Share

Menantu terakhir

"Kenapa diam?" tanya wanita cantik yang sudah berumur, di depan Eiwa.

"I--itu, Ma. Eiwa hanya menjalankan tugas dari bos," ucap Eiwa lirih, dengan menundukkan kepalanya.

Suara bariton di depan Eiwa meminta lelaki bertubuh tinggi itu untuk duduk dan menjelaskan apa yang diperintahakan oleh anak mereka.

Keempat orang itu diam, dan saling pandang. Eiwa saat ini seperti tertuduh, dia merasa terintimidasi hanya dengan tatapan tajam dari ketiga orang yang ada di hadapannya.

"Ulah apa lagi yang dibuat oleh dia?" tanya wanita yang sudah emosi.

"Ini hanya masalah pekerjaan Mama Ranti," ujar Eiwa dengan pasrah, meski harus tetap berbohong.

"Kamu pikir, mama akan percaya denganmu?" balas Ranti emosi. "Dia pasti lagi merencanakan sesuatu yang akan membuat perjodohannya gagal, kan?" sambung wanita yang saat ini sudah berdiri dengan berkacak pinggang, lalu menunjuk ke arah anaknya.

Eiwa makin tertunduk, apalagi bosnya memberi kode untuk tidak mengatakan apapun pada orang tuanya. Dilema menjadi bawahan saat ini sangat dirasakan oleh Eiwa, rasanya dia ingin menghilang ke dasar bumi yang terdalam, agar tidak ikut dalam perseteruan orang tua dan anak.

"Kamu juga Eiwa, kapan kamu mau menikah dan memberikan mama cucu?" sembur Rianti, yang tidak membedakan antara anak angkat dan anak kandungnya.

Eiwa menatap wanita yang membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu, kemudian mendekat dan memeluknya dengan erat.

"Eiwa masih mau manja sama mama," lirih Eiwa.

"Dasar anak mama!" ketus lelaki muda yang sejak tadi hanya diam saja.

Eiwa kemudian menguraikan pelukannya dan menatap tajam pada sahabatnya itu, kemudian memberi kode untuk keluar rumah. Namun, lelaki itu mengabaikannya dan Eiwa menarik napas panjang.

"Kamu cemburu dengan aku?" Eiwa mulai dengan aksinya untuk menyudutkan sahabatnya itu. "Maaf, aku enggak bermaksud dekat dengan mama. Hanya saja, aku rindu ... Sangat rindu padanya," Dengan lembut Eiwa mencium tangan Ranti.

"Tunggu dulu!" Ranti menarik tangannya yang di genggam oleh Eiwa. "Pembahasan kita belum selesai, kamu jangan coba-coba mengalihkan perhatian!" kesalnya pada putra angkatnya.

Eiwa menggaruk leher belakang yang tidak gatal, karena ketahuan. Dia diam dan melirik sahabatnya itu, yang lebih memilih asik dengan ponselnya.

"Arleta!" gumam Ranti, ketika ponselnya berdeing di atas meja dan menampilkan nama adik iparnya di layar.

Ranti menatap Eiwa dan anaknya secara bergantian, menelisik ada apa sebenarnya. Tangannya dengan cepat mengambil ponsel yang terus berdering dan menerima panggilan dari adik iparnya itu.

"Ya, ada apa?" jawabnya. Lalu, Rianti terdiam, mendengarkan seksama apa yang sedang dikatakan oleh wanita di seberang telepon. "Aku di rumah anakku,datanglah!" ujar Rianti dengan mengepalkan tangannya.

Ponsel pun kembali diletakkan di atas meja, setelah Rianti mengakhiri panggilan teleponnya. Tatapannya kini bertambah tajam ke arah dua lelaki yang sudah dewasa di depan dan samping kanannya.

"Pa, daftarkan pernikahan lelaki brengsek ini ke KUA sekarang! Suruh saja asisten kamu!" ketus Rianti pada suaminya, yang sejak tadi diam sama seperti putranya.

Merasa namanya dipanggil, lelaki paruh baya itu meletakkan ponselnya dan menanyakan ada apa, sehingga istrinya begitu sangat kesal.

"Lihat, tu!" Dagu Ranti terangkat dan matanya menatap ke arah pintu.

