Share

Rahasia di Balik Duda Arogan
Rahasia di Balik Duda Arogan
Author: berymatcha_

Pimpinan

Selamat membaca~

-

Suara mesin tik terdengar menyeruak alih-alih ruangan yang sangat sepi. Para pegawai tampak fokus pada layar laptop yang menampilkan pekerjaan mereka. Berbeda dengan perempuan bermata belok yang sedang memejamkan matanya menikmati waktu yang mendekati istirahat.

            Suara langkah kaki pun terdengar, hampir seluruh pegawai yang berada di dalam satu ruangan dengannya berjalan menuju kantin untuk menikmati makan siang mereka.

Cha, kantin dulu yuk. Sebelum waktu makan siang habis. ajak gadis berambut panjang yang digerai.

Mata kantuk perempuan yang bernama Ashalina El Carissa itu langsung berubah menjadi segar. Dia segera bangkit dan menggandeng lengan sahabatnya yang menjadi teman sekantornya.

Segar banget ya matanya. olok Sila sahabatnya.

            Asya hanya tertawa menanggapi olokan Sila yang selalu mengisi hari-harinya. Meskipun begitu, mereka tidak pernah bertengkar untuk memperdebatan olokannya.

Kamu yang serius kalau kerja, soalnya Pak Angkasa galak. Ucap Sila memperingati Asya yang baru saja bergabung.

            Adsila Berly Galina, Ia merupakan pegawai Sandhaya Sea Company yang sudah bergabung selama dua tahun dibawah kepemimpinan Bos yang bernama Zayyan Angkasa Pradipta. Seringkali Sila memberikan wejangan kepada Asya yang baru bergabung kedalam perusahaan selama lima bulan.

Gak boleh gitu Sila, Pak Angkasa baik kok. bela Asya yang memang merasakan kebaikan dari Angkasa sebagai Bos besar.

            Mereka pun berjalan menuju kantin dengan percakapan acak yang seolah sudah menjadi makanan harian. Tanpa memperhatikan sekitar, langkah mereka terus bergerak menuju kantin.

Ashalina El Carissa.

            Asya dan Sila segera menghentikan langkah kakinya saat ada yang memanggil salah satu nama dari mereka. Mereka segera berbalik saat tidak mendapati siapa pun dihadapannya. Betapa terkejutnya mereka saat melihat lelaki dengan balutan jas rapi tampak berdiri dengan tegap dan tegas dihadapannya.

Bapak panggil saya? tanya Asya sebagai respon paling menyesatkan dirinya.

            Zayyan Angkasa Pradipta, Bos besar yang mereka sebut tadi tiba-tiba saja muncul dengan wajah dinginnya. Ia menyerahkan map berwarna merah sebagai tanda bahwa isi tersebut berupa dokumen proposal pengajuan proyek baru berupa baju renang yang akan mereka kerjakan.

Kerjakan ulang sesuai tanda yang sudah saya tetapkan di dalamnya! tegas Angkasa.

            Asya menatap Angkasa bingung. Bagaimana bisa ia menyuruhnya untuk kembali mengerjakan dokumen yang bahkan sudah dia persiapkan dengan matang sejak satu bulan yang lalu.

Maksud bapak bagaimana ya? Ini sudah saya selesaikan sesuai dengan permintaan bapak. jawab Asya bingung dengan keinginan aneh dari Angkasa.

Sudah? Apa di dalam laporan yang anda buat sudah mencantumkan dengan jelas dan rinci mengenai bahan dan ukuran untuk setiap bajunya? tanya Angkasa dengan nada yang terdengar sangat tegas dan meninggi.

            Asya diam. Semua yang disebutkan oleh Angkasa tidak ada di dalam laporannya. Dia hanya mencantumkan nama bahan namun tidak jelas dan rinci. Asya mengaku salah, dia pun menunduk dan menerima map tersebut dengan pasrah.

Saya mau malam ini laporannya sudah ada di meja saya. tegas Angkasa lalu berbalik untuk meninggalkan mereka berdua.

            Asya menghela napas berat. Dia menatap tajam Angkasa dan mengutuknya dalam hati menggunakan sumpah serapah. Asya mengangguk dengan pasrah dan menatap Sila seolah meminta bantuan.

Kamu benar. Dia bukan cuma jahat, tapi psycho juga. Mana bisa coba malam ini selesai? ujar Asya kesal dengan membuka satu-persatu lembar kerjanya.

Banyak banget lagi. gerutu Asya dengan memajukan bibirnya karena kesal.

            Sila menepuk bahu Asya untuk menenangkannya. Kamu tahu kan sekarang? Masih mau belain? tanya Sila menggoda.

            Asya menggeleng dengan cepat. Mana mungkin. Kalau iya, aku yang gila. balas Asya dengan nada lemas.

