Share

Rencana apa lagi?

"Rencana apa lagi yang kalian susun untuk menyakiti Manda?" tiba-tiba saja Hendry sudah ada di belakang mereka dengan tatapan datar dan dingin yang membuat Laras gemetar.

Mata tuanya menatap tajam kepada mereka. Menuntut penjelasan atas segala bisik-bisik yang sejak tadi mereka lakukan. "Tidak, Pah. Kami tidak punya rencana apapun juga! Ya kan, Brina?" tanya Laras sambil memberi kode pada putri semata wayangnya.

Brina sontak tersenyum dan mendekati Henry yang masih menetap mereka dengan tatapan penuh penyelidikan. "Ih, Papa kok nanyanya kayak gitu sih? Emang apa yang bisa kami rencanakan untuk Kak Manda?" tanya Brina berusaha memasang wajah tak berdosa di hadapan ayahnya yang tentu saja tidak akan bisa dikibuli oleh mereka.

Hendry menepis tangan Brina. Lalu duduk di sofa yang ada di kamar utamanya, "Papa sangat kenal siapa ibumu. Wanita keji yang selalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan. Selama ini dia selalu mendidikmu untuk menjadi sepertinya!" Ucapan dingin terdengar dari mulut Hendry dengan tatapan mata setajam elang.

Laras benar-benar tidak mampu untuk menghadapi tatapan yang penuh intimidasi dari suaminya. Laras boleh nakal dan ganas di luar sana kepada orang lain. Tetapi di rumah, dia takluk pada kuasa seorang Hendry Atmaja. Dia belum siap kehilangan semua fasilitas mewah yang mampu diberikan dari statusnya sebagai Nyonya Atmaja.

"Papa bicara apa sih? Ko bicaranya kayak gitu pada putri kita?" tanya Laras dengan suara gemetar dan berusaha untuk bersikap biasa saja dihadapan Henry yang terus menetapnya lekat.

Ck

Geram Brina melihat ibunya yang selalu bersikap lembek ketika berhadapan dengan ayahnya. Padahal dia sudah tidak sabar untuk menyingkan Hendry dari hidup mereka. Brina bahkan sudah bekerja sama dengan Matteo untuk segera mengambil alih perusahaan Atmaja Group. Dia tidak terima Manda sebagai ahli waris utama dari ayahnya.

"Apa kau yakin, kalau Brina adalah darah dagingku? Apa kau yakin, dia memiliki darah seorang Atmaja?" pertanyaan yang menohok yang membuat Laras begitu gugup dan Brina sontak menatap tajam ke arah ibunya.

Melalui matanya, Brina bertanya kepada Laras maksud dari perkataan Hendri yang seakan meragukan asal-usulnya. "Kamu kok bilang kayak gitu, Pah? Lihatlah! Brina menjadi sedih karenanya. Tentu saja dia anak kamu, Pah!" Laras berusaha untuk meraih tangan Hendry tetapi langsung ditepis begitu saja olehnya.

Laras menelan salivanya dengan susah payah. Brina yang sudah panas hatinya, karena mendapatkan keraguan dari laki-laki yang selama 20 tahun lebih sudah dianggap sebagai ayahnya merasa sakit hati. "Apa kamu yakin?" Tatapan sinis Hendry bagaikan ribuan anak panah yang menembus jantungnya dan menimbulkan luka yang tak berdarah.

Hendri bisa melihat rasa gugup yang tergambar jelas di mata Laras yang tidak berani menatap matanya secara langsung. "Tentu saja Mama yakin. Papa kenapa sih, kok tiba-tiba ngomong aneh kayak gini?" tanya Laras yang berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka yang sejujurnya amat mengganggunya.

Tetapi Hendry tiba-tiba saja melemparkan sebujur surat ke wajah Laras yang membuat wanita itu menjadi bertanya-tanya, "Surat apa ini, Pah?" Dengan hati-hati Laras pun kemudian membuka surat yang ternyata adalah hasil tes DNA yang dilakukan antara Henndy dan Brina.

Wajah Laras memucat seketika melihat hasil yang tertera di surat tersebut,"Ini bohong, Pah! Tidak mungkin kalau Brina bukan anak Papa!" Laras menjerit histeris dan mengguncang lengan Hendry yang sontak langsung dihempaskan dengan begitu kejam.

Laras menangis dan bersimpuh di kaki suaminya. Dia berharap hal itu akan berubah pemikiran Hendry tentang dirinya dan Brina. Brina yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dia pun langsung merebut kertas yang ada di tangan ibunya. Lamat-lamat Brina membaca surat itu dengan perlahan. Brina pun sontak merasa kaget dengan apa yang dia lihat.

