Share

5 | Mangkuk Lucu

Author: Lolly
last update Last Updated: 2025-07-27 10:58:13

"Garda selingkuh?"

Dikara mempertanyakan itu kepada suaminya, Daaron. Malah dibalas tanya yang persis.

"Nggak mungkinlah!" imbuh Daaron.

Dikara juga merasa begitu. Harusnya tidak mungkin. "Tapi aku lihat Garda sama perempuan lain tadi."

"Biasanya sama klien dia, sih. Kan, lukisan Garda banyak diminati, Ra."

"Gandengan tangan juga kalau sama klien, Bang?"

"Oh. Itu mah sepupunya, kali. Soalnya sodara Garda juga banyak yang cewek dan kayak seumuran. Lagian Garda selingkuh itu nggak mungkin, apalagi udah nikah sama Ais. Kita tau sendiri senaksir apa Garda ke Daisha, kan? Dari SMP."

Dikara manggut-manggut.

Memang, sih. Itu yang membuatnya jadi serasa mustahil bagi seorang Garda selingkuh.

"Lagian di antara kami berlima; Abang, Dodo, Marco, Garda, dan Jean. Garda itu yang paaaling saleh. Dia bahkan nggak pernah pacaran, lho. Demi siapa? Daisha. Garda pengin dirinya sebersih itu buat menghadap Om Genta pas ngelamar anaknya."

"Jadi, ini aku nggak usah kasih tahu Mbak Ais soal penemuanku di kafe?" Yang melihat Garda digandeng lengannya oleh seorang perempuan.

"Nggak usah, Ra."

"Tapi kalau betulan selingkuh, gimana? Mbak Ais itu sepupuku. Masa aku simpan sendirian soal ini, padahal aku tahu sejak awal?"

"Kalopun iya Garda sebejat itu, biar aja nanti diketahui sendiri sama Ais atau papa-mamanya. Ini, kan, masih baru banget menikah. Sebulan aja belum pernikahan mereka. Jadi, Abang rasa ... pokoknya mending kita biarin dulu aja."

Tadinya Dikara mau langsung menelepon Daisha terkait apa yang dia lihat di kafe, tetapi memilih membahasnya dengan suami dulu. Kan, suami Dikara adalah sahabat dekat Garda.

"Lagian kalo Garda selingkuh, Abang gak bakal tinggal diam. Sebagai sahabat."

Sayangnya, yang mereka bicarakan itu terdengar sampai sini. Hal yang membuat langkah Daisha berhenti.

Dia mendatangi kediaman sang sepupu. Lebih tepatnya, ingin bertanya sesuatu kepada Bang Daaron.

Waktu ketuk pintu rumah mereka, ART yang membukanya. Saat bibi bilang mau memanggilkan sang nyonya, Daisha meminta agar dirinya saja yang langsung ke sana. Diberitahulah lokasi Dikara berada, pas sekali sedang bersama Bang Daaron.

Mereka duduk di tepi kolam membelakangi Daisha. Tampak romantis dan manis. Harusnya Daisha juga bisa seperti mereka andai—

"Garda selingkuh?"

Itu yang paling menari-nari di kepala Daisha sekarang.

Si bibi cuma mengantarkan Daisha sampai sudah terlihat sosok Dikara dan Daaron dari pintu kaca yang dibuka, kemudian bibi melenggang mau membuatkan minuman.

Daisha dengan jilbab lilac-nya lantas berpamitan, tepat saat bibi selesai membuatkan jamuan. Hendak dibawa ke area kolam renang.

"Saya cuma sebentar, Bi. Maaf, ya, repot-repot." Dengan ulasan senyum lembut, menahan gejolak tak keruan di dada.

'Perihal Kak Garda ....

Selingkuh?'

***

Rumah tangga Daisha sudah berlangsung lebih dari dua minggu bila dihitung-hitung, tetapi tetap masih seumur jagung.

Daisha sudah jujur, tetapi tak lantas membuat hubungan jadi kembali ke saat-saat masih hangat. Masih manis.

Di dalam kuda besi yang dirinya tumpangi, Daisha tercenung.

