Share

Pertemuan Pertama.

Selamat membaca~

-

Seperti pagi biasanya, setelah di lakukan doa pagi seluruh pegawai bekerja sesuai divisi masing-masing. Asya berlari dengan cepat memasuki gerbang kantor, dia sudah terlambat pagi ini karena jalanan pagi yang macet. Asya berlari sekuat tenaganya, dengan kecepatan yang tidak pasti, namun langkah kakinya dapat membawanya memasuki lobby kantor.

            Namun hal itu tidak membuatnya menghentikan langkah kecilnya untuk berhenti berlari. Tujuan keduanya saat ini adalah masuk kedalam lift yang bisa membawanya menuju lantai 5, di mana itu adalah tempatnya bekerja.

            Saat Asya hampir sampai di depan lift, tiba-tiba saja langkahnya terputus dan menabrak seorang anak kecil yang juga baru saja keluar dari lift. Dengan spontanitas yang dimilikinya, Asya dengan cepat menangkap anak itu dan membawanya ke dalam pelukannya sebelum badannya jatuh terbentur dengan lantai. Alhasil badan Asya lah yang dengan keras membentur lantai dingin perusahaan.

Adik, kamu baik-baik saja? tanya Asya dengan menatap anak kecil itu dengan pandangan khawatir.

            Anak lelaki itu mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata untuk merespon Asya. Asya pun menghela napas lega, dia tersenyum dan membenarkan rambut anak tampan itu agar kembali terlihat rapi.

Syukurlah, maafin Kakak ya karena gak lihat ada kamu. Jadinya gak sengaja nabrak kamu deh, ucap Asya tak enak hati.

            Anak itu kembali mengangguk. Asya pun menoleh kearah sekitarnya yang tampak sepi, kecuali recepcionist yang ada penjaganya. Asya kembali menatap anak yang keluar dari lift itu dengan heran.

Kamu di sini sama siapa? Mau Kakak antar ke orang tua kamu? tanya Asya saat tidak melihat adanya pendamping anak kecil ini.

Papa lagi kerja. balasnya.

            Asya mengangguk paham. Tapi Kakak juga harus kerja. Gimana dong? lanjutnya lebih kepada dirinya sendiri.

            Melihat wajah datar anak itu, membuat Asya tidak tega meninggalkannya sendirian. Dia pun memutar otak untuk bisa mencari cara agar anak tersebut bisa mendapatkan teman dan tidak sendirian.

Ya sudah, kamu sama ka--

JEF!

            Asya terkejut saat mendengar teriakan dengan suara berat dan tegas yang sangat tidak asing baginya. Asya pun bangkit saat melihat Angkasa yang berjalan kearahnya dengan raut wajah marah. Anak kecil yang belum dikenal Asya itu tampak bersembunyi di balik kakinya karena merasa takut akan kedatangan Angkasa.

            Asya tahu perasaan anak kecil itu. Dia pun menggenggam tangan anak kecil itu sebagai alat paling sederhana untuk bisa menenangkan perasaannya yang sedang takut.

Berapa kali Papa bilang, jangan ganggu orang yang sedang kerja. ujar Angkasa dengan nada bicaranya yang terdengar sangat tegas dan sarkas.

            Anak itu terlihat takut dan tetap bersembunyi di balik kaki Asya. 

Kamu salah. Jangan bersembunyi di balik orang lain. lanjut Angkasa.

            Asya menghela napas. Dengan mental seadanya, dia pun memberanikan diri untuk menatap Angkasa dengan tegas. Maaf Pak saya ikut campur. Tapi bukan begini cara memberitahu kesalahan anak kecil, Bapak sudah melampaui batas. tegas Asya.

Anda tahu apa soal parenting? Sudah punya anak yang bisa di didik? tanya Angkasa.

            Asya tertawa mendenggar pertanyaan yang Angkasa lontarkan untuknya. Bapak kira yang tahu soal parenting sekadar orang yang sudah punya anak? Bahkan orang yang sudah punya anak pun belum tentu paham dan mengerti perasaan maupun tingkah sang anak. jawab Asya dengan tegas.