Bertepatan dengan Arleta masuk bersama wanita muda, membuat semua mengalihkan pandangan mereka pada dua wanita yang berbeda usia itu. Eiwa merasa semakin tidak berdaya dengan hal ini, awalnya dia ingin menyembunyikan Ivana terlebih dulu, ternyata malah sudah ketahuan dengan sangat jelas oleh kedua orang tua angkatnya.

"Mati gue!" ujarnya dalam diam.

Lagi-lagi, Eiwa menatap ke arah lelaki yang menjadi sumber masalah dalam hidupnya saat ini. Sedangkan yang ditatap santai, meski raut wajahnya sangat tegang.

Rianti mendekati Ivana, dan bertanya mengenai anaknya yang ingin menikah dengannya. Sejenak Ivana memandang Eiwa yang sudah memceritakan semuanya, saat perjalanan tadi, lagi pula dirinya sudah menandatangani surat yang diberikan oleh Eiwa.

"Saya tulus ingin menikah dengan Tuan Carlos, Nyonya," jawab Ivana sedikit bergetar.

"Panggil saya mama, dan jangan pernah memanggil Carlos dengan kata Tuan!" seru Rianti kesal.

Ivana hanya bisa mengangguk dan memberikan senyuman manisnya pada Rianti. Wanita paruh baya itu langsung memeluk Rianti dan mengajak duduk di sampingnya, lalu meminta suaminya untuk ke KUA mengurus pernikahan yang kelima anaknya.

"Arleta, bawa dia ke rumah!" pinta Ranti tegas, dan Arleta pun mengajak Ivana berlalu.

Ranti langsung memandang Carlos dengan tatapan membunuh, kemudian mendekat dan menceramahinya panjang lebar tentang Ivana. Kemudian menghadiahi lelaki berwajah tegas itu dengan satu perbuatan yang membuatnya terpekik.

"Mama, aku sudah dewasa!" keluh Carlos, dengan memegangi telinganya yang terasa sakit.

"Mama mau kamu menikah dengan gadis itu untuk yang terakhir kalinya, jangan lupa bawa keluarganya sebelum akad nikah di mulai! Kami ingin mengenalnya lebih dekat!" ketus Ranti.

Eiwa menatap ibu dan anak yang sedang bertengkar karena masalah pernikahaan, dan dia akhirnya memberitau tentang keluarga Ivana, tapi hanya sebagiannya saja.

"Ayah Ivana sedang sakit, Ma," ujar Eiwa yang mendapatkan tatapan kesal dari Carlos dan ancaman yang sudah menghadang di depan mata.

"Besok antar mama ke sana untuk minta restu pada mereka untuk menikahkan putrinya dengan putra mama yang berengsek ini! Mama harap, Ivana bisa membuatnya bertekuk lutut dan memohon cinta, agar lelaki ini jera dan bisa menghormati wanita dengan baik! Cuma karena satu wanita, wanita lain dia permainkan!" ucapan Ranti penuh penekanan di setiap katanya, membuat Carlos jengah.

"Seharusnya, mama doain aku dengan doa terbaik! Bukan malah nyumpahin," ujar Carlos merajuk.

"Itu adalah doa terbaik saat ini!" imbuh sang mama dengan suara geregetan. "Mama rasa sudah cukup, mulai besok kita akan mempersiapkan pernikahanmu! Mama akan jadikan dia calon menantu yang terakhir!" Ranti langsung melangkah keluar dari ruangan disusul sang suami. "Eiwa, nanti malam kamu harus ke rumah untuk makan malam bersama," sambung Ranti dan disanggupi oleh Eiwa.

Robert--ayah Carlos tipe lelaki pendiam, tetapi tegas disatu kesempatan. Membuat siapa saja yang berbicara dengannya akan merasa terintimidasi, akan tetapi seketika akan dicibir karena melihat lelaki tinggi itu bucin pada istrinya.

"Kau lihat Eiwa, itu yang aku tidak suka!" ujar Carlos menunjuk ke arah orang tuanya yang saat ini sudah bergandengan tangan.

"Semua orang ingin seperti papa mama, hanya kamu saja yang membenci kebucinan mereka!" ketus Eiwa.

Carlos mencebik kesal, karena Eiwa tidak mendukungnya kali ini. Dia bertambah kesal, karena tidak bisa mengancam Ivana yang akan dia nikahi.

"Cari cara agar aku bisa bertemu dengan gadis itu dan bicara berdua dengannya! Atau kau akan ...." tegas Carlos pada Eiwa yang kini merasa makin terancam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status