"Apa ini, Mah? Kenapa hasil tes DNA ini mengatakan kalau aku bukan anaknya papa?" Brina tentu saja syok dengan kenyataan yang dia lihat. Dia kecewa dan kesal.

Kalau hasil dari test DNA itu benar, yang mengatakan bahwa dirinya bukan keturunan Atmaja. Maka hilanglah sudah kesempatan dirinya untuk memiliki grup Atmaja yang sudah lama dia impikan dan menjadi tujuan hidupnya.

Laras langsung mendekati Brina dan mengatakan bahwa itu adalah sebuah kesalahan, "Tidak, sayang! Surat itu salah. Pasti ada orang yang sudah merencanakan kejahatan di belakang kita untuk merugikan posisi kita di keluarga Atmaja," Laras berusaha sekuat tenaga untuk menjelaskan kepada Brina tentang hasil tes tersebut.

"Tidak semua orang memiliki otak busuk dan jahat sepertimu! Kau orang jahat yang selalu merencanakan hal buruk untuk orang lain! Aku sudah melakukan kesalahan besar dengan mau menikahi wanita ular seperti kamu!"

Tampak kemarahan begitu jelas di wajah Hendri yang merasa telah ditipu oleh istrinya selama 20 tahun lebih. Dia telah begitu bodoh percaya begitu saja pada kata-kata Laras, hingga dirinya harus menerima konsekuensi dengan perpisahannya bersama Melati, wanita yang amat dia cintai.

Laras menatap garang pada Hendry yang sejak tadi terus mendesaknya untuk melakukan sesuatu yang sudah lama dia tahan, karena tujuannya belum tercapai. Tapi dia harus mengambil tindakan tegas agar posisinya sebagai Nyonya Atmaja tidak tergeser karena kenyataan itu. Sangat berbahaya kalau orang luar tahu bahwa Brina bukan anak kandung suaminya yang sudah tua dan sakit-sakitan.

Laras menatap tajam kepada Brina dan memberikan kode kepada putrinya untuk mendorong Hendry hingga terjatuh. Kepala Hendry terantuk sudut meja. Darah segar mengucur dari keningnya. Hendry yang mendapatkan serangan dadakan dari Laras dan Brina tidak bisa melakukan apapun. Karena kondisi tubuhnya yang memang lemah karena sakit yang belum sembuh total.

Belum lama ini Hendry baru saja pulang dari rumah sakit setelah selama seminggu penuh dia dirawat secara intensif oleh tim dokter yang menangani dirinya selama bertahun-tahun.

"Kalian tega melakukan ini padaku?" tanya Hendry sebelum dia jatuh pingsan karena terlalu banyak mengeluarkan darah.

Brina menatap tajam kepada Hendry yang sudah terkapar tak berdaya di lantai. "Bagaimana ini, Mah? Bagaimana kalau Papa mati?" Brina terlihat begitu gugup melihat tubuh Hendry yang sudah tak berdaya.

Laras langsung membekap mulut Brina yang begitu ribut dan pastinya akan menarik perhatian para pelayan yang bekerja di mansion itu, "Bisa kamu diam? Tenanglah, Brina! Jangan berbuat kebodohan yang akan mengantar kita pada dinginnya jeruji besi! Mama akan memikirkan apa yang harus kita lakukan untuk menyembunyikan semua ini!" Laras kemudian duduk dan memikirkan langkah selanjutnya yang harus mereka lakukan untuk menyembunyikan kejadian itu agar tidak dicurigai oleh pihak yang berwajib.

Setelah memeriksa bahwa Hendry masih hidup, mereka pun kemudian berpura-pura seakan-akan baru menemukan tubuh Hendry yang sudah tak berdaya di lantai. Kemungkinan hidup Hendry hanya 50% melihat darah yang begitu banyak keluar dari keningnya.

Hal itulah yang membuat Laras begitu percaya diri untuk berteriak dan memanggil karyawan yang bekerja di Mansion. Tubuh Hendry langsung diangkat dan dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Brina diperingatkan oleh Laras untuk bersikap hati-hati dan tidak berbuat sembronoh sehingga membuat orang lain curiga dengan kejadian itu. Laras dengan begitu mahirnya bersandiwara di hadapan Manda yang datang bersama dengan Daniel untuk menengok ayahnya yang sekarang berada di ICU.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status