Gardhana Surendra, memberikan arahan pada teman-temannya untuk menyerang ular putih yang sudah dikepung tersebut.
"Yang lain coba alihkan perhatiannya sementara sisanya mencoba menyerangnya dari titik buta. Berikan serangan terkuat kalian dan jangan ragu sedikitpun." seru Gardhana Surendra Teman temannya yang lain menganggukan kepala dengan setuju, mereka menyadari kita tidak mengeluarkan semua kemampuan mereka maka dapat dipastikan mereka akan gagal mengalahkan ular putih tersebut. Sstt... Ular putih menjulurkan lidahnya sembari melirik ke sekitarnya, manusia yang telah mengepungnya namun itu tidak membuatnya takut sedikitpun. Krek! Uhuk! Tiba saja ular putih tersebut menguatkan lilitannya pada manusia yang sudah ditangkap. "To-tolong aku!" lirih teman Gardhana Surendra yang tertangkap oleh ular putih Gardhana Surendra melihat temannya telah di ujung kematian dengan cepat menerjang ke depan sembari mengayunkan pedangnya. "Ular sialan! Matilah kamu!" Wuz! Ayunan pedang tersebut mencoba untuk menggores tubuh ular, namun hal itu tidak dibiarkan begitu saja. Ular putih dengan cepat kembali bergerak meliuk di atas tanah. Srak! Bang! Ayunan pedang Gardhana Surendra menghantam sisik ular yang keras tersebut sehingga terpental. Untuk membuat Gardhana Surendra sampai tersentak ke belakang. "Sisik ular ini sangat keras! Ini sangat merepotkan!" Melihat ular putih yang merespon serangan dari Gardhana Surendra, dua orang temannya dengan cepat menerjang ke arah ular tersebut dari titik buta. Bang! Bang! Argh! Namun kedua orang tersebut meringis pedang mereka membentur sisik ular yang keras. Ular putih tidak membiarkan hal itu begitu saja, ia membalikkan badannya dengan menggerakkan ekornya. Wuz! "Awas!" Ekor ular tersebut menyambut tubuh salah satu orang yang menyerangnya barusan dengan keras. Bruak! Ugh! Wing! Seketika orang tersebut terlempar hingga menghantam pohon di belakangnya. Bruak! Uhuk! Orang tersebut terduduk sembari memuntahkan darah dari mulutnya yang sangat banyak. "Ular sialan! Jangan berikan dia waktu untuk bereaksi! Serang bagian matanya!" Salah satu orang dengan cepat melempar kerisnya ke arah mata dari ular tersebut. Wuz! Namun kerisnya tersebut gagal mengenainya setelah ular putih kembali meliuk di atas tanah yang membuat formasi pengepungan menjadi berantakan. Gardhana Surendra menahan ular yang meliuk tersebut menggunakan pedangnya. Cras! Cras! Muncul percikan api dari gesekan bilah pedang dan sisik ular putih. "Sialan! Sisik ular ini benar-benar keras bahkan tidak mampu melukai sedikitpun dengan pedang." Hiya! Hiya! Dua orang teman gardana melompat dengan cepat untuk menambah daya Serang dari ayunan pedangnya. Bang! Bang! Srak! Namun apa yang mereka lakukan benar-benar sia-sia. Sisik ular putih sangat keras sehingga tidak tergores dengan tebasan pedang yang mereka lakukan. Argh! Kedua orang tersebut kembali tersentak ke belakang dengan merasakan tangannya yang kaku akibat benturan keras yang mereka lakukan. "Andai saja kita bisa memasukkan tenaga dalam pada bilah pedang, ia kita bisa membunuh ular ini dengan cepat!" "Gardhana Surendra! Sebaiknya kita mundur! Sangat sulit membunuh ular putih ini!" Namun Gardhana Surendra tidak menggubris perkataan temannya tersebut. Ia yang benar-benar ingin menginginkan ular putih tersebut dengan cepat kembali menyerang dengan semua tenaganya. "Kita telah sejauh ini bahkan telah kehilangan tiga orang teman kita! Jika kita mundur sama saja kita adalah seorang pengecut!" seru Gardhana Surendra Mendengar seruan tersebut teman-teman Gardhana Surendra dengan cepat kembali menyerang si ular putih. Ular putih tidak tinggal diam karena ia dengan cepat meliuk sembari menghantamkan ekornya ke beberapa manusia yang mencoba menyerangnya dari belakang. Sementara itu manusia yang berada di depan langsung ia terekam dengan mulutnya. Dua orang yang menyerang dari belakang terkena serangan sabetan ekor yang sangat keras tersebut. Bruak! Ugh! Kedua orang tersebut langsung terlempar dengan menghantam batang pohon yang ada di belakang