Share

5. Skip, if you not 18+.

"Kak Laitten, jangan bahas kejadian itu disini!", Lisa mencubit perut kakak laki-lakinya yang duduk di sampingnya. Laki-laki bernama Laitten itu meronta-ronta karena kesakitan. Dia berusaha keras untuk melepaskan cubitan adiknya.

"Iya-iya. Sudah, kamu selesaikan saja. Urusanmu dengan kakakmu yang kamu rindukan itu.", Lisa langsung berhenti mencubitnya. Lalu memulai percakapan dengan kesatria wanita. Dua bersaudari itu kelihatan sangat akrab.

Mereka berdua terlihat begitu senang dengan percakapan mereka. Itu menunjukkan kepada ku kalau mereka berdua memang sangatlah dekat. Itu membuatku merasa iri dan kagum di saat yang bersamaan.

"Hei, anak muda. Apa yang kau lihat hingga kau nampak sangat senang seperti itu?", Laitten menatapku dengan tatapan tajam seakan-akan menusukku. Aku segera mengalihkan pandangan ku dari kedua saudarinya.

"Tidak ada.", aku langsung fokus untuk melihat dinding yang polos. Aku sandarkan kepala ku ke tangan kanan ku. Sikut ku menancap di atas meja yang ada didepan ku. Meja yang memisahkan kami berempat menjadi dua pasang yang saling berhadapan.

"Lisa, tadi Laitten bilang kalau kau melupakan ulang tahun putri mu. Apakah itu benar?", aku cukup mendengar pembicaraan mereka. Karena aku memang berada di dekat mereka.

"Tidak, mana mungkin seperti itu. Itu hanya bualan laki-laki ini saja. Aku ini ibu yang bertanggung jawab dan sangat sayang kepada setiap putra-putrinya.", Lisa menyangkal pernyataan Laitten yang sebelum membuat kesatria tertawa.

"Apanya yang sayang? Kau bahkan tidak membiarkan Mailiya bebas dalam kehidupannya. Kenapa kau sangat membatasi kebebasannya? Biarkanlah dia hidup bebas dengan pilihan hidupnya.", sahut Laitten yang merasa tidak suka. Karena pernyataan adiknya yang seakan-akan membuatnya seperti pembohong.

"Laitten, benar. Kau harus biarkan Mailiya bebas dalam hidupnya. Jangan kau kurung dia terus seperti burung dalam sangkar.", kesatria menambahi sebuah nasihat kepada Lisa. Kelihatannya ada sesuatu masalah dalam rumah tangga Lisa.

"Kenapa jadi bahas ini? Aku datang kemari untuk menemui mu, kak. Aku mohonlah, jangan bawa-bawa masalah itu disini. Aku bisa urus sendiri masalah keluarga ku.", Lisa dengan keras kepalanya. Menyatakan bahwa dia tidak ingin saudara dan saudarinya itu ikut campur dalam urusan keluarganya.

"Kalau kamu tidak ingin aku membahas hal itu lagi. Bawakan lebih banyak kue itu untukku.", tidak aku sangka. Kesatria ini menggunakan masalah dari adiknya itu. Untuk membuatnya membawakan lebih banyak kue enak itu. Ternyata kesatria wanita ini cukup licik juga.

"Iya-iya. Nanti aku bawakan. Tapi, kenapa kau tidak pulang saja dan minta sendiri dengan pembuat kue itu? Orang yang membuat kue itu, saat ini sedang sangat merindukan kehadiran mu.", Lisa menyetujui kesepakatan itu. Namun, saat itu aku menyadari kalau kesatria ternyata sudah lama tidak pulang kerumahnya.

"Jangan bohong. Wanita itu tidak mungkin seperti itu. Saat ini, dia pasti sangat senang karena aku tidak berada di rumah.", dibalik semuanya. Ternyata kesatria ini juga memiliki berbagai macam masalahnya sendiri.

"Dasar kalian berdua ini. Aku benar-benar tidak paham dengan semua wanita. Apakah kalian benar-benar yakin? Ingin membahas hal-hal seperti itu disini.", Laitten menerobos masuk dalam pembicaraan mereka. Mereka langsung terdiam dan mencoba untuk memulai topik yang baru.

"Tapi, bagaimanapun nantinya? Pastikan untuk mengunjungi kami berdua, kak. Sebentar saja, tidak masalah. Lagipula, ada juga masalah diantara aku dan kamu, kan? Masalah itu harus kita selesaikan berdua. Jangan coba-coba lari dari hal ini, kak!", Laitten mengancam kesatria agar dia mau pulang ke rumah walaupun hanya sebentar.

