Asya duduk termenung di ruang khusus pengajar yang ada di Rumah Bangsa. Di sana tidak banyak orang, hanya ada Adrian, Vania dan Sendi yang sedang menilai hasil kerja para muridnya hari ini.“Cha nanti ikut rapat ya?” ajak Sendi ditengah kesibukannya pada selebaran kertas dihadapannya.“Rapat apa Mbak?” tanya Asya bingung.“Kamu gak lihat grup pengajar?” tanya Sendi yang langsung mendapatkan gelengan kepala dari Asya.“Mana sempat Mbak, dia kan sibuk orangnya.” Intrupsi Vania tanpa menatap orang yang sedang disindirnya.“Iya, maaf gue belum sempat buka grup semalam. Tapi gue bakal ikut kok Mbak.” Balas Asya yang paham akan arah sindiran Vania. Adrian menatap Sendi seolah sedang memberikan perintah padanya untuk segera dapat dilakukan. Melihat sorot nyalang itu, Sendi lantas mengangguk dan bangkit dari kursinya untuk mendekat ke arah Vania.“Ikut gue beli makan siang yuk, sambil nunggu Mas Dafid selesai ngajar.” Ajak Sendi dengan menatap Vania yang masih tertunduk kes
Selamat membaca~-Suara mesin tik terdengar menyeruak alih-alih ruangan yang sangat sepi. Para pegawai tampak fokus pada layar laptop yang menampilkan pekerjaan mereka. Berbeda dengan perempuan bermata belok yang sedang memejamkan matanya menikmati waktu yang mendekati istirahat. Suara langkah kaki pun terdengar, hampir seluruh pegawai yang berada di dalam satu ruangan dengannya berjalan menuju kantin untuk menikmati makan siang mereka.“Cha, kantin dulu yuk. Sebelum waktu makan siang habis.” ajak gadis berambut panjang yang digerai.Mata kantuk perempuan yang bernama Ashalina El Carissa itu langsung berubah menjadi segar. Dia segera bangkit dan menggandeng lengan sahabatnya yang menjadi teman sekantornya.“Segar banget ya matanya.” olok Sila sahabatnya. Asya hanya tertawa menanggapi olokan Sila yang selalu mengisi hari-harinya. Meskipun begitu, mereka tidak pernah bertengkar untuk memperdebatan olokannya.“Kamu yang serius kalau kerja, soalnya Pak Angkasa gal
Selamat membaca~ - Seperti pagi biasanya, setelah di lakukan doa pagi seluruh pegawai bekerja sesuai divisi masing-masing. Asya berlari dengan cepat memasuki gerbang kantor, dia sudah terlambat pagi ini karena jalanan pagi yang macet. Asya berlari sekuat tenaganya, dengan kecepatan yang tidak pasti, namun langkah kakinya dapat membawanya memasuki lobby kantor. Namun hal itu tidak membuatnya menghentikan langkah kecilnya untuk berhenti berlari. Tujuan keduanya saat ini adalah masuk kedalam lift yang bisa membawanya menuju lantai 5, di mana itu adalah tempatnya bekerja. Saat Asya hampir sampai di depan lift, tiba-tiba saja langkahnya terputus dan menabrak seorang anak kecil yang juga baru saja keluar dari lift. Dengan spontanitas yang dimilikinya, Asya dengan cepat menangkap anak itu dan membawanya ke dalam pelukannya sebelum badannya jatuh terbentur dengan lantai. Alhasil badan Asya lah yang dengan keras membentur lantai dingin perusahaan. “Adik, kamu baik-b
Selamat membaca~ - Asya berjalan menuju ruangan Divisi Produksi untuk menyerahkan map titipan Angkasa. Di sana Asya menemui Kepala Divisi langsung, yaitu Galih Kusuma. Setiap Divisi tidak memiliki ruangan khusus untuk kepalanya, karena bagi Angkasa setiap kepala harus dekat dengan anggotanya. Maka dari itu dia tidak membuat ruangan khusus bagi Kepala Divisi pada setiap divisi. “Halo Acha, cari siapa?” sapa Rania selaku anggota dari tim Produksi. “Kak Galihnya ada?” jawab Asya kepada seniornya itu dengan sopan. “Ada kok, di tempat duduknya.” jawab Rania. “Baik, terima kasih ya Kak.” Asya berjalan lurus untuk bisa sampai pada meja kerja Galih. Sesampainya di sana, Asya memberikan map itu tepat di hadapan Galih yang tengah fokus menatap hasil desain dari subdivisinya. “Wih, cakep banget baju renangnya,” ujar Asya kagum pada hasil desain yang terpampang jelas di layar monitor Galih. “Kamu kenapa di sini?” tanya Galih saat menyadari kehadiran Asya ada di sampingnya.