mereka, namun hal itu belum selesai sampai di situ. Ular putih tidak memberikan kesempatan bagi mereka untuk menghela nafas. Ekor ular putih kembali menyabet mereka dengan langsung membuat mereka terbunuh. Brak Uhuk! Tiga orang dalam sekejap langsung terbunuh akibat gerakan tersebut. Gardhana Surendra melihat kematian temannya dengan sangat marah tanpa bisa melakukan apapun. Tadinya ia membawa 9 orang termasuk dirinya namun ini hanya tersisa ia dan dua temannya saja. Situasi saat ini benar-benar buruk. "Ular ini benar-benar mengerikan! Tidak ada kesempatan untuk membunuhnya bahkan untuk melukai saja tidak mungkin!" ujar salah satu orang pasrah Teman Gardhana Surendra lainnya juga sudah tidak melihat lagi harapan, ia dengan cepat membalikkan badannya dengan ingin melarikan diri. "Jangan kabur! Ini adalah kesempatan kita!" seru Gardhana Surendra untuk memotivasi temannya tersebut Hal itu tidak ada gunanya, kedua temannya telah memutuskan untuk kabur dari tempat tersebut daripada mati karena keegoisan mereka. "Jika kamu ingin menangkapnya, maka angkaplah sendiri! Jangan melibatkan kami lagi!" "Itu benar! Ide memburu ular putih adalah hidup terburuk yang pernah aku dengar! Karenamu, kita kehilangan teman-teman kita!" Gardhana Surendra terdiam setelah mendengar tuduhan tersebut. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya pada gagang pedang, sorot matanya begitu tajam dengan gigi yang menggeratak. "Kalian pecundang!" umpat Gardhana Surendra Namun umpatan tersebut tidak dihiraukan oleh kedua orang yang dengan cepat berlari meninggalkan tempat tersebut Sttt... Ular putih melihat dua orang manusia yang berlari di antara pepohonan untuk kabur. Srek! Dengan cepat ular putih bergerak meliuk di antara pepohonan untuk mengejar kedua manusia yang menjadi mangsanya. "Sialan! Kenapa dia malah mengejar kita!" seru satu orang yang kabur setelah menyadari ular putih mengejarnya "Sebaiknya kita berpencar!" balas temannya Jangan cepat keduanya melompat ke arah berlawanan. Brak! Ular putih menabrak batang pohon, lalu ia menghadap ke sebelah kiri, sorot matanya begitu tajam. Dengan cepat ia melesat memangsa orang yang berlari ke kiri. Hap! "Tidak!" Suara teriakan tersebut membuat satu orang yang tersisa semakin mempercepat langkah kakinya. Bulu kuduknya merinding dengan keringat dingin yang membasahi tubuhnya. "Aku harus kabur!" Tiba-tiba ia melihat bayangan besar di atas tanah, lalu begitu ia menoleh ke belakang ular putih memangsanya kembali. Hap! Ular putih menelan orang tersebut. Namun tiba-tiba dari balik pepohonan sebuah pedang menusuk matanya saat ia berada di dekat permukaan. Jleb! Sstt!!! Ular putih tersebut terkejut dengan serangan dadakan, ia menggerakkan kepalanya dengan harapan bisa melepaskan pedang yang menancap pada mata kirinya. Brak! Brak! Beberapa batang pohon di sekitarnya dihantamnya dengan acak. "Kamu adalah mangsaku!" Hup! Tiba-tiba dari sebelah kanan Nayaka Manggala melompat dengan langsung menancapkan kembali pedang pada mata ular tersebut sehingga tembus. Jleb! Ular putih semakin memberontak dengan brutal! Ia kini kehilangan penglihatannya akibat kedua matanya yang telah tertancap pedang. "Ular putih dengan sisik yang keras bahkan seperti baja, memiliki kelemahan di bawah kepalanya." Nayaka Manggala dengan cepat melompat ke arah kepala ular tersebut yang semakin dekat dengan permukaan. Jleb! Keris menancap tepat di bawah kepala ular putih. Belum sempat ular putih merespon hal tersebut untuk memberontak. Nayaka Manggala dengan kuat menarik keris tersebut hingga merobek bagian bawah kepala. Srak! Darah segar langsung tercepat ke tanah bersamaan dengan itu kepala ular putih langsung ambruk. Bruk! Nayaka Manggala berguling beberapa kali setelah berhasil membunuh ular putih tersebut. Ular putih tak bergerak sama sekali, banjir darah diatas tanah tempat kepala ular tersebut. "Sepertinya aku berhasil membunuhnya!!" Nayaka Manggala bangkit berdiri sembari menghampiri ular tersebut. Ia mencabut dua buah pedang yang tadi digunakan untuk membutakan mata