Anda belum tahu ya rasanya mengurus anak kecil yang sama sekali gak bisa nurut sama perintah itu bagaimana? Jangan mengandalkan teori sebelum praktik. sarkas Angkasa dengan menatap Asya tajam.

Bapak sudah praktik? Terkadang, teori juga menjadi tambahan yang lebih penting sebelum mempraktikkannya. sanggah Asya yang terlihat lebih keren dari kemarin malam.

            Saat ini, Asya sangat berbeda dari biasanya ketika menghadapi Angkasa. Biasanya dia selalu menundukkan kepalanya karena takut dan juga menghormati bosnya itu. Namun hari ini, jiwa sosialnya yang sangat menyayangi anak-anak di uji untuk langsung berhadapan dengan Angkasa.

            Asya mengalihkan perhatiannya untuk menatap anak yang bersembunyi dibelakangnya. Ayo, Kakak antar ke orang tua kamu. ucap Asya lembut kepada anak lelaki yang sedari tadi tidak banyak bicara.

            Anak itu menatap Asya sebentar, sebelum akhirnya menunjuk ke arah sesuatu. Papa. ujarnya pelan.

            Asya mengikuti arah tangan anak itu, dan dia terkejut saat mengetahui fakta yang bisa membahayakan karirnya sendiri. Angkasa berdiri dengan menatapnya tajam dan kedua tangannya yang bersilang dada.

            Asya berdiri saat anak kecil itu sudah tidak bersembunyi lagi didekatnya. Dia tersenyum kaku karena sudah membentak Angkasa dengan nada yang tidak sopan. Asya pun segera menunduk sebagai ungkapan rasa bersalah atas tindakan yang telah dilakukannya.

Maaf Pak, saya tidak tahu jika anak kecil itu adalah anak Bapak. ujar Asya dengan suara yang lebih kecil.

            Angkasa menatap Asya dari atas hingga bawah secara saksama. Telat lagi? tanyanya seolah itu adalah kebiasaan yang di lakukan oleh Asya.

            Asya mengangguk dalam diam. Macet banget Pak. Saya minta maaf, ucap Asya tanpa menunjukkan adanya perlawanan.

Alasan basi. Mau sampai kapan telat terus? Sampai saya pecat? tanya Angkasa dengan suara yang lebih tinggi.

            Asya menggeleng. Anak yang dipanggil Jef pun menarik jas hitam yang di pakai oleh Angkasa, membuatnya mengalihkan atensinya untuk melihat sang anak.

Jangan dimarahin, Kakaknya baik. Nanti Jef marah sama Papa. ujar Jef kepada Angkasa yang ditujukan untuk mengancam sang Ayah.

Kamu sudah salah. Harusnya Papa yang marah sama kamu. tegas Angkasa yang malah di balas dengan wajah garang Jef.

            Angkasa pun menghela napas berat. Dia menatap Asya dan memberikan atensi untuknya segera pergi dari hadapannya untuk kembali bekerja. Dengan cepat Asya pun melangkah untuk masuk ke dalam lift, namun sebelum dia benar-benar masuk tangannya di tarik oleh Jef. Membuat Asya menghentikan langkahnya.

Nanti main lagi ya sama Jef. pinta Jef kepada Asya.

            Asya tersenyum sangat manis. Ia berjongkok untuk menyeimbangkan tingginya dengan anak berusia lima tahun itu. Asya mengusap kepala Jef sebagai bentuk kasih sayang.

Setelah Kakak selesai kerja ya, nanti kita main bareng. ucap Asya masih dengan senyumnya.

            Asya pun segera pergi setelah Jef melepaskan genggamannya. Asya tersenyum dan membalas lambaian tangan Jef saat dia sudah memasuki lift. Anak yang manis, itu adalah suara batin Asya.

Bego banget Acha. lirih Sila yang melihat seluruh adegan itu dari kejauhan.

