"Aku tidak menyukai kakek-kakek ... tapi kalau wajah di depanku aku sangatt menyukainya."
Aku dan Torrance tertawa dengan pelan. Aku takut akan membangunkan Seward kalau aku tertawa terlalu keras.
"Kakakmu sudah bangun, sebaiknya aku keluar. Bye."
Dia berdiri melangkah keluar dari kamarku dan mematikan lampu kamarku. Aku mematikan televisi dan sekarang perutku sudah kenyang.
Dari tempatku duduk aku bisa melihat arah luar jendela, kilatan petir terlihat jelas, dan hujan masih belum berhenti sejak semalan. Aku menelan ludahku, bagaimana bisa aku bertemu dengan mahluk fantasi di sini.
Padahal aku hidup di zaman modern, seharusnya mahluk seperti itu sudah punah. Aku menepuk pipiku, untuk memastikan jika aku sedang bermimpi. Rasa sakit itu membuatku sadar kalau aku harus menerima kenyataan yang ada.
Hidup berdampingan dengan mahluk fantasi yang bisa hidup abadi. Sedangkan mereka bisa melihat aku tumbuh dan menua hingga aku meningglkan dunia ini untuk selamanya.
Sepertinya hujan akan terus mengguyur kota ini. Pukul 05.00 pagi lebih aku kembali menaiki tempat tidurku lagi. Mataku terasa lelah dan aku kembali tidur. Jarang sekali aku terbangun dari tidur malam dan kembali tidur. Seperti ini.
Ketika aku membuka mata, aku sangat terkejut, Seward sudah ada dikamarku. Memandang jalanan dari jendela kamarku. Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Ku langkahkan kakiku untuk menghampirinnya.
"Mom menyuruhmu pulang," Katanya dengan suara sedih.
"Aku tidak mau pulang! Aku sudah nyaman tinggal bersamamu Kak," Ujarku dengan sangat yakin.
"Aku sudah bilang begitu kepada mereka. Tapi sepertinya mereka marah. Besok jika kau menolak pulang mereka akan datang kesini." Dia berkata sambil membereskan rambutku yang kusut.
"Biarkan saja mereka ke sini. Aku akan bilang kepada mereka untuk mengijinkanku tinggal bersamamu."
Ya mungkin aku yang harus berbicara kepada mereka. Aku harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah aku lakukan. Kabur dari rumah dengan minggalkan surat, lalu terdampar di sini bersama Seward.
Hal yang sangat mudah di tebak oleh siapapun. Dan jangan lupakan satu hal, keluargaku bukan orang sembarangan. Dia bisa mencari informasi hanya dengan hitungan jam.
“Yah, kalau itu ke inginanmu. Nanti aku akan meminta mereka yang datang ke sini.”
Seketika aku mengingat hal lain. "Ehh ... apakah Torrance masih ada di sini?"
"Ya, dia masih tidur. Memangnya kenapa?" Seward menatapku dengan pandangan jahilnya. Seolah aku menanyakan kekasihku yang menginap di rumah Seward.
"Tidak! Kukira dia sudah pulang." Jawabku dengan lantangnya.
"Pulang? lihat rumah di seberang jalan sana. Tepat di depan matamu. Itulah rumahnya. Tapi dari dulu dia tidak suka tinggal di rumahnya sendirian. Jadi dia sering menginap di sini."
Ku perhatikan rumah itu baik-baik. Kulihat rumahnya dengan teliti. Unik ya walaupun harus ku akui lebih bagus rumah Seward. Sayang sekali kalau rumah itu tidak di tempati. Aku menganggukan kepalaku seakan mengerti dengan apa yang di pikirkan Torrance tentang rumah itu.
Sendirian, hanya keheningan yang menemaninya. Dan itu sering kali membuat sesak. Seward saja sampai betah di kantor karena banyak orang, lalu bagaimana dengan Torrance yang harus mengerjakan apapun seorang diri.
Seward melangkah keluar dari kamarku. Ku tatap jam ternyata masih jam 07.15, kubuka jendela kamarku lebar-lebar agar bisa menghirup udara pagi yang sangat segar. Kutatap bulir-bulir air hujan yang jatuh dari langit. Setelah puas menikmati pagi hari aku langsung melanjutkan aktivitasku yang lainnya.
Aku mencoba untuk membereskan kamarku, isi lemari yang menurutku tidak tertata dengan rapih dan melihat dinding kamar yang lumayan polos menurutku.
Aku berpikir untuk sedikit menambahkan beberapa walpaper agar terlihat lebih menarik. Walpaper buah dan bunga yang kemarin aku beli dan menyebabkan tragedi tidak terduga.