Aku sebagai pendengar setia dari percakapan mereka ini. Berusaha untuk tidak ikut campur dalam masalah mereka. Hanya saja, aku merasa ada sesuatu hal yang kurang. Dalam beberapa saat, aku baru sadar. Kalau aku tidak menyajikan apa-apa untuk ketiga tamuku ini.

Karena suara percakapan mereka menjadi satu-satunya hal yang memenuhi telinga ku. Aku jadi ikut terikat dalam pembicaraan untuk melepaskan rasa kerinduan mereka. Aku sampai melupakan sesuatu hal yang seharusnya aku lakukan.

Namun, aku yang ikut hanyut dalam pembicaraan mereka. Pasti karena ikut merasa sedih dengan kondisi mereka saat ini. Karena mereka telah terpisah untuk waktu yang cukup lama. Namun, mereka justru saling adu mulut saat berhasil bertemu.

Aku juga tidak memiliki keberanian untuk mencoba memperbaiki kesalahan dalam menyambut tamu ku. Karena, aku sangat terpaku dengan begitu banyak hal yang dibahas dalam percakapan mereka. Menunjukkan bahwa mereka saling perhatian terhadap satu sama lain. Lagi-lagi aku dibuat iri hati dengan kedekatan mereka bertiga.

Padahal aku baru saja mengenal mereka beberapa waktu lalu. Namun aku bisa dengan sangat yakin. Untuk menyebut keluarganya kesatria ini sangatlah harmonis. Berbeda dengan keluarga ku yang telah hancur lebur.

Disaat aku mulai bertekad untuk mencoba membuat hubungan keluarga ku seperti mereka. Aku justru melihat sesuatu hal yang mengerikan.

"Lagipula, untuk apa perban di kaki mu ini?", setelah Laitten mengatakan itu. Terdengar sebuah pukulan dari tangan Laitten. Serentak aku langsung mengarahkan perhatian ku ke arahnya. Kesatria wanita juga menahan rasa sakit dari kakinya yang habis di pukul Laitten.

"Kenapa kamu lakukan itu, Laitten?! Seharusnya kamu sebagai laki-laki di keluarga mu. Menjadi orang pertama yang datang untuk melindungi keluarga mu. Jangan sampai kau menyesal karena tidak melakukan apa-apa. Untuk menyelamatkan keluarga mu."

Aku memukul keras meja hingga terdengar suara nyaring di telingaku. Meja itu bergetar hebat hingga terlihat seperti sedang terjadi gempa. Kursi dan semua barang di ruang ini juga ikut bergetar. Lampu ruangan ini juga berkedip berkali-kali.

Aku perhatikan sekitar dan baru menyadarinya. Kalau kesatria wanita dan Laitten telah pergi meninggalkan tempat ini. Meninggalkan Lisa yang tertunduk lemas di tempat duduknya. Aku tidak habis pikir dengan mereka berdua.

Meninggalkan adik perempuan mereka dan pergi menyelamatkan diri sendiri. Kelihatannya aku telah salah menilai mereka. Namun, ini bukan waktunya untuk memikirkan hal itu. Aku harus menyelamatkan Lisa dan pergi dari rumah ini secepat mungkin.

Aku tidak ingin ada korban jiwa dalam bencana alam ini. Segera aku membangunkan Lisa yang tertunduk lemas di atas meja. Begitu kepalanya terangkat dan melihat ke arahku. Mata Lisa bersinar seperti matahari yang akan terbenam.

Aku menjauhinya karena muncul rasa takut ku kepada Lisa. Ada apa dengannya? Aku sibuk memikirkan apapun yang berkaitan dengannya. Tanpa menyadari kalau aku sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuh ku.

"Kau. Memangnya siapa kamu? Sampai berani mengatakan hal itu di depan kakakku? Apa kau sudah lupa dengan semua tindakan buruk mu di masa lalu? Kalau kau lupa, akan aku ingatkan lagi kepada mu. Tentunya, dengan hukuman untuk semua kesalahan mu.", ucap Lisa sambil berjalan mendekati ku.

Aku tidak dapat memahami kondisi ini dengan jelas. Namun aku merasakan tusukan benda tajam yang menembus perutku. Begitu benda tajam itu ditarik dan terasa lepas dari tubuhku. Senjata itu kembali menusukku di tempat yang sama.

Rasa sakitnya sama seperti tusukan yang pertama. Lisa yang menyeramkan itu terus melakukannya berulang kali. Hingga aku sudah tidak lagi tahu. Sudah berapa kali dia melakukan hal itu padaku.

