“Yuri. kau meninggalkan aku?! Kenapa tidak mengajakku?” Torrance berkata dengan wajah kesalnya.
“Ayolah Torrance, aku tidak bermaksud meninggalkanmu. Tadi kami buru-buru, benarkan Hary? lagian kami Cuma pergi sebentar.” Ucapku menahan tawa.
“Kau bilang sebentar. Seharian penuh kalian pergi. Sedangkan aku dan Seward sibuk menyiapkan semua perlengkapan untuk nanti malam,” Omel Torrance. Untung saja Seward menghampiri kami.
Aku langsung masuk kedalam rumah dan pergi ke dalam kamarku. Kupikir aku harus mandi dulu. Namun ketika melihat laptop aku langsung teringat dengan email yang dikirimkan oleh Darren.
Aku menghampiri laptopku, namun perasaanku tidak tenang. Seperti ada orang yang sedang memperhatikan aku. Aku mengedarkan pandanganku kesekeliling. Ketika aku melihat kearah rumah Torrance, di balkon kamarnya ada seseorang yang sedang berdiri.
Aku sangat kenal dengan postur tubuh itu. dia menatapku dengan wajah marah namun masih ada senyum yang me
Hari ini dengan malas aku membereskan semua perlengkapanku untuk ke Greendland. Tidak banyak baju yang aku masukan kedalam koper. Aku yakin baju yang disana masih muat ditubuhku. Besok keberangkatanku kesana. Seward sudah membelikan tiket, termasuk tiket untuk dirinya. Dia akan ikut ke Greendland. Beberapa kali aku menarik napas dengan berat. Ya, berat untuk kembali kesana. Aku sudah terlalu nyaman dengan tempat ini. “Ri! Riri ...” Terdengar panggilan dari lantai bawah. Suara ini langsung membuatku semangat untuk bergegas. “Oke ... aku turun Hary.” Dengan tidak sabaran aku berlari kearahnya. Memeluknya dengan erat. “Aku merindukanmu,” Ujarnya ditelingaku. “Aku juga sangattt merindukanmu.” “Maaf, besok aku tidak bisa berangkat bersamamu. Aku mendadak ada kegiatan yang harus diselesaikan,” Aku menggeleng, seolah mengerti apa yang menjadi kegiatan untuk Hary. Tentu saja berburu. “Oke, aku akan menun
Aku terus memperhatikan sekelilingku, perasaanku tidak tenang. Seperti ada seseorang yang terus memperhatikan gerak gerik kami dari jauh. “Kau tidak merasakan apa pun, Torrance?” Tanyaku penasaran. “Kau merasakannya juga?” Torrance malah balik bertanya. “Aku kira hanya perasaanku saja. Bukankah kita sudah di perhatikan sejak datang ke sini?” “Kau benar, ada seseorang yang memperhatikan kita.” Perkataan Torrance membuatku langsung mendekat ke arahnya. bagaimana jika itu Darren? tapi jika itu Darren pasti akan langsung menyerang. Tidak akan hanya melihat kami seperti itu. “Apakah berbahaya?” Tanyaku sedikit takut. “Tidak, dia tidak akan berani mendekatiku ... mahluk rendahan.” Desisnya. Setelah Torrance berbicara, orang itu hilang dari penglihatanku. Perasaanku sedikit lega, ada untungnya juga aku berteman dengan orang hebat seperti Torrance. “Bosan? Kau ingin mencoba hal baru?” Aku langsung menatapnya cur
“Memangnya kenapa? Aku dan Seward sudah bersiap untuk pergi.” Mommy menelepon pagi sekali. Dia mengabari jika aku tidak perlu datang ke Greendland. Aku menahan rasa senang di dalam hatiku. “Mommy ada urusan di Alaska. Mungkin, Mommy yang akan datang ke rumah Seward,” ucap Mommy. “Oke, kalau begitu semoga urusan kalian segera selasai.” “Semoga saja. Kalian jaga kesehatan disana.” “Pasti Mommy. See You!” “See you too.” Mommy menutup panggilannya. Aku langsung meloncat dengan senang, baju yang sudah aku masukan ke dalam koper, aku lemparkan satu persatu. Sebegitu senangnya sampai aku tidak menyadari siapa yang masuk ke dalam kamar. Seward menatapku dengan aneh. Matanya terus memperhatikan tingkahku. Bibirnya ikut tersenyum tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. “Ada apa? Kau menang lotere?” Suaranya mengagetkanku. “Mommy tadi mengabariku. Kita tidak perlu ke Greendland, me
De Javu Bukan rahasia lagi. Penampilan selalu nomor satu untuk Seward. Apalah aku yang hanya bisa tampil seadanya. Berkebalikan dengan Seward yang selalu tampil sempurna. Rapih dan tidak suka kotor, walau pun sedikit saja. Torrance beranjak dari duduknya. Tangannya terulur kepadaku. Aku memandangnya sebentar, lalu menggenggam uluran tangannya. Kami berjalan kearah ombak. Genggaman tangan Torrance masih setia. Dinginnya angin laut mengalahkan dinginnya tangan Torrance. Kami berhenti di depan ombak yang menghampiri kami. tanpa sadar aku tersenyum memandang laut luas di depanku. “Kau senang?” tanyanya. Aku menghela napas sebentar, “Tentu saja, kau tahu? Aku dan Seward seperti orang gila tadi pagi.” “Aku mendengar semuanya,” ucapnya dengan geli. Untuk beberapa saat bayangan lain muncul di kepalaku. Dengan jelas bisa kulihat Torrance sedang duduk di pantai memandang langit sore. Senyumnya tidak per
