemetar dan keringat bercucuran. Tak kusangka wanita yang selalu berlaku baik dan lemah lembut kepadaku itu memiliki kepribadian yang tegas dan pemarah. "Maaf Nyonya, tadi perempuan itu berteriak sangat kencang. Saya terpaksa masuk dan menenangkannya. Tetapi tiba-tiba Non Sarah memanggil, karena saya takut dia datang kemari jadi saya buru-buru menemu
"Wahh, ayamnya habis Rah. Kok nasinya nggak dihabisin?"Aku tersentak mendengar suara Ibu yang datang secara tiba-tiba. Aku harus mengatur ekspresi agar terlihat biasa saja."Iya Bu, abisnya ayamnya enak bumbunya juga meresap. Kalau aku habisin nasinya takutnya nanti ayamnya malah nggak habis jadi nasinya aku sisain setengah deh,"Ibu terkekeh sambil duduk dihadapanku."Iya juga sih Rah. Hamil tua emang bawaannya pengen makan terus tetapi belum tentu juga kitanya kuat makan banyak,"Mungkin aku akan menjadi menantu paling bahagia jika tak menemukan hal-hal aneh di rumah ini. Sekarang aku malah merasa was-was atas semua kebaikan Ibu padaku."Ibu dulu juga gitu loh! Apalagi waktu hamil Rama. Berat badan Ibu sampe naik lima belas kilo lebih,""Pasti gede banget ya Bu. Gak kebayang. Aku aja yang naik sepuluh kilo, sering ngerasa sesak,""Iya Rah. Udah pasti kalau merasa sesak tuh, mau gerak aja susah," jawab Ibu menatapku tersenyum.Entahlah aku merasa kalau tatapan Ibu selalu berubah-ubah
Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat jelas Ibu, Mas Rama dan Bang Reza juga ikut pergi menggunakan mobil fortuner termasuk Mang Ujang.Dengan nafas yang tak beraturan aku kembali duduk di tepi ranjang dan merenungi apa yang aku lihat tadi.Seseorang yang dibawa orang suruhan Ibu itu pasti wanita yang berteriak dari dalam gudang. Dan bayi itu adalah bayi yang kudengar tangisannya waktu itu.Untuk apa Ibu, Mas Rama dan semuanya menyembunyikan hal ini dariku? Siapa wanita itu? Lalu kenapa ia harus dikurung didalam gudang?Rasanya kepalaku mau pecah memikirkan kejadian ini semua. Ingin sekali aku memanggil Mbak Wati kemari untuk menceritakan semuanya padaku saat ini.Tetapi aku tak ingin gegabah, pasti ada sesuatu rahasia besar yang disembunyikan keluarga ini hingga Mbak Wati tak berani sembarangan memberikan informasi, tampaknya ia juga sangat takut terhadap Ibu dan keluarganya.Semalaman aku tidak bisa tidur, memikirkan hal-hal aneh yang kutemui di rumah ini.Pukul tiga dini hari su
Tetapi aku tidak mungkin hanya berdiam diri seperti ini, aku takut terjadi apa-apa pada diriku dan bayiku suatu saat nanti.Pukul sepuluh siang akhirnya Mas Rama keluar dari dalam kamar lalu menghampiriku yang sedang menonton televisi, Ibu pun juga turun dari kamarnya dan berjalan menuju dapur."Kamu sudah makan, sayang?" tanya Mas Rama."Sudah Mas. Tumben Mas kamu baru bangun? Semalam tidur jam berapa?""Iya sayang. Semalam Mas begadang sampai jam satu. Maaf ya, pasti lama ya nungguin Mas pulang," jawabnya membuatku menyeringai tipis.Jam satu ia bilang? Padahal jam empat saja dia masih diluar. Kenapa kamu berbohong, Mas? Ingin rasanya aku berteriak menanyakan hal itu padanya."Udah ya sayang, jangan ngambek ya! Mas janji lain kali gak akan kaya gitu lagi," Ia mengelus kepalaku pelan."Sarah? Sini makan!" teriak Ibu dari dapur."Iya, Bu. Sarah masih kenyang," jawabku dengan berteriak pula."Yang bener kamu belum lapar, sayang?" tanya Mas Rama."Iya Mas, kalau mau makan ya sana! Apa pe