Selamat membaca~ - Angkasa duduk dengan fokus mengarah pada layar proyektor yang menampilkan hasil kerja Departemen Produksi dalam pembuatan produk baru yang akan diluncurkan sebentar lagi. Semua masukan maupun revisi yang diterima di bulan lalu oleh Galih Kusuma selaku kepala Departemen Produksi, kini dikemas kembali dengan apik dengan penyampaiannya yang lugas. Model design gambar produk juga ia tampilkan, Galih juga menjelaskan secara rinci model produk mulai dari bahan, fungsi utama kegunaan, tujuan yang dicapai pada produk baru, hingga detail design produk. Semua tampak memperhatikan setiap penjelasan Galih dengan seksama. Hingga ada seorang laki-laki yang lebih tua dari Angkasa memotong penjelasan dari Galih. “Apa menurut anda bahan yang digunakan sudah benar? Bukankah bahan seperti itu tidak cocok digunakan untuk pakaian renang?” sela lelaki separuh baya yang memiliki tampang sedikit menyebalkan. “Mohon izin untuk menjawab. Untuk masalah bahan, Depar
Selamat membaca~ - Angkasa masuk ke dalam kamar Jef untuk memastikan apakah anaknya sudah tidur atau belum. Dia menghela napas lelah saat Jef menatapnya dengan mata terbuka lebar. Hari ini anak lelakinya itu sangat sulit untuk diatur. Angkasa melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah Jef yang masih bermain iPad miliknya. Angkasa duduk disamping kasur Jef sembari mengusap kepala Jef dengan lembut. “Kenapa Jef belum tidur?” tanya Angkasa. Jef diam dan tangannya bergerak untuk menuliskan sesuatu pada layar iPad miliknya. “I miss her.” tulisnya yang mengartikan jika dia merindukan kehadiran Asya. Angkasa menghela napas berat sekali lagi, “Jef, disini ada Papa. You don’t need anyone, except Papa.” tegas Angkasa jika Jef tidak memerlukan siapapun kecuali dirinya. “I like her. Mama Acha.” tulisnya lagi. Memang anak dan Bapak satu ini memiliki kesamaan, yaitu keras dan tidak bisa dikalahkan. Angkasa mengambil paksa iPad milik
Selamat membaca~ - Angkasa bagun setelah alarm miliknya berdering. Sebenarnya dia tidak betul-betul tidur dengan nyeyak setiap harinya. Maka dari itu, mendengar suara alarm bagi Angkasa bukanlah suatu hal besar dan menjengkelkan. Angkasa bangkit untuk membuka gorden kamarnya, membiarkan sinar mentari masuk ke dalam ruangan kamarnya yang dingin. Setelahnya dia beralih ke kamar mandi untuk membersihkan badan dan bersiap untuk berangkat kerja. Setelah menghabiskan beberapa waktu di dalam kamar mandi, kini Angkasa keluar dengan handuk yang melingkar pada pinggangnya. Dia berjalan menuju walk in closet yang berada di dalam kamarnya. Angkasa tampak memilih baju yang akan digunakan untuknya berangkat kerja hari ini. Tak lupa Angkasa juga memilih dasi dan jam tangan yang cocok untuk menunjang penampilannya hari ini. Setelah selesai, dia beralih menuju kamar Jef. Angkasa selalu menyempatkan dirinya untuk memeriksa keadaan Jef sebelum berangkat kerja. Wal
Selamat membaca~ - Jef duduk di bangku sekolahnya dalam keadaan diam. Dia enggan bercengkrama dengan orang sekitarnya, termasuk guru yang mengajarnya. Tari yang selalu menjaga Jef tidak bisa ikut masuk ke dalam kelas selama kelas berlangsung. Dia hanya bisa memantau Jef dari ruang tunggu. Jef tampak bosan dengan pelajaran yang sudah dikuasainya. Dia menunduk dan menyandarkan kepalanya pada meja dengan lemah. Jef tidak memiliki tenaga untuk memperhatikan setiap perkataan guru yang sedang mengajarnya hari ini. “Jefrey, can you answer the question?” tanya guru yang sedang menanyakan jawaban dari pertanyaan yang dibuatnya. Jef disekolahkan oleh Angkasa di sekolah Internasional. Angkasa ingin memberikan pendidikan terbaik versinya untuk sang anak agar masa depannya cerah. Jef diam dan tidak menjawab. Membuat guru yang bernama Yulia itu berjalan mendekat kearahnya. “Jefrey, are you okay?” tanya Yulia saat melihat wajah pucat Jef. Sontak
