Share

Flashback : Menjual Keperawanan

Detik tiap waktu berlalu terasa sangat berharga untuk Ashana saat ini. Di detik itu setiap napas Ibu nya sedang di perhitungkan. Setiap detik yang berlalu sebanyak itu pula, ia menyia-nyiakan nasib keselamatan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia.

Ashana Fazaira, gadis yang berusia 24 tahun itu berdiri diam menatap cermin di depannya.

Ia mengamati dirinya di cermin toilet rumah sakit, gadis dengan rambut hitam di ikat satu yang panjang, mata besar hitam yang tampak lelah, sayu dan kurang tidur. Lalu wajahnya yang putih tapi kasar karena beruntusan dan jerawat kecil di mengalir di sisi wajahnya.dahi dan pipi. Belum lagi cekungan di pipinya bahkan terlihat jelas karena bobot tubuhnya yang banyak hilang. Sedangkan lelehan air mata terus menghangat.

Dia sungguh jelek

Sungguh banyak yang berubah padanya

Kehidupan bahagianya juga telah hilang

Seakan tak cukup sekarang Ia harus mendapatkan uang 150 juta untuk operasi Ibunya. Ashana terpaksa mengambil keputusan yang tergolong gila, dan termasuk dosa. Ashana hanya terpikirkan satu cara untuk keluar dari beban ekonomi yang saat ini menghampirinya. Jika tak ada lagi yang bisa ia jual, maka pilihannya hanya menjual dirinya sendiri.

Karena itulah ia langsung menunju apartemen temannya Ava Janitra. Teman satu tempat kerjanya, mereka sudah mengenal selama 2 tahun dan hubungan pertemanan mereka sudah sangat dekat. Ia tau Ava sering kali keluar masuk club malam, dan pernah temannya itu mengatakan di bayar setelah tak sengaja melakukan one night stand dengan pria asing.

Bukan hanya 1 juta atau 2 juta, tapi pria asing itu meninggalkan cek senilai 200 juta untuknya, atau mungkin untuk keperawanannya. Ava pada saat itu marah besar, saat bangun di kamar hotel melihat hanya ada cek tanpa sosok lain yang menemaninya semalaman itu.

Tapi semarah apapun ia tak sanggup untuk membuang cek itu. Ia sudah banyak kehilangan, tak mungkin ia pergi dengan tangan kosong. Ava juga memiliki nasib ekonomi yang tergolong sedikit lebih baik dari Ashana, tapi tak tergolong kaya raya. Jadilah ia menyimpan dan menikmati uang 200 juta itu dengan sedikit perih di hati.

Kembali mengingat itu Ashana menghubungi Ava, mungkin hanya ini jalan satu-satunya. Ia harus tidur dengan pria asing, dengan begitu berarti ia harus menyerahkan keperawanannya.

Meski pahit, ia tak bisa tak memikirkan wajah Ibunya yang saat ini masih terbaring di atas ranjang rumah sakit.

“Kamu serius?” Ava berdiri berkacak pinggang di depannya, dengan baju rumahan berupa dress pendek dengan tali spaghetti. Rambutnya bahkan tampak berantakan karena sedari ia mendengar kalimat itu, wanita di depannya ini langsung mengacak rambutnya frustasi dah tak habis pikir.

Ashana mengangguk, “Iya, aku serius Va.”

Walaupun mendengarnya langsung, wajah wanita itu masih tak percaya. Ia mengenal baik temannya ini yang selalu menolak ketika di ajak ke club hanya untuk sekedar bersenang-senang saja. Tapi dengan tiba-tiba temannya ini berubah, langsung ingin tidur dengan pria asing. Tentu ia boleh tak percaya, kan?

Tapi Ava juga tau masalah yang saat ini di derita temannya ini, masalah ekonomi memang yang paling menyulitkan di dunia ini.

Ava akhirnya duduk di sebelah Ashana, menyandarkan punggungnya, menghela napas panjang. Wanita itu menatap ke langit-langit apartemen kecil miliknya, “Sesusah itu emang ya Sha untuk dapetin uang. Orang bilang hidup nggak cuma sekedar tentang uang. Tapi nyatanya hidup nggak bisa tanpa uang.”

Ashana yang melirik temannya itu, menunduk seketika ketika mendengar kalimat itu. Ya, uang memang lah segalanya.

Melihat reaksinya temannya yang hanya termenung dari sudut matanya, Ava kembali menghela napas panjang. Ia juga sama putus asanya dengan Ashana, ia merasa bersalah sebagai teman.

“Sorry Sha, aku nggak bisa bantu kamu kali ini. Aku juga cuma anak dari keluarga yang biasa aja. Paling banyak aku cuma megang uang 50 juta Sha” ucapnya lirih sarat kesedihan di sana.

Rasa sedih itu ternyata sampai di mata Ashana yang tampak mulai mengembun, tapi dengan cepat di usir oleh tangannya.

“Kamu bisa bantu kok, bantuin aku cari pria asing yang mau tidur sama aku. Kan kamu paling ahli soal begini” ucapnya sedikit bercanda untuk mengusir atmosfer sedih yang mulai tampak canggung itu.

