Share

6. Raja Aren tidak lagi mampu.

Ketika ketiga tamuku pergi meninggalkan rumah ini. Aku tutup pintu rumah dan langsung terkapar di lantai. Hari ini benar-benar menjadi hari yang melelahkan. Aku sudah tidak mau lagi melakukan apapun saat ini. Aku akan langsung pergi ke kamarku dan tidur nyenyak di sana.

Tapi, begitu aku berusaha untuk berdiri. Kakiku yang telah lemas membuat ku tidak lagi mampu berjalan. Akhirnya aku terpaksa harus tidur di tempat ku terkapar. Aku langsung menutup mata dan tidur di balik pintu rumah.

Begitu aku kembali sadar dari tidur ku. Tubuhku terasa nyeri dan pegal-pegal. Namun kali ini kakiku sudah mampu membuat ku berdiri. Aku langsung berdiri dan bergegas mempersiapkan banyak hal. Untuk menjalankan tugas harian ku sebagai raja.

Saat aku membuka pintu rumah dan melihat seseorang yang ada dibalik nya. Aku kembali dibuat menyesal karena telah melupakan hal yang penting. Adikku tidur di kursi roda miliknya yang berada di luar rumah.

Dia tidur dengan posisi duduk di atas kursi rodanya. Terdapat banyak tas belanjaan yang ada di pangkuannya. Pakaiannya yang serba panjang cukup membuatnya hangat di luar rumah. Namun, tetap saja. Dia terlihat menggigil kedinginan.

"Prisia, kenapa kamu tidak masuk ke dalam rumah?", aku bergumam sendiri sambil mendorong kursi rodanya masuk ke rumah. Aku bawa dia ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya di atas kasurnya. Aku tutupi tubuhnya dengan selimut dan segera meninggalkannya sendirian.

Aku pergi keluar rumah dan menuju ke istana kerajaan. Dalam perjalanan, aku berpapasan dengan salah satu temanku di sekolah dulu. Kami sedikit berbincang tentang kenangan masa lalu kami. Lalu, kami berdua kembali menuju ke tempat dimana kami bekerja.

"Yang mulia, anda saat inipun tetap terlihat gagah dan perkasa. Semoga hari ini hingga seterusnya. Anda akan tetap sehat dan kuat seperti saat ini.", sambutan dari para penjaga gerbang masuk kerajaan.

"Terima kasih untuk segalanya. Semoga kalian semua juga hidup sehat dan sejahtera.", sahutku yang membuat mereka menghentakkan senjata mereka ke tanah. Aku melewati mereka dengan senang dan gembira.

Begitu aku membuka pintu masuk istana yang besar dan berat. Ada seseorang yang telah menungguku di balik pintu itu. Dia langsung menerjang ke depanku dan membuat ku terkejut. Kelihatannya kali ini, dia tidak akan lagi menahan perkataannya lagi.

"Aren, ikut aku sebentar...!", dia menarik tanganku dan membawaku ke depan sebuah kamar yang aku ketahui kosong. Kami berdua masuk kedalamnya dengan memastikan. Kalau tidak ada seorangpun yang melihat kami bersama.

"Ada apa kak? Kenapa harus sembunyi-sembunyi segala?", aku menanyakan keperluannya yang kelihatannya penting. Apalagi dia dengan sembunyi-sembunyi membawaku ke ruangan ini. Dia memukul-mukul lantai di sampingnya. Untuk meminta ku duduk di sampingnya.

"Jadi, bagaimana keputusan mu untuk permintaan kesatria itu? Apakah kau akan menyetujui permintaannya?", dia mulai melontarkan pertanyaannya. Ketika aku sudah duduk di sampingnya. Aku menelan ludah ku saat aku mendengar pertanyaan itu dari kakak ku.

Kelihatannya masalah ini lebih serius daripada dugaan ku selama ini. Karena masalah ini telah membuat kakak ku ikut memikirkan masalah kerajaan. Padahal selama ini, dia tidak pernah tertarik dengan hal seperti ini. Aku harus benar-benar mempersiapkan diri untuk menghadapi resiko dari penolakan ku nanti.

"Aku akan menolaknya.", setelah aku mencoba menyampaikan hal itu. Aku mulai merasakan tekanan yang tinggi dari situasi dan keadaan ku. Aku tidak bisa membayangkan akan seperti apa nantinya. Saat aku menyampaikannya di depan banyak orang.

"Kenapa? Apakah sudah benar-benar kamu pertimbangkan?", kakak ku mempertanyakan hal yang paling sulit untuk aku terima. Aku tidak mampu menyangkal perkataannya. Namun aku harus pastikan dia mau menerima keputusan ku ini.

Ini sebagai awal untuk meyakinkan banyak orang. Kalau aku sudah membuat keputusan yang bulat. Tidak dapat lagi untuk diganggu siapapun. Aku akan terus teguh dengan satu jawaban ku ini.

"Alasannya cukup sederhana, kak. Karena seorang raja tidak mungkin menikah dengan rakyat jelata.", begitu aku menjawab pertanyaan kakakku itu. Dia menampar wajah ku dengan keras hingga membuat ku terbaring di atas lantai.