Tiba di rumah, dia lalu mendapati sosok yang saat ini sedang Daisha pikirkan.

Iya, Garda baru saja pulang setelah semalam entah menginap di mana. Tujuan Daisha ke rumah Bang Daaron mau mencari tahu keberadaan suaminya dengan tanpa menunjukkan adanya keretakan.

"Dari mana?"

Tidakkah mestinya Daisha yang bertanya?

"Kakak yang dari mana? Semalam nggak pulang."

"Itu ada titipan." Pertanyaan Daisha tak dijawab. Garda mengedik pada sebuah bingkisan di meja. "Buat kamu."

Daisha menggigit bibir bagian dalamnya. Paper bag-nya lucu, khas perempuan. Apa itu dari ... tapi kalau iya dari 'wanita' yang Dikara bahas selingkuhan Garda, buat apa kasih titipan untuknya?

Ah, memangnya suami Ais selingkuh?

Cuma karena dilihat gandengan tangan dengan wanita lain, lalu ngepasinnya semalam Garda tak pulang, kemudian menjelang siang ini datang bawa bingkisan dengan paper bag soft pink.

"Makasih," ujar Daisha, sebelum Garda memutuskan untuk melenggang.

Daisha lalu meraih titipan tersebut. Mengeluarkan isinya. Ada kotak ukuran sedang dan lumayan berat. Daisha buka.

Entah kenapa Daisha ingin menangis.

Itu mangkuk lucu.

Ada motifnya.

Bukan hal yang ingin Daisha tangisi, bukan soal mangkuk, tetapi tentang rumah tangganya.

Ini bagaimana?

Kenapa sudah berlalu hari di mana Daisha jujur soal keperawanan dan masalah keguguran, tidak ada perubahan baik dalam hubungannya dengan suami? Malah terasa makin dingin, makin jauh.

***

Mau tahu?

Hari-hari di sebelum hari ini, sebelum semalam Garda tidak pulang.

Hari setelah Daisha dikata murahan.

Paginya itu, Daisha bangun subuh. Dia mengetuk pintu kamar Garda.

Sejenak berkilas balik.

"Kak?"

Soalnya pintu kamar suami dikunci.

"Udah bangun, belum?" Sambil terus Daisha ketuk. "Salat jemaah—"

Terpangkas, pintu dibuka. Daisha langsung mengulas senyum. Sangat berharap kalau setelah semalaman berlalu terkait kekecewaan Garda, paginya hubungan rumah tangga Daisha membaik. Berharap Garda—

"Udah salat."

—menerima ketidaksempurnaan Daisha. Tapi sepertinya belum, ya?

Ah, iya. Benar juga. Butuh waktu lebih dari semalam untuk memaafkan, apalagi menerimanya, bukan?

Daisha mengerti. Hal ini yang selalu dia tekankan.

Garda butuh waktu yang lebih lama untuk itu, sampai nanti bisa memutuskan menerima Daisha atau ... mungkin hubungan pernikahan ini tak akan dilanjutkan.

Dan sampai masa putusan itu tiba, Daisha punya waktu untuk berusaha mendapatkan hati plus kesediaan Garda atas dirinya.

"Oh ... oke. Eh, iya. Kakak mau sarapan apa hari ini? Aku mau belanja habis salat."

"Bebas." Dan Garda menutup pintu. "Pergi dulu. Joging."

Daisha baru sadar kalau suaminya sudah rapi dengan setelan olahraga.

Garda pun melintasi Daisha setelahnya. Daisha tidak bisa menahan langkah lelaki itu. Toh, cuma mau joging.

Masih di hari yang sama, jam-jam setelah Daisha selesai masak sarapan. Dia membuat dua versi hidangan, ada sarapan non-nasi, ada pula yang dengan nasi. Dia tersenyum menatap hasil olahannya. Daisha cukup percaya diri kalau tentang masakan.

Dia tinggal beres-beres dulu.

Belum ada ART. Nanti Daisha bicarakan dengan Garda. Entah kapan, tetapi sepertinya Daisha bisa menghandel urusan rumah sendirian, apalagi saat suaminya sedang mode acuh tak acuh. Menyibukkan diri supaya pikiran dan perasaannya tidak melulu habis memikirkan rumah tangga yang—sayangnya, tidak bisa.