Selamat membaca~ - Asya membawa Jef untuk makan di kantin perusahaan. Berbagai macam arti dari sorot mata, kini menemani langkah kecil Asya yang tampak gusar dan tak nyaman. Namun dia berusaha keras untuk terlihat biasa saja agar tidak menciptakan rumor pedas di mulut perusahaan. Asya melihat Sila yang sedang berdiri memesan makanan, dia akhirnya membawa Jef untuk menghampiri Sila. “Katanya sahabat, kok aku ditinggal sih.” tegur Asya dengan melihat lurus kearah menu yang ada dihadapannya. “Loh, udah bangun? Maaf banget, tadi mau bangunin tapi aku gak tega. Ya udah niatnya biar aku yang beliin kamu makanan, baru deh bangunin kamu.” jelas Sila tak enak hati. “Gara-gara kamu gak bangunin aku, Pak Angkasa tadi yang bangunin aku. Gila banget sih kalau wajahnya di ingat-ingat,” gerutu Asya dengan bergidik ngeri. Sila tersenyum saat melihat adanya Jef yang berdiri di samping Asya. Mata Sila bergerak dengan wajahnya yang menghadap kearah Asya. “Ada anaknya, jaga u
Selamat membaca~ - Asya masuk ke dalam kamar kost miliknya. Hari ini adalah hari yang melelahkan untuknya. Tidak hanya untuk raganya, namun jiwanya juga terguncang saat menyadari bahwa esok ia kembali menjadi pengangguran. Mencari kerja di kota metropolitan ternyata sangat susah, harus banyak usaha dan kesabaran dalam mencarinya. Usaha Asya untuk masuk kedalam Sandhaya Sea Company tidaklah mudah, namun ia dikeluarkan dengan sangat mudah. Hal itu membuat Asya seolah mentertawai dirinya yang sangat konyol. Saat ia sedang berbaring dan meratapi kesedihannya, pintunya diketuk dengan tak wajar oleh seseorang. Asya tahu siapa orang yang mengetuknya dengan tak sopan seperti ini. Ia pun bangkit dan segera membukanya. “Ada berita kalau kamu di pecat dari perusahaan. Benar gak sih?” ujar Sila dengan raut wajah serius. Asya mengangguk seraya memeluk Sila. Ia menangis dalam dekapan Sila. Sila adalah saksi bisu bahwa betapa sulitnya bagi Asya untuk bergabung ke perusaha
Selamat membaca~ - Asya menghentikan kakinya tepat dihadapan rumah tempat alamat yang sudah dikirimkan oleh Adrian semalam. Rumah sederhana dengan banyak sandal yang berserakan, tidak jauh dari yang sudah ia bayangkan. Namun tetap saja realita untuk menyambung hidup akan sulit jika hanya bergantung pada pekerjaan yang harusnya bisa dibilang sebagai relawan. “Halo, ada yang bisa saya bantu?” ujar seorang laki-laki yang baru saja keluar dari rumah yang dipandangi oleh Asya. Asya tersenyum seraya melangkah maju untuk menghampiri laki-laki dengan tubuh jangkung dan proporsional itu. “Saya mau bertemu dengan mas Adrian. Apa beliau ada?” ujar Asya yang langsung menjelaskan maksud tujuan kedatangannya. “Mbak Asya? Saya Adrian.” Balasnya seraya mengulurkan tangannya untuk mengajak Asya berjabat tangan. “Halo, mas Adrian. Saya Ashalina El Carissa, mas bisa panggil saya Acha. Saya sahabatnya Sila.” Ujar Asya seraya membalas jabatan tangan dari Adrian. “Saya Adrian Gibraseno, s
Selamat membaca~ - Asya tersenyum ke arah para murid yang baru ia temui hari ini. Kata Adrian, hari ini ia bisa langsung mengajar dan bertemu dengan para murid. Sebelum memasuki ruangan, Asya menarik napasnya dalam-dalam. Ia berusaha meniatkan langkahnya untuk bisa dekat dan mengajari mereka moral yang baik dalam bersosialisasi di lingkungan. “Halo adik-adik, selamat pagi. Apa kabar semuanya?” ujar Adrian bertanya pada lima belas murid yang duduk di kelas tiga sekolah dasar itu. “Baik pak Rian.” Jawab mereka dengan serempak. “Hari ini Bapak Rian ajak guru baru yang cantik untuk mengajar kalian. Namaya Ibu Asya, coba disapa dulu Ibunya,” perintah Adrian dengan nada dan suara yang lembut layaknya sedang berbicara dengan anak kecil. “Halo bu Asya.” Sapa mereka dengan semangat. “Halo adik-adik. Selamat pagi. Nama Ibu Ashalina El Carissa, kalian bisa panggil Ibu Acha.” Jelas Asya dengan nada dan suara yang sama lembutnya dengan Adrian. Untuk mendekatkan hubungan antara A