Dan benar saja, Ava langsung melayangkan pukulan ke lengan atas Ashana. Ia tak terima mendengar kalimat itu, “Enak aja aku di bilang ahli. Aku nggak seprofessional wanita club ya. Mereka tuh baru ahli”

“Ya udah dari aku kan ahlian kamu. Jadi, senior tolong bantuannya ya” ucap memohon Ashana yang masih tampak main-main dengan senyum tipis yang membuat Ava mencibir mendengarnya.

“Oke sekarang kita pergi” final Ava.

**

Lampu redup yang remang-remang dan suara musik yang menguasai tempat itu membuat kernyitan makin dalam terlipat di dahi Ashana. Ia baru pertama kali ke tempat ini, tapi atmosfer kebebasan sudah membuatnya tercekik.

Sedangkan Ava berjalan pasti di depannya dengan berbagai rayuan yang terus menghampiri wanita itu.

“Sha ke arah sini” tarik Ava yang langsung mengambil tangannya menuju lantai atas.

Pemandangan yang mengejutkan tumpah di matanya, setiap tempat ia memandang selalu akan ada pasangan yang berbuat intim menghadang. Hal-hal intim yang lebih dari ciuman bahkan dapat dengan mudah di lihatnya.

Ashana langsung mengecilkan bahunya merasa risih melihat baju wanita di sana yang hanya menutupi aset penting saja. Bahkan ada yang sudah terbuka di bagian dada.

“Hei Va akhirnya ketemu juga kita” sapa seorang lelaki yang langsung mendekat dan mencium pipi kiri Ava tanpa adanya gerakan penolakan dari temannya itu.

Cukup membuat Ashana kaget

“Whoa lo bawa siapa nih?” tanya pria yang duduk di sofa tempat yang akan di tuju Ava.

Ava langsung menarik Ashana ke sampingnya, “Temen gue, dia masih virgin. Yang gue bilang tadi” ucap Ava langsung tanpa basa basi yang mendapat siulan dari yang lainnya, sedangkan Ashana sudah menunduk karena malu.

“Yakin sih masih virgin. Bentukan nya jelek gini, siapa yang mau nidurin kan?” ucap pria tadi yang mencium Ava, yang menaruh tangannya di dagu Asha mengangkatnya naik agar bisa menatap wajahnya.

Asha langsung kaget di buatnya dan refleks mundur mendekat pada Ava.

“Wah seriusan jelek? Percuma juga kalau perawan tapi jelek, nggak enak banget pas mau keluar liat wajahnya masuk lagi sperma gue” lelucon salah satu pria di sana yang makin membuat Ashana gemetaran.

“Gimana sih Va. Lo bawa cewek jelek gini, mana jerawatan lagi, kulitnya kasar juga” ucap pria yang sama mulai mengelus lengan Ashana.

“Mau jual diri juga harus cantik kali neng. Masa jual perawannya doang, tapi wajahnya lebih jelek dari pembantu gue” ucap lagi orang di sana.

Ashana sudah memegang kuat tangan Ava, tak ingin lagi mendengar lelucon tentang dirinya. Ia hanya ingin pergi dari sini, tapi bisikan dari Ava langsung membuatnya sadar seketika, “Inget Ibu kamu yang lagi di rumah sakit Sha.”

Iya, Ibunya membutuhkan uang secepatnya.

Ava menatap orang di sana, “Nggak jelek amat kok, liat deh badannya bagus, berisi. Lagian yang kalian butuhin kan cuma badan doang buat di tidurin. Nyari perawan sekarang susah, jadi nggak usah banyak bacot. Ada yang mau tidur nggak, ama temen gue?” tanya Ava akhirnya membuat diam orang yang ada di sana.

Pria yang duduk di sofa itu menatap lama pada Ashana, “Ya bener juga, payudaranya gede juga, di tambah masih perawan. Gue rasa gue mau tidur sama temen lo itu. Tapi ada syarat nya…”

Perkataan menggantung itu membuat Ashana menaikkan pandangannya, menatap wajah sombong lelaki itu yang wajahnya biasa saja, tapi memang terlihat kaya.

“Apa?” tanya Ava

Seringai pria itu langsung muncul menatap lurus pada Ashana, “Suruh temen lo buka bajunya di sini. Gue juga harus mastiin barangnya bagus apa enggak” ucapnya yang langsung di sambut tawa semua orang di meja itu.

Ava langsung mengeraskan rahangnya, sedangkan Ashana sudah menegang dan memucat di tempatnya. Telinganya seakan meledak mendengar itu.

“Gimana, temen lo mau nggak? Buka semua pakaiannya tanpa tertinggal sehelai pun!” tekannya lagi.

Badan Ashana meremang mendengar itu, itu perkataan paling hina yang pernah ia dengar

Dan di detik itu juga Ashana langsung berlari dari sana.

Ia tak bisa, sekeras apapun ia mencoba. Ia tak mungkin berani melakukan itu.

Ia tak sehina itu.

Di kala ia lelah dan berhenti karena merasa tersesat tak tau arah pintu keluar. Suara lembut seseorang menyambutnya, “Saya bisa kasih kamu uang berapa pun yang kamu mau. Syaratnya cukup melahirkan anak untuk suami saya”

Deg

“Saya akan beli rahim kamu seharga 1 Miliar”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mellanie Putri
kya prnh baca
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status