Daisha menghela napas.

Dadanya sesak.

Masalahnya, dulu perjuangan Garda membuat Daisha semakin jatuh cinta. Itu yang lantas membuatnya tidak kuasa jujur sejak awal.

Daisha meraih ponsel. Dia menelepon laki-laki yang joging itu. Sudah jam sembilan. Kok, lama sekali? Joging di mana memang?

Tidak diangkat.

Daisha kirim pesan.

Daisha: [Kak, di mana?]

Daisha lapar, jujur. Kalau makan duluan, takutnya Garda pulang. Jadi, Daisha menunggu.

Waktu puasa juga dia kuat, kok, sampai magrib. Tapi bukankah keterlaluan kalau Daisha sebegitunya menunggui suami buat sarapan bareng?

Untungnya, jam sepuluh Garda datang. Daihsa semringah.

Tapi Garda datang sambil teleponan, sementara telepon dan pesan dari Daisha tadi tidak digubris.

"Bisa. Oke, saya jalan sekarang."

Ke mana lagi? Daisha bertanya-tanya dalam hati selepas mendengar tutur kata suami kepada si penelepon.

Garda pun melirik sang istri.

"Udah sarapan, Kak?"

"Udah."

Daisha senyum. Dia menunggu untuk sarapan bersama sejak pagi. Rupanya yang ditunggu sudah makan lebih dulu. Ya, tidak apa-apa, sih. Saat makan malam juga begitu.

"Kamu juga kalo sekiranya nungguin lama, mending langsung makan. Gak usah nunggu."

"Iya. Aku udah makan juga, kok. Cuma barangkali Kak Garda belum, ya, ayo. Aku bisa makan dua kali." Daisha berdusta, kali ini supaya tidak terlihat menyedihkan.

Hari itu ....

"Ini mau ke mana lagi, Kak?"

"Kerja."

Memang membawa seperangkat alat lukis.

Eh, benar juga. Garda pulang bawa mobil. Daisha baru lihat mobil itu. Mungkinkah tadi pulang ke rumah Mama Gea, terus sarapan di sana sekalian ambil mobil?

"Kak!" Daisha menahan sebelum Garda benar-benar masuk mobil. "Nanti pesan sama telepon dari aku tolong dijawab, ya? Aku kepikiran dan khawatir."

"Iya. Tadi gak keangkat, mau balas pesan juga tanggung udah deket rumah."

Cuma alasan, kan? Karena bukan sekali ini, semalam juga gitu.

"Makasih." Daisha lalu mempersilakan Garda pergi.

Itu baru soal satu hari, belum hari-hari sesudahnya.

Meski di hari selepas itu, akhirnya Daisha dan Garda makan malam bersama.

Dan saat malam itu ....

Terlalu sunyi.

Heningnya mencekam.

Daisha sampai merasa sangsi bisa membuat rumah tangga ini dipertahankan oleh Garda.

Refleks dia menangis saat makan malam itu. Air matanya jatuh begitu saja. Membuat hening yang hanya diisi bunyi denting dari sendok dan piring terlengkapi dengan suara isakan tertahan dari Daisha.

Mungkin Garda jadi menatapnya, tetapi bukan ini yang Daisha inginkan. Bukan malah menangis dan terkesan seolah dirinya korban. Kan, jelas-jelas Daisha sendiri yang membuat ketidakharmonisan itu merengkuh hubungan rumah tangganya yang baru seumur jagung.

"M-maaf ...." Bibir Daisha menggetarkan untai kata. "Maaf, Kak." Dia meraih tisu. Kemudian beranjak ke kamar mandi.

Lama.

Daisha menangis dan berusaha agar tak ada suara dari tangisnya.

Dia pupus-pupus air mata. Takut dikira sedang caper atau ... malah jadi makin menjijikkan di mata suaminya.

Dan sekarang, Daisha masuk kamar membawa paper bag isi mangkuk lucu. Titipan dari seseorang yang belum Daisha tanyakan siapa gerangan.

