Hari demi hari kulewati dengan baik. Dua minggu ini aku merasa tenang. Namun siang ini Mom datang. aku tahu mereka akan datang, kukira tidak secepat ini.
Ada sedikit perasaan takut dan rasa bersalah ketika melihat wajanya.
“Hallo Yuri! Bagaimana kabarmu selama disini?” Mom menatapku dengan tajam.
“Kabarku sangat baik Mom, Kakak memperhatikanku dengan sangat baik,” Jawabku dengan sangat yakin.
Seward hanya menundukan wajahnya. Sebenarnya aku tidak terlalu mengerti dengan situasi yang dihadapi oleh Seward. Alasan sebenarnya dia memilih untuk menjauh dari Greendland.
Aku melihat raut wajah Seward ketakutan sekaligus cemas. Bukan rasa rindu dan bahagia bisa melihat orang tuanya datang.
“Baguslah.” Dad mengucapkannya tanpa ekspresi.
“Kami berharap kamu bisa ikut pulang bersama kami, sekarang!” Mom menatapku dengan tajam.
Aku balas menatap Mom dengan sinis, apakah wajar seorang Ibu memperlakukan anaknya seperti itu?
“Aku tidak mau.” Tolakku langsung. Namun masih dengan nada halus.
“Tidak ada penolakan!” Ucap Mom dengan nyaring.
“Mom, kenapa denganmu? Sikapmu kenapa berbeda? Bukankah kalian berdua tidak peduli dengan kahadiran kami?”
Mendengarku berkata seperti itu, ekspresi wajah mereka melunak. Dad mendekatiku, dia duduk tepat disebelahku.
“Kami sangat mempedulikan kalian. Apalagi kau Yuri. Kau anak perempuan kami yang sangat berharga. Pulanglah bersama kami.” Ujar Dad tampak hati-hati.
“Dad, aku berjanji akan melakukan yang terbaik disini. Aku tidak ingin pulang. Disini aku sudah memiliki teman, teman-temanku sangat baik. Aku mohon, ijinkan aku tinggal bersama Kakak!” Untuk pertama kalinya aku memohon seperti ini kepada Daddy ku sendiri.
“Kenapa kau keras kepala Yuri?!” Mom membentakku.
Jujur saja aku takut. Selama tinggal bersama mereka, aku tidak pernah mendengar nada tinggi dari suara Mom. Aku menundukan kepalaku.
Seward masih terdiam dan kulihat tangannya sedikit gemetar.
Kurasakan tangan Dad mengelus kepalaku, aku mendongak kearahnya seolah bertanya. Apa ?
“Baiklah jika kau tidak ingin kembali bersama kami. Tapi setelah ujian semester selesai kau harus pulang ke Greendland. Anggap saja kau akan berlibur disana. Bagaimana?” Ujar Dad menawariku pilihan. Menurutku itu tidak sulit, hanya beberapa minggu tinggal di Greendland.
“Kenapa harus begitu?” Tanya Seward dengan takut-takut.
Dad melirik kearahnya dengan wajah dingin. “Karena kami merindukannya. Kalau bisa kau juga ikut ke Greendland mengunjungi kami!” Tegas Ayah.
“Baiklah, aku menyetujui usul Daddy. Setiap libur semester aku akan ke Greendland mengunjungi kalian,” Aku putuskan untuk seperti itu.
Mom terlihat masih kesal dengan keputusanku. Tapi dia memaksakan untuk mengalah.
Aku melihat Seward masih terdiam. Seperti sedang memikirkan banyak hal. Dia tak pernah benar-benar menceritakan apa sebenarnya yang menjadi inti masalah dari kepergiannya dari Greendland.
“Kalian ingin langsung kembali?” Tanya Seward.
“Kami akan menginap disini, besok siang baru kembali ke Greendland.” Mom menjawab dengan ketus.
Daddy melirik kearah Mom. Mom langsung merubah ekspresinya. Sedikit tersenyum kearah kami.
“Baiklah, Mom bisa ikut bersamaku ke lantai atas. Istirahatlah. Aku dan Seward akan menyiapkan makanan untuk kalian,” Aku sangat antusias. Untuk pertama kalinya aku bisa merasakan kebersamaan keluarga kami.