Jadi pergi ke kantin tidak? tanya Sila memastikan apakah Asya akan terus melanjutkan perjalanannya menuju kantin atau tidak.

            Asya menghela napas. Dia menggeleng dengan wajah melasnya. Gak deh. Kamu aja. Aku mau selesain ini dulu biar gak pulang malam. jawab Asya dengan mengangkat map merah perusak suasana hatinya.

Ya sudah, kalau mau nitip kirim pesan aja. ujar Sila mengingatkan.

            Mereka pun berpisah, Sila menuju kantin kantor dan Asya menuju meja kerjanya untuk menyelesaikan laporannya. Satu hal yang Asya ketahui tentang bosnya hari ini. Dia sangat perfeksionis dan teliti dalam pekerjaan, berbeda dengan Asya yang hanya mencantumkan apa yang ada.

            Dia pun segera kembali dan memulai untuk merevisi pekerjaannya yang salah. Tidak hanya itu, Asya juga pergi untuk mewawancarai ketua divisi desain agar mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang tidak di ketahuinya.

            Jam terus berputar dan fokus Asya masih tertuju sepenuhnya pada laporan yang sedang dibuatnya. Malam datang, para pegawai sudah pulang, begitu juga dengan Sila. Hanya tersisa Asya yang sedikit lagi sudah menyelesaikan laporannya.

            Asya menekan tombol enter dengan keras setelah menyimpan dokumen laporannya di dalam device komputernya. Dia pun merenggangkan badannya yang terasa kaku dan lelah karena sudah bekerja dengan keras hari ini.

Aduh, perut ku perih. rintih Asya dengan memeggangi perutnya yang terasa perih.

            Asya pun mengambil air dan meneguknya, lalu memakan roti yang sudah di belikan Sila yang belum sempat di makannya saat siang tadi.

Kebiasaan banget minta di perhatiin. Lupa makan sedikit, udah perih aja nih lambung. gumamnya dengan menahan sakitnya.

            Asya pun berdiri dan berjalan menuju mesin printer untuk mencetak dokumennya. Benar-benar sepi dan hanya tinggal dirinya seorang. Tak menunggu waktu lama, Asya segera merapikan dokumen yang sudah tercetak. Dia segera berjalan menuju ruang kekuasaan milik Angkasa untuk menaruh dokumen yang di mintanya.

            Asya bingung saat melihat ruangan kerja itu tertutup dengan rapat. Asya tidak yakin harus masuk tanpa izin, atau mengetuk hingga di beri izin untuk masuk. Karena dia pun tidak tahu apakah Angkasa sudah pulang atau belum.

            Setelah berpikir beberapa saat, Asya memutuskan untuk mengetuk pintu beberapa kali guna melihat reaksi apakah ada orang di dalam atau tidak. Saat Asya hendak mengetuk, terdengar suara dari dalam. Itu adalah suara Angkasa yang sedang berbicara melalu telepon selular, dan secara tidak sengaja di dengar langsung oleh Asya.

Iya, Papa pulang sekarang ya. Jef di rumah dulu sama bibi,

Gak boleh nakal ya. Jef sudah janji sama Papa untuk jadi anak pintar.

Nanti Papa bawakan ayam goreng kesukaan Jef.

            Itu adalah sepenggal suara Angkasa yang Asya dengar dengan samar. Tubuh Asya mematung setelah mendengar Angkasa menyebut kata Papa dalam percakapan selularnya. Asya tidak yakin apakah boleh dia mendengarkan percakapan bosnya seperti ini. Apakah yang lain tahu kalau sebenarnya Angkasa sudah memiliki anak?

            Pertanyaan akan ketakutannya terus bergejolak di dalam pikirannya, hingga tidak sadar Asya yang membelakangi pintu pun tidak tahu jika pintu tersebut sudah terbuka.

Ada apa? tanya Angkasa yang berhasil mengejutkan Asya.

            Asya terperanjat dan langsung membalikkan badan. Dia menunduk sebagai permintaan maafnya karena tidak sengaja mendengar percakapan Angkasa yang bersifat privasi.

Maaf Pak, tadinya saya ingin memberikan laporan yang Bapak minta. Tapi saya malah tidak sengaja mendengar percakapan Bapak di telepon. Tapi Bapak tenang saja, saya bisa jaga rahasia kok. Saya tidak akan menyebarkan kalau ternyata Bapak punya anak. Jangan pecat saya ya Pak. ucap Asya menjelaskan kondisinya dari awal hingga akhir.

            Angkasa melihat Asya dengan heran. Gadis ini selalu menunduk dan bersikap polos saat berhadapan dengannya. Bahkan setelah berbicara pun Asya tetap menunduk seolah meratapi nasib atas perbuatannya.