Tubuhku yang rusak, aku pikir akan jadi mati rasa. Namun, rasa sakit dari tusukan itu. Tetap terus ada dalam setiap pengulangannya. Rasa sakit yang terus berulang-ulang. Seakan-akan telah mengubah ku menjadi gila.

"Kenapa? Baru seperti ini saja, kau sudah hancur dari luar hingga dalam. Ini masih akan terus berlanjut. Hingga kau benar-benar menyesali semua perbuatan buruk mu.", padahal saat Lisa mengatakan hal itu. Aku sudah benar-benar menyesali perbuatan ku dulu.

Namun, akan sampai kapan hal ini akan terus berlanjut? Aku sudah benar-benar tidak mampu untuk bertahan lagi. Sebentar saja, siksaan ini diteruskan. Sudah pasti aku tidak akan bisa mempertahankan diri ku sendiri.

Tiba-tiba tubuh ku terbakar dengan api yang sangat panas. Tusukan dari benda tajam juga masih terus aku rasakan. Ada apa ini sebenarnya? Semakin lama jadi semakin parah dan mengerikan.

"Bertahanlah sampai aku puas...!", kata-kata itu terus bergema di telingaku. Aku tidak lagi mendengar apapun. Selain kalimat itu yang terus berulang-ulang di telingaku. Aku sudah tidak lagi mampu untuk ini.

"Habis sudah..."

Aku tidak tahu sejak kapan aku memejamkan mataku. Namun begitu aku membuka mataku. Aku melihat sesosok wanita di hadapanku. Sosok itu adalah kesatria wanita yang telah menyelamatkan kerajaan yang aku pimpin.

"Yang mulia raja.", begitu aku mendengar suara itu dengan jelas. Aku melihat keadaan sekitar yang tidak lagi mengerikan. Aku benar-benar bersyukur karena mimpi buruk itu sudah berakhir. Hal pertama yang aku perhatikan saat aku terbangun dari tidur ku.

"Kesatria pemberani, bagaimana dengan kakimu? Kenapa kau tidak istirahat di tempat duduk mu saja?", aku langsung mengkhawatirkan kondisi kakinya. Karena dia saat ini tidak sedang duduk di tempatnya.

"Aku sudah menyembuhkan kakinya.", kalimat yang terdengar tidak jelas. Keluar dari mulut yang penuh dengan makanan. Aku melihat ke arah sumber suara itu. Laitten sedang santai memakan sesuatu di mulutnya.

Namun disaat yang bersamaan. Tubuhku terdiam dan detak jantungku seakan tidak lagi berdetak. Terlihat sosok yang sebelumnya telah menyiksa ku. Sedang memakan satu persatu kue yang dia bawa. Seseorang langsung menutup mataku dengan tangannya.

"Yang mulia, jangan terlalu lama melihat Lisa! Atau kau akan terkena kemampuan pesonanya.", sebuah peringatan kembali aku dengar sama seperti yang sebelumnya. Tapi, setelah yang aku rasakan tadi. Mungkin aku tidak lagi punya keberanian untuk memandangnya ataupun meliriknya.

Aku melepaskan tangannya dan fokus untuk melihat kesatria saja. Aku berdiri dan kesatria juga ikut berdiri di hadapanku. Aku pegang kedua pundaknya dan mengambil nafas dengan tenang. Aku senang karena telah bebas dari siksaan itu. Tapi ada hal lain yang harus aku lakukan saat ini.

"Kesatria pemberani, aku minta maaf untuk hal ini. Tapi, bisakah kau segera pulang? Aku lelah dengan kegiatan ku seharian ini. Untuk hal yang ingin kau sampaikan itu. Tolong katakan saat kita ketemuan lagi besok."

Mungkin ini memang hal yang tidak terhormat sebagai seorang raja ataupun tuan rumah. Namun, hal yang harus aku utamakan untuk saat ini. Aku harus bisa menjauh sejauh-jauhnya dari Lisa. Atau aku akan gila, jika terus berada di ruangan yang sama. Bersama dengan sosok mengerikan yang ada dalam mimpi ku.

"Maafkan saya, yang mulia. Karena telah mengganggu anda di saat seperti ini.", aku segera menggelengkan kepalaku. Lalu, mengantarkan ketiga tamuku ke depan pintu keluar.

Saat ini, aku sudah tidak peduli dengan hal lain lagi. Aku hanya ingin bisa bernafas dengan tenang dan lega. Saat ini aku memang menganggapnya sebagai mimpi. Namun, kalau memang benar-benar mimpi. Kenapa rasanya seperti benar-benar nyata.

Pokoknya aku usir saja dulu penyebabnya. Karena aku tidak mau mengalami hal mengerikan itu lagi. Hal lainnya akan aku urus kemudian.

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status