ular putih. "Mengapa kamu tidak melakukannya dari tadi!" Deg! Yang tiba-tiba terdengar itu mengalihkan pandangan Nayaka Manggala. Ia melihat ke arah suara dimana Gardhana Surendra menatapnya dengan kesal. "Jika kamu bisa membunuhnya mengapa tidak melakukannya dari tadi! Kalau tidak aku tidak akan kehilangan teman-temanku!" lanjut Gardhana Surendra penuh kemarahan Nayaka Manggala sejenak terdiam, tiba-tiba ingatannya bercampur kembali dengan ingatan pemilik tubuh sebelumnya. "Gardhana Surendra, dia adalah adik dari Gentala. Mereka berdua bersaudara dan sering merundung pemilik tubuh ini sebelumnya." gumam Nayaka Manggala Sring! Gardhana Surendra menghunuskan pedangnya dengan menodong ke arah Nayaka Manggala. "Kenapa kamu diam saja!" seru Gardhana Surendra Nayaka Manggala tersenyum tipis, ia memanggul salah satu pedang di pundaknya dengan pedang lainnya yang ia ayunkan sedikit seperti tengah bermain-main. "Memangnya apa hubungan kematian teman-temanmu denganku? Kalian semua mati karena ulahmu sendiri yang terlalu memaksakan keberuntungan! Tidak memiliki pengetahuan soal binatang buas tapi ingin mencoba menjinakkannya? Menggelikan!" cibir Nayaka Manggala "Kamu benar-benar cari mati!" Gardhana Surendra sudah dipenuhi dengan amarah menerjang ke arah Nayaka Manggala dengan cepat sembari yang mengayunkan pedangnya ingin menebas leher Nayaka Manggala. Nayaka Manggala tidak tinggal diam, dia juga ikut menerjang balik sembari mengayunkan pedangnya. Klang! Pedang Gardhana Surendra saling bentrok dengan pedang ditangan kiri Nayaka Manggala. Keduanya saling berhadapan satu sama lainnya. Di saat itulah Gardhana Surendra baru menyadari siapa orang yang tengah beradu pedang dengannya. "Kamu! Bagaimana mungkin itu adalah kamu!" tatap Gardhana Surendra terkejut Nayaka Manggala tersenyum lebar," rupanya kamu mengenaliku. Kalo begitu selamat tinggal!" "Apa??" Pedang yang tadi dipanggul dipundak diangkat dengan tinggi. Sring! Bilah pedang tersebut dengan cepat menebas leher Gardhana Surendra. "Kur—!" Srakk! Argh! Bruk! Tubuh Gardhana Surendra langsung ambruk ke belakang setelah terkena tebasan tersebut yang langsung membunuhnya. Srak! Nayaka Manggala tersenyum tipis dengan perasaan senang. "Lihatlah ini! Aku membalaskan dendammu! Pembalasan baru saja dimulai!"Nayaka Manggala melonjakan tenaga dalamnya hingga membuat sebuah kabut hitam yang menyelimuti tubuhnya membuat pandangan pangeran ketiga dan beberapa pengawal yang tersisa menjadi terhalang. Tangan Nayaka Manggala yang diselimuti tenaga dalam segera menyentuh perut dari Batari Cahyaningrum. Sruak!! Tiba-tiba ia menarik paksa keluar api Surgawi dari tubuh Batari Cahyaningrum yang gagal memurnikannya. Batari Cahyaningrum sangat kesakitan dengan hal tersebu. Ia sampai mengerang keras. Arrghh! Bruk! Begitu api surgawi keluar, Batari Cahyaningrum merasa tubuhnya sangat lemah bahkan ia sampai tengkurap di tanah. Penglihatannya mulai kabur seiring dengan luka dalam yang dimilikinya akibat gagalnya penerobosan. Tenaga dalam di dalam tubuhnya juga kacau hal tu memperburuk keadaannya. Nayaka Manggala yang melihat api surgawi di tangannya segera mem
Di dalam gua, ratu medusa atau Batari Cahyaningrum berusaha memurnikan api surgawi. Tangannya yang menyentuh api surgawi terasa sangat panas namun berusaha ditahannya. "Ternyata api surgawi sepanas ini, tenaga dalam yang kugunakan untuk melapisi tanganku bahkan rasanya tidak berguna. Aku harus segera memurnikan apapun yang terjadi. Semakin lama memurnikannya keadaan akan semakin buruk." Api surgawi perlahan masuk ke dalam tubuh ratu Medusa lalu berputar-putar di sekitar dantian ya yang menjadi pusat dari tenaga dalam seorang seniman beladiri. Ratu Medusa memejamkan matanya dengan mencoba fokus untuk memurnikan api surgawi agar menyatu dengan dantiannya. Tenaga dalam miliknya menyewa mengelilingi tubuhnya. Keringat bercucuran membasahi wajah cantik yang sangat mempesona. Giginya sedikit menggeretak menahan rasa sakit dan panas yang membakar tubuh. Aliran darahnya semakin cepat. Ugh! Bruk!