Mana dokumen laporannya? tanya Angkasa dengan merentangkan tangan kanannya untuk menerima dokumen dari Asya.

            Asya menyerahkan dokumen tersebut dengan kepala yang masih menunduk. Angkasa pun menerima dan memeriksanya sekilas, setidaknya dia tahu pada bagian mana saja yang memang harus diperbaiki oleh Asya.

Minggir, tegas Angkasa.

            Asya segera memberikan ruang untuk Angkasa bisa berjalan keluar. Angkasa pun menghela napas lelah saat melihat Asya yang masih tertunduk dalam diam.

Sampai kapan anda akan tertunduk terus seperti itu? tanya Angkasa dengan menatap Asya secara menyeluruh.

            Asya kembali menegakkan kepalanya, dia tersenyum kaku kearah Angkasa yang selalu memasang wajah datarnya. Angkasa pun kembali melanjutkan perjalanannya untuk bisa segera pulang dan menemui anaknya dirumah.

Hati-hati dijalan Pak. ucap Asya sebagai salam perpisahan malam ini.

            Asya pun juga ikut pergi keluar kantor setelah dia membereskan semua barangnya. Asya berjalan menuju gerbang perusahaan supaya bisa mencari kendaraan untuk mengantarkannya pulang. Sepanjang perjalan, pikirannya kembali berputar pada ruang kerja Angkasa. Nada dan suara itu terdengar sangat lembut saat berbicara dengan anaknya melalui saluran selular. Berbeda jika dengan para pegawainya, dia selalu tegas bahkan sarkas.

Ternyata sudah punya anak, aku kira masih lajang. Mana masih muda, galak lagi. Kok ada yang mau. lirih Asya.

            Asya pun menghentikan langkahnya tepat di depan pintu gerbang. Dia menunggu ojek yang sudah di pesan untuk menjemputnya. Setidaknya Asya tidak menunggu terlalu lama, walau mobil milik Angkasa sudah keluar dari pekarangan perusahaan.

            Sangat sepi, hanya tinggal Asya seorang dan penjaga malam perusahaan yang di pekerjakan. Asya menggeleng setiap kali melihat atau merasakan sifat ketidakmanusiawian Angkasa. Seperti tadi, bahkan saat Angkasa mengeluarkan mobilnya, dia sama sekali tidak menurunkan kaca jendelanya untuk sekadar menyapa Asya. Dia hanya menekan klakson sebagai tanda terima kasih kepada penjaga malam yang sudah membukakan pintu gerbang.

-

            Asya masuk ke dalam kamar kostnya, tak lupa dia juga mengunci kamar agar aman. Asya merenggangkan tubuhnya lelah karena sudah seharian bekerja. Dia mengerjapkan matanya yang lelah berkali-kali karena terlalu lama berfokus pada layar computer.

            Asya pun langsung membersihkan tubuh sebelum memutuskan untuk berbaring dan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Setelahnya Asya pun akhirnya bisa merebahkan seluruh tubuhnya.

Capek banget pakai heels seharian mondar-mandir ke lantai atas sampai bawah. Memang benar-benar ya itu bos ngeselin banget. omel Asya yang masih kesal dengan sikap Angkasa yang mengganggu jam istirahatnya.

Auhh… perih banget ini perut dari tadi siang belum makan, rintih Asya dengan memegangi perutnya.

            Asya menengok jam yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah malam, tidak mungkin dia keluar lagi hanya untuk membeli makanan. Apalagi dia tidak memiliki kendaraan pribadi yang bisa di gunakan dengan mudah.

Pesan online aja deh, ucap Asya sembari mencari makanan yang ingin ia makan.

            Setelah selesai melakukan pemesanan online, Asya memainkan ponselnya dengan tetap berbaring. Dia terkejut saat mendapatkan pesan masuk dari sang Ibu yang ada di kota kelahirannya.

Astaga, belum kasih kabar ke Ibu. ucap Asya mengingat rutinitasnya yang selalu memberikan kabar pada keluarganya yang jauh darinya.

            Asya pun mengirimkan foto yang baru saja di ambil untuk dikirimkan ke grup keluarga. Anak bungsu memang paling dikhawatirkan, apalagi masih bujang.

"Ayah, Ibu. Maaf baru sempat kasih kabar. Acha baru pulang kerja karena lembur. Kalian gak perlu panik ya, Acha disini betah. Nanti Acha pulang kalau dapat libur panjang."

            Asya menghela napas lega setelah mendapatkan balasan dari ayahnya, bahwa mereka juga lega mendengar kabar dari anak bungsunya. Asya kini memejamkan matanya sebentar, merehatkan dirinya dari lelahnya pekerjaan hari ini sembari menunggu datangnya makanan yang dia pesan secara online.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status