-

            Asya segera duduk ditempatnya. Semua tatapan tertuju padanya, namun dia tidak mengindahkannya sama sekali. Asya terlalu malu untuk menjalankan kegiatannya di hari ini, karena paginya sudah di buka dengan kesalahan yang sudah di lakukannya secara berturut-turut.

Kapan pintarnya sih Chaa, runtuknya pada dirinya sendiri dengan mengetuk kepalanya yang keras.

Baru saja kerja, udah cari banyak masalah. lirihnya.

Cha, gimana laporan kemarin? Sudah dapat approve dari Pak Angkasa? tanya Rina selaku Kepala Departemen Divisi Pemasaran.

Kemarin sudah saya kasih laporannya ke Pak Angkasa, tapi belum beliau tanda tangani. jelas Asya.

            Rina mengangguk, Ya sudah, kamu tunggu dulu. Nanti perkembangannya kasih tahu ke saya ya. ujar Rina dengan menepuk bahu Asya.

            Asya bersyukur bekerja dikelilingi dengan orang-orang baik. Setidaknya itu semua bisa menutupi banyak kekurangan dan keteledorannya dalam bekerja. Asya mengangguk dan tersenyum kearah seniornya itu. Asya menghela napas beratnya, karena harus bertemu kembali dengan Angkasa hari ini.

            Karena laporan kali ini adalah tanggung jawab Asya, jadi dia yang harus bolak-balik konsultasi dan meminta persetujuan dari Angkasa sendiri untuk project yang di pegangnya.

Cha, di panggil Pak Angkasa di ruangannya. ujar Tiara selaku sekertaris dari Pak Angkasa.

Saya? tanyanya dengan menunjuk dirinya sendiri.

Iya. Ashalina El Carissa, kata Pak Angkasa. Cuma nama kamu kan? tanya Tiara memastikan.

            Asya tersenyum kaku seraya mengangguk. Bahaya nih, lengkap banget nyebutnya. lirih Asya.

Ayo ikut saya. Pak Angkasa sudah menunggu kamu. sahut Tiara.

            Dengan langkah berat, Asya pergi mengikuti Tiara yang membawanya menuju ruangan Angkasa. Saat sudah ada di depan pintu yang tertutup dengan rapat, Asya berbalik dan menatap Tiara yang sudah kembali pada meja kerjanya. Dia pun menghampiri Tiara.

Kalau boleh tahu, ada apa ya Pak Angkasa panggil saya? tanya Asya penasaran alih-alih menyembunyikan ketakutannya.

Saya juga tidak tahu. Tidak biasanya Pak Angkasa panggil pegawainya tanpa kasih tahu ke saya alasannya, jawab Tiara yang ternyata semakin membuat Asya ketakutan.

            Asya menghela napas lagi, kali ini benar-benar berat. Sepertinya hari ini karirnya akan berakhir. Dengan langkahnya yang lemas, dia kembali menuju ke depan pintu yang tertutup dihadapannya. Setelah mencoba untuk menenangkan pikirannya, Asya pun mengetuk sebelum masuk kedalamnya.

            Setelah mendapatkan izin masuk, dengan perlahan Asya membuka pintu tersebut. Dengan berat hati dia melangkah masuk ke dalam ruangan yang sangat dingin untuknya. Asya bisa melihat wajah Angkasa yang terlihat sangat fokus pada setiap laporan yang ada di atas mejanya.

Bapak panggil saya? Ada yang bisa saya bantu? ujar Asya setelah berdiri lebih dekat di hadapan Angkasa.

Kakak.

            Asya menoleh kearah kanannya, di mana ada Jef yang sedang duduk di atas sofa dengan ponsel yang ada digenggamannya. Asya tersenyum sembari melambaikan tangan kearah anak lelaki yang sedari tadi memanggilnya Kakak.

            Angkasa menatap Asya tajam, kemudian dia menghela napas berat. Ketakutan Asya semakin menjadi saat melihat reaksi Angkasa yang sangat menakutkan untuknya.

