Begitu tiba di rumah papa, kami di sambut dengan keramahtamahan papa. Laki-laki itu terlihat senang dengan kehadiran kami, seolah-olah jiwa sepi nya setelah mama meninggal menghilang karena kedatangan kami. Apalagi saat tahu kami memutuskan bersedia tinggal sesuai dengan kemampuan papa, jelas saja papa begitu bahagia.
"Papa sempat berpikir mungkin kalian tidak mau tinggal di sini dengan banyak pertimbangan," papa bicara begitu saat pertama kali kami tiba."Dan papa benar-benar bahagia pada akhirnya kalian mau tinggal di sini." Lanjut papa lagi kemudian.Aku mengembangkan senyumannya, langsung merangkul papa nya dan membiarkan bik Sri meraih tas koper milik ki dan Hanin. Menyeratnya menuju ke kamar yang memang sebelum menikah menjadi milik ku dulu. Kembali ke mode lama, itu yang aku pikirkan."Dev mempertimbangkan banyak hal dan Hanin berusaha mengingatkan kalau papa pasti butuh Dev di samping papa." Dan akhirnya aku menjawab cepat. Aku memuji Hanin yang sebenarnya sempat menasehati aku perkara pindah ke rumah papa."Kalau ada apa-apa sama papa, dia sendirian di rumah juga kasihan sayang, seperti kata Amira papa butuh seseorang di samping nya.""Ditambah lagi bisa menghemat pengeluaran, ketimbang kita bayar sewaan mending uang nya di tabung, kita bisa nyimpan untuk tambahan dana bangun rumah impian."Itu barisan nasehat istri ku yang diberikan pada ku sebelum memutuskan untuk pindah kemari. Yah jika di pikir-pikir benar juga, ketimbang bayar sewa yang tiap bulan tidak kurang dari 12 juta uang nya bisa di alokasikan untuk dana tambah-tambahan bangun rumah impian. Aku sudah memiliki tanah yang cukup luas, dibeli sebelum menikah dengan Hanin. Kebetulan dana simpanan juga sudah siap untuk membangun rumah impian. Jadi sejak bulan kemarin sudah mulai merancang pembangunan, rumah impian Hanin dengan beberapa kamar, ruang kerja impian, dapur yang juga jadi impian istri pada umumnya. Meksipun Hanin juga bekerja mencari uang, aku bilang aku tidak ingin menggunakan uang nya untuk membangun rumah atau membantu pengeluaran lainnya. Aku bilang simpan saja, gunakan sebagai dana darurat dan dia bebas membelanjakan hak nya sendiri, karena menurut ku uang yang dihasilkan Hanin bukan hak ku."Setidaknya kalau aku belum pulang, ada Hanin yang nemanin papa dan papa tidak merasa rumah ini sepi tanpa siapa-siapa." Lanjut aku pada papa.Papa terlihat mengembangkan senyumannya saat mendengar pujian yang aku lontarkan pada Hanin, beliau seolah-olah begitu bahagia mendapatkan menantu yang memahami dirinya."Alhamdulillah, papa benar-benar bahagia menantu papa penuh dengan perhatian dan mau tinggal dengan papa." Jawab papa ku dengan wajah sumringah.Aku ikut mengembangkan senyuman, kami sudah melepaskan rangkulan sejak tadi di mana pada akhirnya bergantian Hanin mendekati papa dan memberikan salam. Papa memeluk Hanin dan mencium puncak kening nya, tanpa sedikitpun rasa curiga hadir di dalam hati, aku bahagia melihat kedua orang yang aku sayangi terlihat saling menerima dan menyayangi antara satu dengan yang lainnya."Yah sudah aku dan Hanin masuk ke kamar dulu pa, baru keluar nanti saat jam makan malam." Aku pamit, melirik kearah jam tangan di mana waktu adzan magrib sejenak lagi berkumandang.Papa menganggukkan kepalanya