Ivana melihat ke arah kembar dan memberikan senyuman manisnya pada dua gadis yang mulai mengisi hari-harinya, mungkin tanpa mereka berdua, Ivana akan benar-benar terpuruk. Meskipun dia berusaha untuk tegar, kenyataannya, dia tidak sekuat yang terliat oleh orang sekitar. "Aku pergi dulu," ujar Ivana dengan lirih. Kembar D membalas senyum Ivana, dan pandangan mereka terus tertuju pada wanita yang sudah resmi menjadi kakak ipar mereka. Raut wajah mereka berubah sendu, saat pintu kamar tertutup. Memikirkan cara, agar kakak mereka --Carlos bisa merubah sikapnya yang angkuh menjadi bucin pada Ivana dan mereka butuh tenaga dan kerjasama yang ekstra. "Aku tetap pada pendirianku, untuk menculik Kak Eiwa yang sama menyebalkannya dengan Kak Carlos!!" ujar Davina dengan nada kesal yang sangat kentara. "Biar Kak Eiwa tidak sembarangan mengikuti perintah Kak Carlos!" tambah Davida, yang juga merasakan kekesalan saudari kembarnya. Davina memberikan dua jempol di depan wajah Davida, kemudian mere
Cukup lama Eiwa tertidur akibat obat yang diberikan oleh si kembar dalam minuman yang diberikan padanya, membuat si kembar merasa bosan. Beberapa kali mereka memainkan game, dan juga menonton banyak judul drama drakor, tapi tetap saja Eiwa masih pulas. "Apa harus kita siram saja?!" tanya Davida yang sudah sangat kesal dan juga bosan. "Jangan, kasurnya jadi basah dong!" larang Davina. "Dosis yang aku berikan sangat sedikit, loh! Kenapa bisa sampai berjam-jam efeknya?" keluh Davida, dengan menopang dagunya. Matanya menatap sayu ke arah Eiwa yang terbaring. "Lebih baik kita tinggal saja dulu, nanti kita kena omel kanjeng mami!" saran Davina. Davida menganggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan kembarannya. Jika suda marah, mamanya itu sangat menakutkan. Seperti reog ponorogo, itulah yang didefinisikan oleh keduanya untuk sang mama. Namun, baru saja mereka akan meninggalkan kamar, suara bas Eiwa menahan langkah kaki mereka. Tentu saja, senyum manis tersunging lebar di wajah keduanya. Me
Eiwa meminta si kembar untuk membuka ikatan di tangan dan kakainya dan meyakinkan dua gadis itu, jika dirinya tidak akan pergi dan menepati janjinya.Setelah saling melirik, untuk meyakinkan diri. Davina membuka ikatan yang ada pada tubuh Eiwa. Namun, untuk berjaga-jaga, gadis manis itu, tetap mengikat tangan Eiwa dan membuat lelaki itu berdecak kesal."Sudah kubilang! Aku tidak akan pergi atau pun kabur, sebelum memberitau kalian!" Nada bicara Eiwa nampak sekali kekesalan, tapi tidak membuat dua gadis itu mengubah keputusannya."Lebih aman dan nyaman!" seru Davida.Kembali, Eiwa berdecak dan akhirnya menhela napas beratnya. Mungkin saja tindakkan dua gadis ini demi menyelamatkan harga diri seorang wanita yang mereka sukai sejak pertama melihatnya. Sama halnya dengan dirinya, yang sempat terpana pada keluguan dan juga kejutekan Ivana."Ya, sudah!" Eiwa mengalah dan memenarkan posisi duduknya agar lebi nyaman. "Carlos hanya akan bersama Ivana selama dua tahun saja, dan setelah proram b
Langkah Ivana terasa berat, meski begitu kakinya terus berlari dengan sisa tenaga yang ada. Kemudian, mencari kendaraan umum, agar bisa segera sampai di rumah sakit. Tadi, saat sedang bekerja, Ivana mendapatkan telepon dari ibu tirinya, jika sang ayah tercinta mengalami pendarahan di otaknya, karena terjatuh. Padahal, saat ini ayahnya juga sedang mengalami sakit ginjal."Ayah, apa yang sedang terjadi! Jangan tinggalkan Ivana sendirian, Yah," lirih Ivana, saat di dalam bus.Ivana hanya bisa meratap saat ini, dia tidak memiliki teman atau keluarga untuk tempat bersandar, selain dengan ayahnya. Ivana hanya memikirkan bekerja dan bekerja, tanpa memperdulikan lelah pada dirinya sendiri, setelah ayahnya dinyatakan gagal ginjal karena kebiasaan hidup tidak sehat dan tidak bisa kerja berat.Ivana menatap nanar dompet miliknya yang hanya berisi selebar uang kertas berwarna hijau, perutnya saat ini terasa melilit. Gadis muda itu mengabaikan apa yang diperlukan oleh tubuhnya, dan memilih menaiki