Maaf Pak. Saya tahu kalau saya salah, tapi tolong jangan pecat saya. Saya baru saja bergabung dengan perusahaan ini, kalau sampai di pecat, saya harus cari kerja di mana lagi Pak. Bapak kan tahu kalau cari kerja zaman sekarang sangat susah. ujar Asya penuh akan rasa bersalah. Diaa pun menunduk tanpa menatap Angkasa agar perasaan sedihnya terasa sampai Angkasa.

Sudah bicaranya? tanya Angkasa.

            Asya mengangguk dalam diam. Tapi saya mohon sama bapak untuk memperimbangkan kinerja saya. Saya akan lebih berusaha untuk menjadi pegawai yang baik, sambung Asya.

Jef berdiri dan berjalan menuju Asya. Dia berdiri di hadapan Asya, seolah sedang melindungi wanita yang baru saja di kenalnya. Hal itu membuat Angkasa bingung dengan sikap terbuka Jef kepada orang lain yang sangat jarang bahkan tidak pernah di lihatnya.

Sudah Jef bilang, Papa gak boleh jahat sama Kakak ini. Bandel banget sih. ujar Jef dengan logat khas anak yang berusia lima tahun.

            Angkasa membulatkan matanya, dia terkejut dengan ucapan Jef yang begitu panjang untuknya. Lantaran selama dia tinggal bersama Jef, Jef merupakan pribadi yang irit bicara.

Kamu kenal sama Kakaknya? Kamu tidak biasanya dekat sama orang seperti ini selain sama Papa, balas Angkasa dengan menatap Jef yang masih memasang wajah marahnya.

            Jef menggulung kedua tangannya dan di letakkannya di depan dada. Dia mengerucutkkan bibirnya, menandakan bahwa dirinya sedang marah.

Kakaknya baik. Cocok sama Papa yang bandel. jawab Jef.

            Angkasa menghela napas berat melihat tingkah Jef. Asya pun berjongkok untuk bisa melihat wajah Jef.

Nama kamu Jef ya? Tadi kita belum kenalan. ujar Asya dengan tersenyum ke arah Jef.

            Jef mengangguk. Nama Kakak Asya. Jef bisa panggil Kak Acha. ujar Asya memperkenalkan dirinya dengan sangat lembut.

Panggil Mama boleh? tanya Jef dengan senyum manisnya kearah Asya.

            Asya memegang bahu kecil Jef. Asya mengusapnya pelan. Jef gak boleh gitu ya. Jef kan punya Mama. Lagian, Kakak sama Papa Jef itu hanya sebatas teman kerja. balas Asya yang memberikan pengertian pada Jef.

            Senyum Jef hilang, hal itu membuat Asya bingung. Dia menatap Angkasa sekilas dari bawah yang juga sedang menatap mereka berdua.

Jef kenapa? Maaf ya kalau Kakak salah ucap. Kalau begitu, bagaimana kalau kita nanti main bareng? Setelah selesai Kakak kerja. Jef mau? ajak Asya yang berusaha untuk mengembalikan senyum anak kecil yang polos itu.

            Jef mengangguk dengan antusias. Asya tersenyum sembari mengusap lembut kepala Jef. Anak pintar. ujar Asya.

            Angkasa diam, dia bingung dengan pribadi Jef yang nampak terbuka dan terlihat menginginkan Asya selalu berada di sisinya. Angkasa menyerahkan map berisi laporan yang sudah di kerjakan oleh Asya kemarin malam.

Tolong tindak lanjuti dan kasih ke pihak produksi. Untuk model atlet sudah saya ganti sesuai dengan hasil rapat kemarin, ujar Angkasa.

            Asya menerima map tersebut dengan kedua tangannya seraya menunduk. Baik Pak, saya akan menyampaikan hal tersebut kepada pihak produksi. ujar Asya.

            Mata elang itu terus memperhatikan punggung tegap gadis polos yang berjalan keluar dari ruangannya. Angkasa pun menjadi heran dengan senyum Jef yang tak kunjung menghilang walaupun Asya sudah tidak ada di hadapan. Sorot mata polosnya itu sudah lama tidak membara saat melihat orang lain yang berusaha mendekatinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status