Dua hari ini aku merasa bebas. Bermain sepuasnya, menikmati waktu dengan sebaik yang aku bisa. Hari ini terakhir kami berada di pantai. Besok pagi kami harus kembali ke rumah. Mommy mengabari jika urusannya akan segera selasai dan segera menemuiku. Rencana mendaki gunung yang telah di siapkan kemarin batal begitu saja. Seward merasa kecewa. Sejak tadi dia tidak berselera melakukan apa pun. Torrance sendiri sudah bosan untuk mengajak Seward sekedar berjalan-jalan di pinggir pantai. Akhirnya kami hanya berdiam diri di vila. Aku dan Torrance keluar sebentar untuk mencari makanan, sekalian aku membeli beberapa souvenir untuk Hary dan Kasloff. Walaupun bukan barang mahal, semoga saja dia menyukainya. Perhatianku teralihkan ketika mendengar suara gemerincing dari cangkang kerang. Hiasan untuk di tempatkan di jendela, seperti tirai. Aku membelinya dua. Lalu aku melihat buku untuk menulis diary. Torrance yang melihatku terus menatap diary itu. langsung mengambi
Di luar aku bisa melihat air hujan yang mulai menyentuh pasir. Suaranya cukup membuatku terhibur. Aku bisa mengingat bagaimana saat aku baru sekolah di sini, lalu menatap hujan pertama tahun ini bersama dengan teman-temanku. Aku merindukan teman-temanku. Apa lagi Hary, aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin mengatakan tentang semua yang ada di pikiranku. Tapi, apakah aku terlalu berlebihan menanggapi semuanya? Padahal aku pikir Darren teman yang baik, walau pun sikapnya menyebalkan. Dia selalu bersamaku setiap hari. Apakah ku tidak benar-benar tidak peka dengan ke adaan sekitarku. “Kau belum tidur?” Torrance datang menghampiriku, dia duduk di sampingku. “Kau lihat sendiri,” jawabku. Dia tersenyum, terlalu lembut untuk orang seperti Torrance. Aku tertegun beberapa saat melihat senyumnya. Torrance yang melihatku tidak berkedip, langsung berdeham. Aku memalingkan wajahku ke arah lain. ke arah air hujan yang terus membentuk irama demi irama.
(1695, Rumania) Malam itu, sebuah keluarga sedang makan malam. Hanya terdiri dari empat orang, yang ada di meja makan. Sedangkan sisanya hanya berdiri menunggu perintah majikannya. Orang-orang sekitar lebih mengenalnya dengan keluarga Maria. Ya, anak perempuan mereka sangat terkenal di lingkungan bahkan keluarga bangsawan lainnya. Karakternya yang menyenangkan membuat orang sekitar sangat menyanjungnya. Apalagi kepintaran serta ke cantikannya membuat semua orang terpikat olehnya. Dia tidak pernah membuat masalah atau pun skandal seperti anak bangsawan lainnya. Yang dia dapat pujian, pujian dan pujian. Mr. Anthony sebagai kepala keluarga dan juga kepala pemerintahan di wilayah itu mempunyai karakter yang ambisius. Sedangkan Mrs. Carol adalah Ibu dari Maria mempunyai karakter yang sangat penyayang. Kakak angkatnya Albert mempunyai karakter yang sangat kejam. Semua anggota keluarga sangat menyayanginya. Bahkan mereka sangat protective menjaga Mar
Terlihat di sekelilingnya sudah banyak tamu. Maria mencoba untuk berbaur dan menyapa beberapa kerabat jauhnya. Mereka tentu saja senang bisa bertemu dan melihat langsung sosok Maria. Hari ini Maria memakai gaun sederhana, wajahnya sedikit di poles oleh kosmetik. Rambutnya di biarkan tergerai dengan indah. Banyak pasang mata yang melihat ke arahnya, apa lagi laki-laki. Albert yang baru saja tersadar langsung menghampiri Maria. Diam di samping Maria dengan wajah marahnya. “Ada apa?” tanya Maria. “Aku hanya ingin menjagamu,” jawab Albert dingin. Dia merangkul pinggang Maria. Namun tidak ada perubahan sama sekali dengan orang-orang yang terus menatap Maria. Membuat Albert kesal dan ingin melempar mereka semua ke tepi jurang. “Biarkan saja, aku sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu.” Maria terkekeh geli melihat Albert yang tambah kesal. “Kau menikmatinya?” tanya Albert heran. “Tidak terlalu,” jawab Maria. “Aku mala