Setelah bergulat dengan isi kamarku, aku turun melihat Torrance yang sedang memasak. Aku tersenyum ke arahnya.
"Dimana Seward?" Tanyaku karena tidak melihatnya bersama Torrance.
"Dia sedang membukakan pintu, sepertinya ada yang bertamu."
"Yuri ... Yuri! Temanmu datang," Seward berteriak dari ruang tamu.
"Teman? teman yang mana?" Tanyaku kepada diri sendiri.
"Temui saja dulu. Nanti kau juga akan tahu. Kalau bisa suruh dia cepat pergi. Aku tidak suka dengan baunya." Perintah Torrance masih sambil fokus dengan masakan yang di buatnya.
Bau apa? Aku malah mencium wangi dari masakan Torrance. Aku juga baru saja mandi. Torrance yang masih melihatku di dekatnya langsung menyuruhku pergi.
Dengan enggan aku berjalan menuju ruang tamu. Pertanyaan-pertanyaan berkelebat dalam pikiranku. Siapa yang menemuiku? Walapun sudah siang, tapi aku tidak pernah memberi tahu teman baruku alamat rumah Seward.
Sepertinya aku mengenal dia. Dia berdiri membelakangiku. Sangat gagah seperti seorang pangeran yang selalu aku bayangkan. Aku terkikik geli dengan pikiranku sendiri.
“Hary!” Mungkinkah benar kalau dia Hary. seketika orang yang di panggil membalikkan badannya. Benar saja, dia Hary teman baruku.
“Yuri, apa kau baik-baik saja? tidak ada yang terluka kan?” Terdengar aneh, apakah dia tahu apa yang aku alami semalam?
“Aku baik-baik saja. Kau tahu dari mana alamat rumahku?”
“Dari sekolah.” Jawabnya. Wajahnya benar-benar sangat tampan. Dia tersenyum lega mendengar jawabanku.
Sebenarnya aku tidak tahu apa maksud dari kedatangannya ke sini. tapi ya sudahlah. Aku ingin dia sedikit lebih lama ada di sini.
“Oh iya, Kakakku baru saja memasak. apa kau mau sarapan bersamaku ... eh maksudnya bersama kami? Sebagai tanda perkenalan. Please!” Kataku dengan kikuk.
Dia mengangguk, dan langsung mengikutiku berjalan kearah meja makan.
Aku mengenalkan Hary kepada Seward dan Torrance. Seward terlihat biasa-biasa saja kepada Hary, tapi Torrance dia seperti tidak senang dengan kedatangan Hary.
Ketika mataku bertemu dengan mata Torrance kupasang wajah memohonku. Aku tidak ingin kalau Hary pergi dari sini karena sikap Torrance.
Akhirnya Torrance mengerti dan sedikit memasang wajah sopannya.
“Silakan duduk! Kau ambil saja yang kau inginkan. Aku memasaknya dengan rasa cinta.” Ucap Torrance dengan bangganya.
Setelah selesai sarapan Hary berpamitan kepada kami. Aku mengantarnya sampai pintu depan. Rasanya sangat senang bisa makan bersama Hary. Baru kemarin aku bertemu dengannya dan sekarang dia datang kerumah ini.
Hari ini adalah hari yang paling baik untukku. Semua kejadian yang baik datang kepadaku. Tapi sepertinya Torrance masih marah kepadaku. Walaupun begitu dia tetap bersikap baik. Torrance kembali menginap di rumah Seward.
Semalaman Torrance dan Seward terus mengobrol dan menonton pertandingan basket. Aku hanya mendengarkan dari kamarku, suara mereka sungguh berisik.
Hary kembali hadir di dalam mimpiku. Namun kali ini hanya ada aku bersamanya tak ada orang lain lagi. Di tempat yang sangat indah. Taman bunga yang sedang mekar, di tambah dengan gerimis, kami saling menatap. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami.