tanda setuju, aku meraih telapak tangan Hanin dan membawa nya untuk beranjak pergi ke kamar yang telah dipersiapkan oleh bik Sri. Kamar yang sejak kecil hingga sebelum menikah yang aku tempati di rumah keluarga utama ku tersebut.Tanpa pernah aku sadari, tatapan mata papa menelisik kepergian kami berdua dengan tatapan yang cukup dalam dan tajam, di mana bola mata tua itu terus memperhatikan istri ku dari ujung kaki hingga ke ujung kepalanya. Menampilkan satu senyuman yang tidak pernah aku sadari maknanya.Crasssss.Brakkkkkk.Pranggggg.Suara sebuah benda dijatuhkan, seperti suara besi yang menghantam lantai dan memekakkan telinga."Oh sial." Aku merasa tubuh ku dihantam oleh sesuatu, rasa berat terasa dimana aku merasa jika Juna menindih tubuh ku tiba-tiba. Aku jelas mengernyitkan dahi."De..v..."Saat aku sudah pasrah dengan keadaan, aku pikir aku pasti sudah selesai dan mati saat ini tapi suara Hanin terdengar memecah keadaan. Hanin bicara terpatah-patah dan penuh ketakutan."Say....ang."Aku yang merasa berakhir atau mungkin sudah mati merasa agak sesak sebab tubuh Juna menindih ku dan membuat nafas ku menyempit. Tapi aku perlahan membuka bola mataku dimana aku menyadari jika Hanin berusaha untuk menyingkirkan tubuh Juna yang ada di atas ku. Aku menyadari sesuatu jika Juna tumbang dan....."Dev..." Suara Hanin kembali terdengar, menyingkirkan tubuh Juna dengan bersusah payah. Darah sengar mengalir, dan aku melihat Hanin menghantam kepala Juna dengan sesuatu. Sebuah besi tergeletak
"Kalau begitu mari kita akhiri segalanya." Dan Juna bicara dalam kemarahan mendalam, bola matanya mengeluarkan Kilauan mengerikan penuh kenyataan. Warna kilau di tangan kanan nya seketika terlihat dan aku jelas cukup terkejut.Secara jujur aku sudah menyiapkan ancang-ancang tapi kejadian nya terasa begitu cepat saat Juna tiba-tiba saja berhamburan datang ke arah ku dan menyerang ku."Akhhhh." Hanin jelas terkejut saat melihat Juna menyerang ku tanpa basa-basi.Juna mencoba menikam ku dengan sebilah pisau, membuat aku terkejut setengah mati. Brakkkkk.Hantaman keras terasa saat Juna menyerang dan menghantam ku. Bersyukur aku bisa menangkis dan menahan tangannya yang memegang sebilah pisau. Hanin jelas terkejut, sebagai seorang perempuan apa yang bisa dilakukan kecuali berteriak histeris ketika melihat ipar nya ingin membunuh suaminya. Apalagi melihat sebuah pisau coba di tancapkan pada jantung ku. Refleks aku bisa mengelak saat ini, mencengkeram erat pergelangan tangan Juna dan menaha
Hahahaha Juna pada akhirnya tertawa sumbang, dia cukup tidak percaya saat aku mengatakan segalanya. Tatapan nya cukup mengerikan saat ini di mana dia mencoba untuk menegakkan dirinya agar tidak oleng setelah mendengar ucapan ku barusan. Hanin terlalu takut melihat Juna, menyembunyikan diri dalam keterkejutan yang sama. Aku tahu kondisi istriku tidak baik-baik saja, wajah nya luka dan tubuh nya juga ikut terluka."Kau terlalu banyak nonton drama, apa yang kau pikirkan dan kau sampaikan terlalu tidak masuk akal dan mengandung bualan semata." Juna masih bersikeras berkata jika aku membual, mana mungkin ucapan ku benar dan dia masih berusaha menyembunyikan satu kenyataan dari ku."Seharusnya aku menyadari saat mama dan papa kehilangan anak mereka di masa lalu." Dan tatapan ku tajam tertuju pada Juna, mengingatkan dia tentang sebuah peristiwa besar di masa lalu.Juna pernah hilang di masa kecilnya, kehebohan terjadi di mana-mana kala itu dan beberapa anggota keluarga tahu dan berusaha menc
