"Topan! Hati-hati! Itu adalah jurusnya Tuan Vargo, dia bisa mematahkan tanganmu!" teriak Davina memperingati dengan panik, suaranya tercekat tertinggal di tenggorokan. Tiba-tiba, terdengar suara sendi berderak. Yang ternyata adalah sendinya Topan. Ruangan hening beberapa detik, semua orang kompak menahan napas. Davina sendiri seketika melotot seraya menggelengkan kepalanya. Topan menahan rasa sakit dengan rahang terkatup rapat, otot-otot lengannya menegang keras melawan tekanan. Vargo mendesis, masih menggenggam pergelangan tangan Topan. "Sekarang kau akan merasakan bagaimana tulangmu retak dan hancur di tanganku!" Di saat bersamaan, ia menambah tenaga, seluruh ototnya menonjol seakan siap meremukkan lengan Topan kapan saja. Namun, tepat sebelum suara tulang pecah terdengar, Topan memutar tubuhnya dengan teknik bantingan balik, mengalihkan tekanan dan berhasil melepaskan cengkeraman itu. Hal tersebut membuat Vargo terpental beberapa langkah ke belakang, wajahnya untuk pertama
Pukulan pertamanya langsung diarahkan ke wajah Topan—pukulan yang bisa membuat lawan pingsan seketika. BUGH! Tepat sebelum pukulan itu mengenai wajahnya, Topan akhirnya bergerak. Langsung menangkis dengan lengan, tubuhnya terdorong mundur setengah langkah. Namun matanya tetap fokus. Vargo menghentikan serangan sejenak, lantas menyeringai. "Hm, kau kuat juga. Tidak banyak yang bisa menahan pukulanku." Topan mendecih. "Berikutnya pun akan tetap sama. Bukan hanya menahan, tapi lebih dari itu!" Pertarungan berlanjut. Vargo melayangkan tendangan menyamping. Topan merunduk cepat, lalu membalas dengan serangan siku ke arah rusuk Vargo. DUKK! Tubuh raksasa itu bergeser, namun belum goyah. Leonard, yang berdiri agak jauh, tertawa puas meski tegang. "Ayo, Vargo! Hancurkan dia! Tunjukkan bahwa tidak ada yang bisa melawan kekuasaan ini!" Di titik ini, Topan menyipitkan mata, otot-ototnya menegang. Ia tahu bahwa lawannya bukan orang biasa, Vargo bukan hanya berotot, tapi juga punya pen
Tangan Davina tanpa sadar mengepal di sisi tubuhnya. Perasaan takut bercampur cemas menyesakkan dadanya. Di saat ini, Davina teringat Topan yang menyelamatkan dirinya dari Elias, juga menghancurkannya saat itu juga. Ditambah sepertinya Leonard juga akan berakhir sama di tangan suaminya. Mendadak, ia mulai percaya bahwa lelaki itu adalah satu-satunya perisai yang bisa diandalkan. Tapi sekarang, menghadapi sosok seperti Vargo… Sementara Leonard melangkah maju sedikit, melanjutkan bicara kepada Topan seraya menunjuk ke arah Vargo dengan senyum licik. "Puluhan orang pernah mencoba melawannya, tapi tak satu pun yang masih bisa berdiri. Bahkan ada yang harus dipanggul keluar hanya untuk bernapas. Dan sekarang, dia ada di sini, khusus untuk membunuhmu!" "Kau boleh saja menumbangkan pengawal dan anak buahku dan itu bukan masalah. Tapi menghadapi Vargo? Itu sama saja kau menandatangani surat kematianmu sendiri! Kau akan merasakan apa artinya dihancurkan oleh monster yang bahkan mafia kelas
Beberapa menit kemudian, pintu besar restoran itu berderit terbuka dengan keras. Lalu, sosok pria tinggi besar muncul selagi melangkah masuk. Mendadak, suasana hening sesaat. Hal tersebut membuat semua tatapan tertuju padanya dan hawa ruangan seketika terasa lebih dingin. Nama pria itu adalah Vargo. Di dunia bawah tanah, namanya bukan hanya dikenal, tetapi ditakuti. Ia bukan sekadar ahli bela diri, melainkan mesin perang hidup yang pernah menjatuhkan puluhan lawan dalam sekali perkelahian tanpa senjata. Julukannya adalah Sang Pemutus Tulang. Tubuhnya menjulang tinggi, hampir dua meter, dengan otot yang keras seperti pahatan baja. Wajahnya penuh bekas luka, ada satu garis panjang melintang dari pelipis hingga rahang kiri, seperti tanda bahwa ia pernah menantang maut dan menang. Mata hitamnya dingin, tidak berkedip, seperti predator yang menilai mangsa sebelum menerkam. Setiap langkahnya terasa berat, menimbulkan gema seolah ruangan itu tak cukup kuat menahan auranya. Mantel hita
Dengan susah payah, Leonard berusaha berdiri. Sebab pengawalnya tak ada satu pun yang berhasil menghabisi Topan, dia segera memberi perintah kepada anak buahnya seraya menunjuk ke arah pria yang dimaksud. "Aku minta kalian semua untuk bunuh dia sekarang juga!!!" Tanpa menunggu aba-aba selanjutnya, para anak buah Leonard yang memang sudah tidak sabar, gregetan sedari tadi langsung merangsek maju, menyerang Topan seraya berteriak. Namun bagi Topan ia seolah tengah menghadapi sekumpulan hewan buas yang tak berarti. Padahal ia tengah dikeroyok. Satu anak buah yang berlari paling depan mengayunkan tongkat besi. Melihat itu, Topan segera menunduk cepat, lalu menghantam ulu hatinya dengan siku. Pria itu pun langsung terhempas ke belakang, menabrak dua rekannya. DUUUKK! Setelahnya, dilanjut dua anak buah lainnya maju dengan pisau. Topan memutar tubuh, menendang salah satu hingga terbanting ke dinding, lalu meraih tangan yang satunya, memelintirnya sampai terdengar suara KRAKK! tulang p
"Tuan Leonard!" teriak salah satu pengawal terkejut sekaligus geram. Yang lainnya menimpali sambil menatap Topan penuh amarah. "Berani sekali kau menyentuh Tuan Leonard!" Sementara Davina terperanjat. Ia memandang Topan dengan wajah pucat sebab khawatir akan apa yang terjadi. Leonard yang masih terduduk di lantai dengan darah menetes di pelipisnya, menunjuk Topan dengan tangan bergetar. "Hajar dia! Buat orang ini menyesal pernah menyentuh urusanku!" Leonard memberi perintah. Tanpa pikir panjang, keempat pengawal itu langsung merangsek maju, menyebar mengurung Topan dari empat sisi. Suasana seketika riuh oleh suara kursi yang terseret, meja yang terguncang dan langkah kaki para pengawal tersebut. Topan sendiri berdiri tenang di tengah lingkaran. Sorot matanya tetap dingin, wajahnya sama sekali tak menunjukkan ketakutan. Ia bahkan sempat melirik sekilas ke arah Davina yang tampak gemetar. "Davina... jangan takut. Aku di sini!" Ucapan itu membuat Davina menelan ludah, jantungnya