Keributan yang disebabkan oleh serangan dari Gunung Madayana dan respon dari pasukan dari Gunung Pelangi langsung membuat kacau keadaan Gunung Pelangi Irawan selaku penatua pertama dari Gunung Pelangi dengan cepat memberikan arahan kepada para penghuni dari Gunung Pelangi. "Semuanya segera bergerak, saat ini ratu kita sedang berusaha untuk melakukan terobosan dan apapun yang terjadi kita harus menghentikan para pengganggu ini.""Baik penatua!" sahut kompak orang-orang dengan mengangkat senjatanya"Penatua yang lain tolong juga bergerak untuk melakukan yang terbaik guna melindungi ratu kita!" lanjut Irawan Penatua dari Gunung Pelangi yang lain segera dengan cepat bergerak untuk menghentikan para penyusup yang datang ingin menghancurkan tempat mereka.Nayaka Nayaka Manggala yang melihat pergerakan dari orang-orang Gunung Pelangi segera bergerak menyusup dengan memanfaatkan nafas pil penyembunyi miliknya menerobos menuju tempat ratu Medusa yang ingin melakuka
Nayaka Manggala mampir ke kediaman sesepuh kedua, tujuannya untuk meminta izin berlatih di hutan dekat sekte sehingga tidak bisa hadir di kediaman selama beberapa hari ke depan.Namun baru saja ya memasuki altar kediaman sesepuh kedua, ia sudah dihadang oleh Batari Cendatari yang menantang bertarung Nayaka Manggala . Batari Cendatari memiliki ranah satu tingkat di atas Nayaka Manggala ."Kakak senior benar-benar ingin menantangku?" tatap Nayaka Manggala yang sebenarnya enggan meladeni kakak seniornya tersebut Batari Cendatari menitipkan matanya dengan kembali menghunuskan pedangnya ke arah adik juniornya tersebut. "Apa tahu kamu benar-benar kuat, tapi aku ingin mencoba sendiri. Kamu hanya berada satu tingkat di bawahku, Aku ingin tahu seberapa jauh perbedaan di antara kita!"Nayaka Manggala menganggukkan kepala dengan menyadari maksud dari kata seniornya tersebut."Baiklah kalau begitu! Tetapi segeralah menyerah jika memang kau sudah tidak sanggu
Nayaka Manggala pergi ke Pasar Weling setelah mendengar jika keberangkatan dari sesepuh ke-5 untuk menggagalkan evolusi Ratu medisa masih akan dilaksanakan beberapa hari lagi."Sebelum pergi kembali berpetualang aku harus menjual apa yang sudah aku dapatkan selama perjalanan kemarin. Memang benar jika cincin ruang sangat luas, akan tetapi menyimpan barang-barang yang tidak berguna hanyalah buang-buang tempat."Sesampainya di Pasar Weling , Nayaka Manggala menjual semua hasil buruannya selama perjalanan kemarin.Seperti yang biasanya, butuh waktu cukup lama bagi pelayan Paviliun untuk menghitung jumlah koin emas yang didapatkan dari penjualan barang-barang hasil buruan. Banyak orang yang terkejut melihat banyaknya hasil buruan yang di keluarkan oleh Nayaka Manggala ."Bagaimana bisa murid itu mendapatkan banyak barang buruan?""Di hutan dekat perguruan tidak begitu banyak binatang iblis yang bisa diburu, kalaupun ada kebanyakan akan rusak karena pertarung
Beberapa hari kemudian, Nayaka Manggala kembali ke perguruan setelah bepergian cukup lama. Namun baru saja ia masuk ke kediaman penatua kedua untuk melaporkan dirinya yang telah kembali, Batari Candawani yang sedang berlatih di altar segera menghadangnya dengan ekspresi wajah yang sangat terkejut. Meskipun ia tidak tahu pada tingkat berapa Nayaka Manggala telah berada, namun ia bisa merasakan jika batasan dari ranah penempaan tulang telah berhasil ditembus. "Bagaimana bisa kamu menerobos ranah penyatuan alam secepat ini?" tatap Batari Candawani dengan sangat terkejut dan tidak percaya Nayaka Manggala dengan santai menjawab, "sudah kubilang jika tak ada yang bisa tak mungkin kulakukan." Mendengar jawaban tersebut Batari Candawani mengerutkan keningnya dengan kesal, "Kata-katamu itu sungguh sangat menyakitkan bagiku." Nayaka Manggala yang merespon namun dia bisa mengerti perasaan dari kata seniornya tersebut. Bagaimanapun j