"Seharusnya aku sudah bisa menebak nya dari awal, tapi sayang aku cukup terlambat menyadari semua nya, Juna." Dan aku terus bicara, kemudian menyebut nama Juna, saudara laki-laki ku. Aku membalikkan tubuh ku, membiarkan cahaya rembulan menerpa ku.Ikatan di tangan ku sudah terlepas, meskipun tubuh dan kaki ku diikat juga tidak membuat ku kesulitan bergerak. Aku melepaskan ikatan kaki ku perlahan dan membuka ikatan di tubuh ku. Kepala ku jujur masih berdenyut, tapi tidak menyurutkan aku untuk membalikkan tubuh dan menatap Juna. Hanin terlihat tidak berani menatap Juna, memilih bersembunyi di belakang ku.Juna berdiri tepat di hadapanku, jarak kami tidak terlalu jauh, awal nya dia ditutupi kegelapan hingga terpaan cahaya bulan menampilkan raut wajah Juna pada ku. Laki-laki itu menatap lurus ke arah ku, tatapan matanya terlihat berkilatan, aku bisa melihat dan menebak arti tatapan Juna tapi aku memilih untuk terus bersikap tenang tanpa peduli dengan tatapan nya pada ku.Hanin terkejut sa
Rasanya tidak ingin terlalu terburu-buru, sebab di pemikiranku saat ini Hanin pasti tidak baik-baik saja, tapi jika tidak terburu-buru, ada pemikiran lain yang menghantam bagaimana seandainya aku terlambat. Ah sudahlah.Aku mencoba untuk bergerak di mana kini kakiku melangkah masuk ke dalam halaman rumah, mencoba untuk bergerak menuju ke arah pintu depan, "Akhhhhh..." Dan terdengar dari arah lantai atas, aku terkejut, membelalakkan mata, pandanganku langsung tertuju ke arah lantai atas dimana aku membeku untuk beberapa waktu. "Hanin!?." Jelas saja aku tahu siapa pemilik suara itu, terlalu gegabah mungkin, secepat kilat Aku berlarian menuju ke arah anak tangga, menaikinya dengan cepat dan bergerak menuju ke lantai atas. Aku tahu itu Hanin ku, dia pasti dalam keadaan tidak baik-baik saja.Asal suaranya jelas dari arah kamar di bagian sisi kanan rumah, aku tidak harus menunggu lama untuk mencapai titik pintu tersebut. Anggaplah aku terlalu bodoh karena kepanikan, akal sehat dan juga lo
Suasana rumah agak aneh begitu aku tiba, dan yang membuat aku sedikit terkejut juga mengernyitkan dahi saat aku melihat sebuah mobil tidak asing terparkir di depan halaman rumah. "dia di sini?" aku membantin menyadari siapa yang datang ke kediaman aku dan Hanin. hanya saja kenapa semalam ini, aku pikir apakah sang pemilik mobil berencana menginap?.Berbagai macam spekulasi menghantam, membuat aku menebak-nebak tentang banyak hal.Hingga pada akhirnya secara perlahan aku memutuskan keluar dari mobil ku, tidak memarkir nya hingga masuk ke dalam halaman rumah,. memutuskan untuk memarkirkan nya agak jauh dari rumah kami.Tebak apa yang aku pikirkan?."apakah mungkin Hanin yang mengundang orang itu?" ah berbagai macam pemikiran penghantar diri ku saat ini, di tengah keadaan di mana Aku terlalu gelisah dengan keadaan. apalagi saat aku mengetahui tentang sebuah kenyataan tadi di mana aku ternyata bukan putra dari orang tuaku. yang lebih mengerikan lagi satu saudaraku tahu sajak bahasa anak