Tanya atau tidak usah, ya?

Daisha takut dengan jawabannya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ziana Anindya
anggap aja ini akibat dari kamu gak jujur d awal, aku yakin garda gak tega juga sebenernya
goodnovel comment avatar
Atnie_Lavoie
Yang sabar ya
goodnovel comment avatar
cintadaisha
aku dah gero2 ini .........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   56 | Ngidam

    Daisha melongok hasil lukisan yang Garda buat, masih belum rampung. Namun, begini saja sudah terlihat akan sebagus apa nanti. Daisha akui, karya Garda memang indah, tidak pernah gagal. Sosoknya yang sedang menggoreskan cat di kanvas juga tampak menakjubkan, pantas bila banyak wanita dari berbagai generasi menyukainya, tak hanya menyukai karyanya.Daisha usap-usap perut. Ini yang di dalam rahimnya juga hasil karya Tuhan dari perbuatan Garda. Daisha penasaran akan seelok apa nanti keturunan lelaki most wanted itu.Waktu di sekolah, Garda banyak penggemarnya walau mereka tidak seberisik fans Bang Daaron. Yang menyukai Garda kebanyakan para wanita pendiam, meski ada juga yang berisik. Daisha salah satu yang menganggumi Garda sewaktu sekolah dulu, jujur, Daisha akui pernah menyukai lelaki itu.Jadi teringat lagi kisah lama. Garda selain mahir melukis, tangannya itu penuh keajaiban, juga pandai bermain alat musik. Dia bisa memetik gitar, meski seringnya duduk di bagian drum band dan memuk

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   55 | Mangap Mingkem

    "Duduk kayak gini?" Daisha bertanya, di kursi yang Garda sediakan. Dengan kanvas yang sudah siaga beserta cat warna-warni.Yeah, Daisha mau dilukis. Semalam itu Ayla nelepon, awalnya tidak mau Garda angkat, tetapi Daisha yang lantas membuatnya menerima sambungan nirkabel itu. Bicara dan bicara, Ayla minta satu saja lagi lukisan terakhir—untuk hari kelulusannya.Garda hendak menolak, tetapi Daisha bilang, "Kasihan, toh buat kelulusan. Kenang-kenangan."Masih terhubung teleponnya.Ayla nyeletuk, "Aaaa! Makasih, Kak Istri."Sebutannya membuat kening Daisha mengernyit. Kok, jadi berasa sok akrab? Atau anak zaman sekarang memang begitu tingkahnya? Daisha tidak lupa bahwa Ayla pernah membuatnya sakit hati, sakit sekali.Mulai dari karet kucir, intensitasnya bersama Garda, kedekatan di tiap kali bertemu, hingga mangkuk lucu. Walaupun katanya, karet kucir itu ada sejarahnya; bahwa Garda sengaja membeli untuk Daisha.Namun, Garda lupa dan sedang di fase bingung-bingungnya. Mau memberi, tetapi

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   54 | Berproses

    Tidak habis pikir. Rasanya mustahil. Bagaimana bisa seseorang dapat menyimpan perasaan cinta hanya untuk satu orang sejak awal puber hingga menapaki umur tiga puluhan? Bagaimana bisa .... "Kamu nggak sempet naksir selain Ais gitu, Gar? Ais aja sempet—" Urung dilanjut. Ini sensitif. Hampir saja keceplosan bilang 'Ais sempat berpacaran dengan Ilias.' Takutnya, Daisha bersedih lagi. Ah, lihat itu! Benar saja ada raut sendu di Daisha. Mama Nuni lekas mengusap-usap lengan putrinya, mengganti kata maaf dengan sentuhan agar tersirat. Kalau dibahas, khawatir malah tambah jauh obrolan tentang Iliasnya. Garda senyum. "Anehnya, yang Garda suka cuma anak Mama. Kenapa, ya?" "Obsesi?" celetuk Daisha. "Mana ada," tukas Garda. Kisah masa lalu diakhiri sampai di momen Hari Kemerdekaan. "Tapi kayaknya, sih, karena lukisan Ais ada banyak di buku sketsa, jadi sering-sering nggak sengaja kelihatan, otomatis perasaan sukanya nggak hilang." "Sebanyak apa?" Daisha pun sudah beranjak dari sendu