***
Dan untuk pertama kami makan malam bersama lagi, sibuk dengan pikiran masing-masing. Seward masih terlihat kaku. Dia hanya diam menikmati makanannya. Tidak ada obrolan yang membuat suasana menjadi hangat.
“Kami sudah selesai. Biar kami yang membereskan makanannya,” Ujar Daddy dengan dingin.
“Tidak usah, besok pagi akan ada orang yang membereskannya. Mom dan Daddy bisa istirahat. Jika kalian ingin, aku akan membereskan kamar tamu.” Seward cepat-cepat melarang Dad yang akan memberesken alat makan.
“Baiklah kalau begitu, Mom istirahat dikamar Yuri saja.”
Mom segera bangkit dan menuju ke kamarku. Sebelum aku menyusul Mom, aku berpamitan kepada Dad dan Seward yang masih ada di meja makan.
Mom duduk di sofa yang ada dikamarku, dia terus memperhatikan sekeliling.
“Yuri,” Ucapnya dengan pelan.
Aku mengernyit, dan memandang kearahnya. Wajah dinginnya masih terlihat, namun ada yang berbeda untuk kali ini, ada raut khawatir,ketakutan dan sedih di wajahnya.
“Kenapa Mommy?” Tanyaku kebingungan.
“Di dunia ini ada beberapa hal yang tidak perlu diketahui. Hanya menjadi rahasia untuk sebagian orang.”
“Apa maksudnya?”
“Kau tahu, kenapa aku menyusulmu kesini?”
“Karena kau merasa bertanggung jawab? Karena aku anakmu,” Jawabku.
“Ya itu sebagian alasannya. Alasan yang paling utama adalah melindungimu, suatu saat kau akan mengerti dengan apa yang aku lakukan.”
“Selama ini aku baik-baik saja. Lihatlah, aku sehat dan bahagia tinggal bersama Kakak.”
“Setiap detik yang kau lewati adalah kematian.”
“Apakah aku mempunyai penyakit?”
Sebenarnya aku tahu apa yang dimaksud oleh Mom. Benar, setiap detik yang kulewati selama ini mempertaruhkan nyawaku. Aku tidak ingin dikhawatirkan seperti ini. Aku juga tidak ingin Mom dan Daddy kesusahaan karena aku.
“Tidak. Kau terlalu sehat untuk disebut sebagai manusia,” Mom tersenyum kearahku. Dia memelukku tanpa aku harus memintanya.
“Aku menyayangimu Mom, terlepas dari sikap dinginmu aku tahu kau sangat menyayangi aku dan Seward.”
“Terimakasih karena kau menyayangiku.” Ujar Mom sambil terus memelukku.
Aku sangat yakin ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku. Entah itu untuk melindungiku atau agar aku tidak terlibat dengan hal yang sedang kualami.
***
Pagi hari aku merasakan hal berbeda. Kehadiran Mom dan Daddy membuat suasana disini sedikit berubah.
Mom sudah ada di dapur menyiapkan makanan untuk kami, sedangkan Daddy melihat-lihat dihalaman rumah. Daddy terus memperhatikan kearah rumah Torrance.
“Ada apa Dad?” Kataku ikut melihat kearah rumah Torrance.
“Apakah rumah itu tidak berpenghuni?”
“Ohh, itu rumah Torrance.”
“Sejak semalam lampu rumahnya tidak menyala.”
“Dia memang orang yang suka gelap-gelapan Dad.” Daddy mengerutkan keningnya. Raut wajahnya curiga.
Pintu rumah Torrance tiba-tiba terbuka. Torrance menatapku sambil tersenyum tanpa mempedulikan Daddy yang ada disampingku.
“Pagi Yuri. Apakah tidurmu nyenyak?” Sapa Torrance. Lalu dia menatap Daddy dengan pandangan dingin.
“Tidurku sangat nyenyak. Kenalkan dia Daddy dari Greendland.”
“Hallo Sir. Senang bisa bertemu dengan anda,” Torrance tersenyum smirk, aku yang melihatnya sangat aneh. Setiap torrance bertemu dengan orang yang kukenal pasti dia akan memasang wajah dingin dan kejamnya.