"Apa-apaan itu? Kau benar-benar berpikir seperti itu? Aku benar-benar kecewa dengan mu.", dia berdiri dan langsung meninggalkan aku sendiri. Untuk beberapa waktu, aku tetap membiarkan tubuhku terbaring lemas di ruangan ini.

Aku juga menggunakan kesempatan ini untuk beristirahat. Karena aku masih belum bisa tenang dari mimpi buruk kemarin itu. Tetap berada di rumah itu. Hanya akan membuat ku semakin capek. Jadi, mumpung masih ada yang tahu kalau aku berada disini. Aku bisa tenangkan pikiran ku sejenak.

Kondisi tenang dalam ruangan ini bertahan cukup lama. Hingga ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan ini. Aku tidak berpikir kalau itu adalah kakak ku. Tapi, siapa yang mengetuk pintu ruangan yang seharusnya rahasia ini? Aku mulai khawatir dengan kemungkinan buruk dari situasi ini.

"Yang mulia, ada hal yang ingin saya tanyakan kepada anda.", suara itu berasal dari balik pintu. Aku tidak bisa mengenali siapa dia. Karena suaranya yang terdengar samar-samar di telingaku. Padahal kalau aku bisa mengenali siapa dia. Aku tidak akan merasa gelisah seperti ini.

Aku merasa takut dengan adanya kemungkinan. Kalau percakapan ku dengan kakak ku tadi. Di dengar oleh seseorang. Lalu orang itu datang menemui ku. Agar dapat menggunakannya untuk mengancam ku.

"Ada perlu apa? Sampai membuat mu mengganggu waktu istirahat ku? Masuklah!", aku berusaha untuk tetap berani. Karena hanya ini cara untuk menunjukkan bukti kewibawaan ku. Begitu orang itu membuka pintu dan masuk keruangan ini.

Kecemasanku dalam sekejap hilang dan bertukar dengan rasa takut. Dari sekian banyak orang yang ada di istana ini. Kenapa harus dia yang datang ke sini. Padahal tadi sudah aku pastikan agar tidak ada yang mengikuti kami.

"Jiuren, kenapa kamu bisa tahu aku ada disini?", kalau perkataan ku tadi di dengar olehnya. Itu pasti akan membuatnya sangat marah. Hal itu lebih berbahaya dari orang yang mengancam ku menggunakan perkataan ku tadi.

"Tadi, saya sempat melihat anda di culik tuan purani. Jadi, sudah dapat dipastikan. Kalau anda sedang berada disini.", kenapa dia tahu tentang ruang rahasia ini? Bukankah seharusnya hanya aku dan kakakku yang tahu tentang ruangan kosong in? Tapi...

"Jadi, ada urusan apa kamu dengan ku? Sampai kamu repot-repot menjumpai ku seperti ini.", kelihatannya dia tidak mendengar pembicaraan tadi. Untuk saat ini aku abaikan saja dulu. Alasan kenapa dia bisa tahu ruangan rahasia ini.

"Saya ingin membahas tentang acara yang anda adakan sendiri. Sebuah acara yang dibuat oleh seseorang yang tidak kompeten. Karena dibuat tanpa adanya persetujuan dengan pihak lain. Dimana acara itu akan memakan lebih banyak anggaran dan waktu."

Mental ku langsung menciut jadi sekecil padi. Aku hanya bisa mengatakan permintaan maaf disetiap sela-sela perkataannya. Dalam sekejap mata, tatapan matanya berubah menjadi lebih menakutkan.

"Sejujurnya, ada hal yang mengganggu pikiran saya. Apakah saya boleh menyampaikan nya? Yang mulia raja, Aren.", dia memang menyatakan kalau tidak ingin mengatakannya. Namun aura kemarahannya terlihat mengancam. Dia pasti akan menyimpan dendam. Kalau tidak aku persilahkan untuk berbicara.

"Ada apa? Katakan saja. Kamu tidak perlu sungkan untuk menyampaikan apapun kepada ku.", sejujurnya aku tidak ingin mendengarnya. Tapi, itu pasti akan membuatnya semakin marah. Jadi aku tetap harus bersikap seolah memperbolehkannya.

"Tadi saat saya ingin menemui anda. Saya berpapasan dengan tuan purani Katira. Dia kelihatannya sedang marah. Bahkan saat saya menyapanya. Dia tidak membalas sapaan saya. Apakah anda tahu sesuatu yang membuatnya begitu?"

Aku sedikit lega karena orang ini tidak mengetahui apapun. Karena aku tidak bisa membayangkan. Akan seperti apa nanti kemarahannya. Saat tahu kalau acara yang ingin dia bahas itu. Sudah sejak awal, tidak terdapat kepentingan sedikit pun. Alias sia-sia saja.

"Entahlah, aku tidak tahu kenapa. Tapi, mungkin alasannya itu seperti biasanya. Lagipula memang begitulah kakakku.", aku cukup beruntung. Karena bisa memanfaatkan sifat kakak ku yang sering di permasalahkan oleh banyak orang.

"Jangan bohong!!!"

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status