Selamat membaca~ - Asya berlari dengan tergesa masuk ke dalam rumah sakit setelah mendapat telepon dari Angkasa menggunakan nomor Jef. Angkasa memberikan kabar bahwa Jef masuk rumah sakit dan ingin bertemu dengan Asya. Angkasa akan menghargai kehadiran Asya apabila dia datang untuk bertemu dengan Jef. Sebenarnya Angkasa enggan untuk menelepon Asya dan menyuruhnya untuk datang. Namun karena desakan dari keadaan dan Danisa, Angkasa akhirnya menurunkan egonya untuk menelepon Asya lebih dulu. Asya berlari menuju ruang rawat inap untuk menemui Jef. Di luar ruangan Asya menemukan Angkasa yang duduk di depan ruangan menunggu kedatangan Asya. “Pak, di mana Jef?” tanya Asya dengan raut panik dan napas yang tersenggal. “Jef ada di dalam.” balas Angkasa dan bergegas untuk mengantarkan Asya untuk menemui Jef. Asya melangkah mendekat ke arah Jef yang masih tidur di atas brankar. Asya mengusap kepala anak kecil itu dengan lembut, seraya membisikkan “Jef, Ta
Selamat membaca~ - Asya ikut duduk bersama dengan Angkasa di ruang makan. Ruang makan minimalis bertemakan warna cokelat dan putih itu membuat Asya kagum akan interior yang ada di rumah milik Angkasa. Saat Angkasa hendak mengambil piring yang berada di dekat Asya, sontak membuat Asya berdiri dan memegang piring untuk Angkasa. “Biar saya bantu ambilkan nasinya,” ujar Asya seraya mengambil nasi dan menaruhnya pada piring milik Angkasa. Setelahnya, Asya memberikan piring tersebut pada Angkasa. “Nasinya kebanyakan.” protes Angkasa yang membuat Asya menatapnya tajam. Angkasa tidak memperdulikannya dan mengembalikan nasinya setengah kedalam wadah nasi. Setelah itu Angkasa mulai mengambil lauk pauk yang dia tahu bahwa masakan malam ini adalah hasil karya dari Asya. Angkasa memulai makannya setelah piringnya terisi penuh dengan lauk pauk. Namun dia kembali menghentikan aktivitas makannya saat Asya hanya diam dan tidak ikut makan bersamanya. “Kenapa gak
Selamat membaca~ - Setelah melakukan perdebatan panjang, Wira dan Aneska memutuskan untuk pulang. Di balik pintu utama rumahnya, Angkasa menghela napas lega. Dia berjalan ke arah ruang makan untuk bisa menemui Asya yang masih duduk di sana dalam diam. “Lupakan semua perdebatan yang sudah anda dengar malam ini.” ujar Angkasa pada Asya. “Pak Angkasa mau lanjut makan lagi? Saya panaskan dulu ya ikannya,” balas Asya yang berusaha untuk mengalihkan pembicaraan agar suasana tidak terlihat canggung. Angkasa diam. Dia bingung melihat sikap Asya yang random, namun Angkasa berhasil dibuat tersentuh saat mengetahui bahwa Asya tidak ingin ikut campur ke dalam masalah keluarganya. “Tidak perlu. Saya sudah tidak napsu makan,” balas Angkasa. Asya menatap Angkasa seolah dia sedang marah. “Kalau kamu juga gak bisa jaga pola makan yang baik, sama aja kayak Jef dong. Siapa yang akan jaga Jef kalau kamu jatuh sakit?” ujar Asya. Angkasa kembali diam.
Selamat membaca~- Seperti yang diinginkan oleh Asya, dia dibiarkan Angkasa untuk berangkat kerja sendiri. Namun dengan syarat, dia akan kembali selepas kerja nanti untuk menjaga Jef. Perjanjian Asya dan Angkasa masih berjalan dan belum berakhir hingga satu minggu ke depan. Mau bagaimanapun Asya harus menepatinya demi Jef. “Hai, Cha. Kamu gak ada jadwal mengajar pagi ini?” tanya Vania memasuki ruang kecil yang mereka jadikan sebagai kantor untuk tempat berkumpulnya pengajar di rumah bangsa. Asya tersenyum seraya menggeleng, “Gak ada, Mbak. Aku mengajar setelah kelasnya Mas David selesai.” jawab Asya. “Ya sudah aku ngajar dulu ya.” ujar Vania lalu berjalan pergi setelah menaruh barangnya di meja kerja miliknya. Tidak banyak meja dan kursi yang terdapat dalam kantor guru, karena guru lain yang mengajar tidak pernah singgah lama. Setelah mereka mengajar pelajaran umum, mereka akan langsung pulang dan menuju sekolah utamanya. Pintu terbuka saat fok