Saat Ivana hendak berkata, ponsel Carlos berdering dan lelaki itu langsung menerima panggilan itu. Tidak berapa lama, wajah Carlos berubah panik dan langsung meninggalkan Ivana seorang diri di ruangannya."Tuan, aku bagaimana?" tanya Ivana yang tidak lagi terdengar oleh Carlos.Ivana tidak berani bergeser dari tempatnya berdiri, hanya mata dan ke[alanya yang leluasa bergerak untuk meliat sekitar. Gadis itu tidak mau menambah masalah dengan dirinya kabur atau melakukan tindakan yang bisa membaayakan nyawa ayahnya.Sudah tiga jam Ivana berdiri, kakinya mulai gemetaran dan tubuhnya mulai berkeringat dingin. Gadis itu sudah melewatkan makan malam, sarapan dan makan siangnya. Sekuat-kuatnya Ivana, daya tahan tubuhnya tidak bisa lagi menolongnya untuk mampu berdiri tegak. Ivana ambruk seketika.***Setelah urusannya selesai, Carlos memutuskan untuk ke rumah sakit tempat ayah Ivana dirawat. Carlos ingin memastikan sendiri keadaan ayah Ivana yang sempat kritis, setidaknya supaya rencananya be
Saat tangan Carlos hampir menyentuh wajah Ivana, suara gemuruh dalam perut Ivana membuat lelaki di hadapannya tertawa secara tiba-tiba. Menghina keadaan Ivana yang tidak berdaya saat ini, yang tidak berdaya dan bergantung padanya. Carlos melepas Ivana dengan kasar, dan melangkah menjauh. Meminta pada Eiwa untuk mencarikan makanan untuk gadis itu dan Eiwa segera pergi menjalankan tugasnya, "Apa maksudnya ini?" tanya Carlos dengan nada tinggi. Saat Carlos menggeser tab milik Eiwa, lelaki itu menemukan secarik kertas dan menatap tajam ke arah Ivana, karena di awal kertas tertulis "TAMBAHAN ISI KONTRAK PERJANJIAN SEWA RAHIM!" "Aku hanya tidak ingin terlalu rugi dengan perjanjian yang anda ajukan!" ujar Ivana. Gadis itu berharap, setelah lepas dari Carlos dan ibu tirinya, dia bisa membangun impiannya dan hidup bahagia bersama ayahnya. Impian sederhana yang selalu diinginkan oleh gadis itu. Carlos kembali membaca tulisan tangan Ivana dengan lirih. "Membiarkan aku tetap bekerja, harus
Eiwa mengabaikan Ivana, memilih melakukan panggilan telepon dengan bosnya, yang sudah tidak sabaran untuk menikah untuk kesekian kalinya. [Saya membawanya ke sana!] Sejenak Eiwa terdiam, mendengarkan lawan bicaranya di seberang telepon. [Oke, saya ke sana!] Ivana terkejut dengan ucapan orang yang ada di sampingnya, pikiran buruk pun mulai bergelayut. Karena lelaki itu menggunakan bahasa asing yang baru pertama kali didengarnya. Gadis itu berpikiran, jika Eiwa dan carlos adalah pedagang oran manusia "Berhenti!" teriak Ivana yang mengejutkan sang sopir, terlebih Eiwa. Mobil pun berhenti secara mendadak, dan membuat siapa saja yang di dalamnya mengaduh. "Ada apa?" tanya Eiwa kesal, karena ponselnya terjatuh saat mobil ngerem mendadak. "Kamu mau menjualku?" tanya Ivana, membuat Eiwa mengernyitkan dahinya. "Atau kalian mau menjual organ yang ada di dalam tubuhku?" imbuh Ivana dengan mata berkaca-kaca, dan kedua tangannya menyilang di depan dada. Eiwa tertawa melihat dan mendeng
"Kenapa diam?" tanya wanita cantik yang sudah berumur, di depan Eiwa."I--itu, Ma. Eiwa hanya menjalankan tugas dari bos," ucap Eiwa lirih, dengan menundukkan kepalanya.Suara bariton di depan Eiwa meminta lelaki bertubuh tinggi itu untuk duduk dan menjelaskan apa yang diperintahakan oleh anak mereka.Keempat orang itu diam, dan saling pandang. Eiwa saat ini seperti tertuduh, dia merasa terintimidasi hanya dengan tatapan tajam dari ketiga orang yang ada di hadapannya."Ulah apa lagi yang dibuat oleh dia?" tanya wanita yang sudah emosi."Ini hanya masalah pekerjaan Mama Ranti," ujar Eiwa dengan pasrah, meski harus tetap berbohong."Kamu pikir, mama akan percaya denganmu?" balas Ranti emosi. "Dia pasti lagi merencanakan sesuatu yang akan membuat perjodohannya gagal, kan?" sambung wanita yang saat ini sudah berdiri dengan berkacak pinggang, lalu menunjuk ke arah anaknya.Eiwa makin tertunduk, apalagi bosnya memberi kode untuk tidak mengatakan apapun pada orang tuanya. Dilema menjadi bawa