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   53 | Menepi di Masa Transisi

    Sejenak, izinkan menepi pada kisah masa lalu yang manis itu. Mungkin untuk beberapa episode ke depan karena Garda dituntut bercerita oleh mama mertua. Kok, bisa naksir putrinya dari saat masih berseragam merah putih? Kira-kira begitu. Jadi, dulu itu .... Yeah, Daisha kelas 1 SD. Oh, tentu, Garda masih bocah juga. Belum ada rasa cinta-cintaan. Biasa saja, biasa. Murid baru kelas 1 lucu-lucu, Daaron menandai Daisha sebagai miliknya. Fyi, Daaronlah yang menyukai Daisha sedari masih TK. Soalnya, kebersamaan mereka dimulai sejak dini. Cinta ala anak TK gitu, lho. Yang belum betul-betul bisa disebut naksir. Hanya euforianya saja menyenangkan, membawa semangat untuk terus bisa bertemu. Paham, kan? Dulu .... Daaron menandai Daisha, anaknya Om Genta. Garda tidak tertarik. Belum. Sampai saat dirinya menapaki bangku kelas 6 SD. Semakin diperhatikan, kok, semakin menarik, ya, adik kelas yang selalu berjilbab itu. Siapa tadi namanya? Daisha. Sering diajak main juga oleh Daaron, aut

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   52 | Seolah Begini Baru Benar

    Garda sempat suuzan. Dia pikir mertuanya setega itu memisahkan. Soalnya, kan, sudah ada kesepakatan bahwa Garda siap pergi sesuai saran Mama Nuni asal hari ini diizinkan full dengan Daisha. "Nggaklah, Gar. Mama sama papa walau marah banget sama kamu atas tindakanmu ke Ais, tapi nggak sampai begitu ... apalagi tahu kamu juga beneran mau memperbaiki. Beda cerita misal kamunya naudzubillah." Mama Nuni berkata demikian di akhir obrolan sebelum kemudian Garda masuk ruang rawat Daisha. Tak lama setelahnya, papa kembali. Kemudian orang tua sang istri pamit pulang dulu, nanti kembali lagi.Awalnya Mama Nuni berat meninggalkan Daisha hanya bersama Garda, mengingat kasus yang sampai detik ini masih seperti benang kusut. Namun, pada akhirnya bisa diyakinkan bahwa kekhawatiran beliau tak akan terjadi. Garda menjamin. Kini hanya berdua. Garda dan Daisha saja. Tanpa dibicarakan, keduanya bersepakat untuk tidak menyinggung perkara yang sudah-sudah. Daisha juga menepikan segala rasa sakit yang se

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   51 | Berdamai untuk Keselamatan

    Apa yang terjadi?Kenapa bisa sampai seperti ini?Daisha tampak pucat dan punggung tangannya ditusuk jarum infus. Kelopak mata itu terpejam. Ada kembang-kempis stabil yang menjadi tanda bahwa Daisha masih bernapas.Satu kelegaan yang Garda dapatkan, tetapi ada banyak keresahan yang juga menyerang. Di sini. Garda sudah di sisi brankar yang Daisha tiduri. Garda tidak sendiri, ada Mama Nuni yang menemani. Papa Genta di masjid katanya.Garda masih tercekat untuk bertanya ... "Ais kenapa, Ma?" Tapi pada akhirnya dia ucapkan juga. Ditambahi dengan pertanyaan, "Kok, bisa masuk rumah sakit gini? Dokter bilang apa katanya, Ma? Dedeknya ...."Tercekat lagi.Apa kabar dengan janin di dalam kandungan itu?Garda tak sanggup melontarnya, kali ini sungguhan. Dia menelan pertanyaan terakhir. Garda takut, jujur. Takut bila calon buah hatinya kenapa-napa.Dan andai itu terjadi, sepertinya Garda tak akan bisa memaafkan diri sendiri. Sepanjang hidup mungkin dia akan digelayuti sesal tanpa henti walau a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status