“I ... iya, saya ...”
“Bolehkah aku menumpang makan dirumahmu Yuri?” Potong Torrance tanpa mempedulikan ekspresi wajah Daddy yang membeku.
Ketakutan? Ya ini pertama kalinya aku melihat wajah Daddy seperti itu. Aku sangat yakin ada sesuatu yang aku tidak tahu selama ini.
“Kenapa kau meminta ijin? Biasanya juga langsung masuk.” Jawabku dengan sedikit sinis.
“Situasinya berbeda, sekarang kan keluargamu sedang berkunjung.”Aku hanya mengangguk, mengiyakan.
“Kalau begitu mari kita masuk.” Ujar Daddy merubah raut wajahnya.
Makanan sudah tertata dengan rapih di meja makan. Mom sepertinya menambahkan beberapa makanan untuk kami makan.
Ketika Torrance datang dan bergabung di meja makan, ada raut terkejut di wajah Mom. Namun dengan cepat dia merubah raut wajahnya menjadi tenang.
“Temannya Seward?” Tanya Mom dengan sopan.
“Ya, teman sekaligus tetangganya,” Jawab Torrance dengan tatapan sinisnya.
“Selamat makan!” ucapku sedikit keras.
Seward mulai menyuapkan makanan kedalam mulutnya. Dia masih menjadi orang pendiam dari semalam.
Torrance dengan semangatnya mengambil beberapa makanan yang mengunggah seleranya. Bisa aku lihat dari wajahnya yang sangat senang.
“Jadi? Tujuan kalian datang dari Greendland hanya untuk berkunjung?” Torrance bertanya di sela-sela kami sedang makan.
“Kedatangan kami untuk menjemput Yuri.” Mom yang menjawabnya.
“Lalu bagaimana keputusan Yuri?”
“Dia ingin tetap tinggal disini.”
“Yasudah. Kalian tidak perlu memaksanya untuk kembali!” Tegasnya dan sedikit memaksa.
Daddy kembali menunjukan wajah ketakutannya. Hanya sebentar. “Kami tidak akan memaksanya. Lagian kami sudah sepakat, Yuri bisa tinggal disini. Tapi saat dia libur semester harus berkunjung ke Greendland.”
“Benarkah begitu Yuri?” Tanya Torrance penuh selidik.
“Iya, Aku sudah setuju.”
“Baguslah.” Torrance kembali fokus dengan makanannya.
***
Sore harinya Mom dan Daddy kembali ke Greendland. Aku dan Seward mengantarkannya ke bandara.
Daddy memelukku, bergantian dengan Mom.
Aku sedikit menyayangkan kepulangan mereka. Mereka akan kembali menjadi orang tua yang gila kerja. Aku sangat yakin.
Aku dan Hary pergi dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini sudah hari ke sembilan kami seperti ini. Entah sampai kapan kami akan terus bermain petak umpat dengan mereka.Hary tidak pernah menunjukan ekspresi sedihnya lagi. Dia lebih sering tersenyum, seolah kami sedang liburan untuk beberapa saat ke depan.Dengan kemampuan yang di milikinya, Hary mengendalikan pikiran orang lain untuk memenuhi kehidupan kami. Kadang Hary meninggalkanku sendiri, agar dia bisa memenuhi nafsu predatornya.Saat ini kami sedang berada di atas kapal, Hary mengajakku untuk pergi ke sebelah timur Nusantara. Aku yang tidak terlalu tahu hanya mengikutinya saja.Terkadang tanpa aku sadari, aku sudah berada di tempat berbeda. Aku tidak pernah bertanya kepada Hary. Aku percaya Hary bisa melindungiku.“Hary, sepertinya aku ....”“Aku tahu, ada beberapa vampire di sini. Kau jangan terlalu jauh dariku.”Aku langsung merapatkan tubuhku kepada H