Aku dan Hary pergi dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini sudah hari ke sembilan kami seperti ini. Entah sampai kapan kami akan terus bermain petak umpat dengan mereka.Hary tidak pernah menunjukan ekspresi sedihnya lagi. Dia lebih sering tersenyum, seolah kami sedang liburan untuk beberapa saat ke depan.Dengan kemampuan yang di milikinya, Hary mengendalikan pikiran orang lain untuk memenuhi kehidupan kami. Kadang Hary meninggalkanku sendiri, agar dia bisa memenuhi nafsu predatornya.Saat ini kami sedang berada di atas kapal, Hary mengajakku untuk pergi ke sebelah timur Nusantara. Aku yang tidak terlalu tahu hanya mengikutinya saja.Terkadang tanpa aku sadari, aku sudah berada di tempat berbeda. Aku tidak pernah bertanya kepada Hary. Aku percaya Hary bisa melindungiku.“Hary, sepertinya aku ....”“Aku tahu, ada beberapa vampire di sini. Kau jangan terlalu jauh dariku.”Aku langsung merapatkan tubuhku kepada H
Hary membawaku pergi ke tempat yang tidak pernah aku duga. Sebuah hutan di pulau terpencil.Kami menaiki perahu yang di sewa oleh Hary. Jika tidak membawaku, sejak tadi Hary sudah sampai di tempat ini. Lagi-lagi cuaca memburuk. Awan gelap sudah menutupi sebagaian daratan.Hary menyuruhku untuk duduk tenang. Sedangkan dia sendiri sibuk menyiapkan tempat untukku dan Hary berteduh. Hary membuat rumah pohon, kecil tapi cukup untuk kami berdua.Tidak berapa lama setelah Hary selesai, hujan yang sangat deras langsung turun. Aku khawatir jika Maria bisa menemukan kami di sini.“Untuk sementara kita di sini dulu, kita tidak mungkin diam di sini untuk waktu yang lama. Maaf, aku terlalu ceroboh, Riry. Harusnya aku ....”“Stttt, kau tidak perlu meminta maaf, Hary. Kau membawaku bersamamu, aku sudah bahagia.”Hary memelukku, dia terlihat senang dengan apa yang aku katakan. Aku balas memeluknya dengan erat.Aku langsung ter
“Harusnya photomu di pasang sebelah sini,” ucap Seseorang yang sudah ada di sebelahku.Aku langsung melihatnya, tidak terkejut seperti sebelumnya dan aku tidak pernah tidak terpesona dengan penampilannya. Sangat elegan. Dia menghampiriku dengan gaun biru terang. Kontras dengan kulitnya yang putih pucat.“Halo,” aku menyapanya dengan kaku.“Halo, haruskah aku tanya apa kabar?”
Hary dan aku duduk di bawah ohon yang ada di greentree. Kami terdiam cukup lama, memikirkan kemungkinan yang akan di perbuat oleh Darren. yang terlihat di mataku adalah Darren masih penasaran kepadaku.Buktinya dia masih datang ke sekolah dan lebih parahnya dia malah membawa teman-teman yang lainnya ke sini. aku tahu Darren sengaja melakukannya.Aku merasakan Hary menyentuh tanganku dengan lembut. Dia menatapku, memberitahu agar aku tidak gentar sedikit pun.“Apa kau ingin pulang saja?” tanya Hary.
Pagi sekali hujan sudah turun. Cukup deras hingga membuatku tidak ingin meninggalkan tempat tidur ternyamanku. Aku tahu ini adalah hari pertamaku untuk masuk sekolah lagi.Aku memperhatikan hadiah dari Hary, bunga Angkrek yang bisa membuatnya terluka. Apakah aku harus membuangnya. Bagaimana jika ada yang tahu dengan kenyataan itu? aku berharap tidak ada yang tahu.Kembali ke rutinitas awalku untuk semester terakhir di High School. Setelah ke sadaranku cukup, aku segera bersiap memakai seragam sekolah. Mengikat rambut dengan rapih dan selesai.“Selamat pagi, Kak!” aku menyapanya dengan penuh semangat.Walaupun aku mengetahui jika Seward bukanlah keluarga asliku, tapi selama ini dia sudah sangat baik kepadaku. Tidak masalah untukku, Seward tetap kakak terbaik yang pernah aku miliki.“Pagi! Sarapan dulu sebelum berangkat. Kakak tidak bisa mengantarmu ke sekolah, mungkin Torrance lebih senggang.”“Tidak perlu.
Sesaat sebelum tengah malam, Torrance pergi entah kemana. Dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Tinggal aku dan Hary di sini, di temani oleh orang – orang yang masih ramai bernyanyi di iringi gitar. Ada yang masih makan dan sesekali becanda bersama temannya.Sedangkan aku, di tengah dinginya malam. Masih terpaku dengan sosok Maria yang entah pergi kemana. Jika dia keluargaku lalu siapa orang tuaku sebenarnya? Aku kira karena sikapku sedikit sama dengan Daddy, dia adalah orang tuaku kandungku.Pikiranku di penuhi oleh banyak hal. Tapi perasaanku seperti tidk peduli akan kenyataan yang ada. Hanya sedikit kesal saja, kenapa tidak sejak dulu aku mengetahui kenyataan ini.“Kau belum mengantuk, Riry?” panggilan itu terdengar manis di telingaku.“Aku tidak merasakan kantuk sama sekali.” lalu tersenyum menatap ke manik matanya.Hary memberiku selimut yang lumayan tebal. Cuaca di pegunungan memang sangat ekstrim, tapi jangan lu