Hary membawaku pergi ke tempat yang tidak pernah aku duga. Sebuah hutan di pulau terpencil.Kami menaiki perahu yang di sewa oleh Hary. Jika tidak membawaku, sejak tadi Hary sudah sampai di tempat ini. Lagi-lagi cuaca memburuk. Awan gelap sudah menutupi sebagaian daratan.Hary menyuruhku untuk duduk tenang. Sedangkan dia sendiri sibuk menyiapkan tempat untukku dan Hary berteduh. Hary membuat rumah pohon, kecil tapi cukup untuk kami berdua.Tidak berapa lama setelah Hary selesai, hujan yang sangat deras langsung turun. Aku khawatir jika Maria bisa menemukan kami di sini.“Untuk sementara kita di sini dulu, kita tidak mungkin diam di sini untuk waktu yang lama. Maaf, aku terlalu ceroboh, Riry. Harusnya aku ....”“Stttt, kau tidak perlu meminta maaf, Hary. Kau membawaku bersamamu, aku sudah bahagia.”Hary memelukku, dia terlihat senang dengan apa yang aku katakan. Aku balas memeluknya dengan erat.Aku langsung ter
“Harusnya photomu di pasang sebelah sini,” ucap Seseorang yang sudah ada di sebelahku.Aku langsung melihatnya, tidak terkejut seperti sebelumnya dan aku tidak pernah tidak terpesona dengan penampilannya. Sangat elegan. Dia menghampiriku dengan gaun biru terang. Kontras dengan kulitnya yang putih pucat.“Halo,” aku menyapanya dengan kaku.“Halo, haruskah aku tanya apa kabar?”
Hary dan aku duduk di bawah ohon yang ada di greentree. Kami terdiam cukup lama, memikirkan kemungkinan yang akan di perbuat oleh Darren. yang terlihat di mataku adalah Darren masih penasaran kepadaku.Buktinya dia masih datang ke sekolah dan lebih parahnya dia malah membawa teman-teman yang lainnya ke sini. aku tahu Darren sengaja melakukannya.Aku merasakan Hary menyentuh tanganku dengan lembut. Dia menatapku, memberitahu agar aku tidak gentar sedikit pun.“Apa kau ingin pulang saja?” tanya Hary.
Pagi sekali hujan sudah turun. Cukup deras hingga membuatku tidak ingin meninggalkan tempat tidur ternyamanku. Aku tahu ini adalah hari pertamaku untuk masuk sekolah lagi.Aku memperhatikan hadiah dari Hary, bunga Angkrek yang bisa membuatnya terluka. Apakah aku harus membuangnya. Bagaimana jika ada yang tahu dengan kenyataan itu? aku berharap tidak ada yang tahu.Kembali ke rutinitas awalku untuk semester terakhir di High School. Setelah ke sadaranku cukup, aku segera bersiap memakai seragam sekolah. Mengikat rambut dengan rapih dan selesai.“Selamat pagi, Kak!” aku menyapanya dengan penuh semangat.Walaupun aku mengetahui jika Seward bukanlah keluarga asliku, tapi selama ini dia sudah sangat baik kepadaku. Tidak masalah untukku, Seward tetap kakak terbaik yang pernah aku miliki.“Pagi! Sarapan dulu sebelum berangkat. Kakak tidak bisa mengantarmu ke sekolah, mungkin Torrance lebih senggang.”“Tidak perlu.
Sesaat sebelum tengah malam, Torrance pergi entah kemana. Dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Tinggal aku dan Hary di sini, di temani oleh orang – orang yang masih ramai bernyanyi di iringi gitar. Ada yang masih makan dan sesekali becanda bersama temannya.Sedangkan aku, di tengah dinginya malam. Masih terpaku dengan sosok Maria yang entah pergi kemana. Jika dia keluargaku lalu siapa orang tuaku sebenarnya? Aku kira karena sikapku sedikit sama dengan Daddy, dia adalah orang tuaku kandungku.Pikiranku di penuhi oleh banyak hal. Tapi perasaanku seperti tidk peduli akan kenyataan yang ada. Hanya sedikit kesal saja, kenapa tidak sejak dulu aku mengetahui kenyataan ini.“Kau belum mengantuk, Riry?” panggilan itu terdengar manis di telingaku.“Aku tidak merasakan kantuk sama sekali.” lalu tersenyum menatap ke manik matanya.Hary memberiku selimut yang lumayan tebal. Cuaca di pegunungan memang sangat ekstrim, tapi jangan lu