“Tunggu kau masih perawan?” Suara berat seorang pria yang tengah telanjang itu membuat wanita yang ada dibawahnya menegang.
Elena, wanita itu menutup matanya sembari mengangguk ragu. Dia memang masih perawan dan terpaksa menjual dirinya untuk menyelamatkan papanya dari rentenir.
“T-tunggu…t-tuan akan pergi?” Elena terkejut ketika pria itu bangkit dan malah memungut pakaiannya. Apa dia melakukan kesalahan?
Elena mendadak menjadi ketakutan. Jika dia gagal memuaskan pelanggan utama sekaligus pertamanya ini maka Mami Lily, ketua mucikari di club ini tidak akan mau membayar Elena.
Pria itu membelakangi Elena. Otot otot punggungnya terpampang di dalam cahaya remang remang ruangan itu. “Aku tidak bermain dengan seorang perawan.” Kata kata itu keluar dari bibir pria itu.
Elena terdiam, bagaimana bisa pria ini langsung tahu?
Dengan tangan bergetar Elena bangkit dan berlutut di hadapan pria itu. Memohon dengan nada yang sangat lirih. “T-tuan aku mohon jangan pergi. Jika tuan pergi aku tidak akan dibayar sama sekali sementara aku perlu uang yang banyak untuk—
“Untuk apa?” Pria itu mencengkeram erat dagu Elena dengan sorot mata yang memerah menahan amarah. “Apa semua wanita akan melalukan apapun demi uang hah? Sebegitu rendah dirimu hingga kau melakukan ini?” sinis pria itu.
Elena tidak tahu kenapa pria ini menjadi begitu marah. Tetapi melihat dari sorot matanya sepertinya memang ada sesuatu.
Mami Lily mengatakan pria ini adalah adalah pelanggan baru dan paling VVIP di clubnya. Kata wanita itu, pria ini ditinggal oleh tunangannya keluar negeri dan membatalkan pernikahannya. Semenjak itu pria ini mulai rutin mengunjungi club ini untuk menyalurkan rasa emosinya.
Semua wanita di mata pria ini sama. Rendah, dan hanya memikirkan tentang uang saja. Termasuk Elena yang langsung membuat emosinya tersulut.
“Y-ya…..aku memang tidak berarti,” jawab Elena, sorot matanya penuh dengan kesedihan dan penderitaan yang dalam. Tidak ada yang tahu seberapa banyak rasa sakit yang sudah Elena alami hingga berakhir di tempat ini.
“Tuan tidak perlu berpikir sampai sejauh itu, aku memang melakukannya demi uang karena uang bisa melakukan segalanya,” lirih Elena.
Pria itu terkekeh dengan penuh ketidakpercayaan. Dia tidak habis pikir kenapa semua wanita berubah menjadi rendahan seperti ini. Uang bisa melakukan segalanya katanya? Bahkan seluruh uang yang dia miliki tidak bisa mengobati rasa sakit yang dia alami.
Lalu kenapa wanita ini dengan entengnya mengatakan uang bisa melakukan segalanya?
“Baiklah, kau sendiri yang memberikan harga untuk tubuhmu ini. Aku tidak akan segan kalau begitu!” ucap pria itu sebelum akhirnya mulai mengangkat tubuh mungil Elena dan melemparnya keatas kasur dengan sangat kasar.
Elena terperajat kaget ketika pria itu mulai melancarkan aksinya. Walau sangat frustasi memikirkan bagaiamna caranya mendapatkan uang cepat, tidak bisa dipungkiri betapa ketakutannya Elena saat ini.
Ini adalah pertamakalinya dia melakukan hal hal seperti ini. Elena selalu percaya bahwa tubuhnya hanya untuk cintanya dimasa depan namun itu hanya harapan untu orang yang punya masa depan, tidak seperti Elena yang memang ditakdirkan untuk menderita.
Jadi apa gunanya harga diri? Apa itu masa depan? Elena tidak mengenal semua itu.
Pria itu menyadari kekakuan wanita dibawahnya ini. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan. “Aku membayarmu mahal, seharusnya kau yang melayaniku,” ucap pria itu kini mengubah posisinya menempatkan Elena diatasnya.
“Cepat, puaskan aku!” titah pria itu. Dari temaran cahaya di ruangan ini Elena dapat melihat garis wajah tampan pria ini. Sorot matanya yang memikat dan tubuhnya yang begitu atletis membuat siapa saja bisa berlutut untuk memuaskannya.
Tetapi Elena pengecualian. Dia bukanlah profesional disini.
Elena terdiam sembari menelan ludahnya ketika pria itu melepas seluruh pakaiannya dan sesuatu yang besar dan keras terasa menusuk paha bawahnya. “T-tuan maafkan aku….ini benar benar pertama kalinya bagiku,” cicit Elena.
Melihat keluguan wanita ini membuat pria itu tidak sabaran. Dia langsung membalik tubuh seksi Elena dan mengungkungnya di bawahnya. “Baiklah, jika di tengah jalan kau merintih dan ingin berhenti jangan salahkan aku.” Pria itu berucap kemudian langsung menyambar Elena lagi.
Pria itu mulai melakukan pemanasan lagi dan menyentuh semua bagian sensitif wanita itu dan mencium setiap inci tubuh molek Elena.
“Ahh…” Erangan demi erangan keluar dari bibir seksinya dan pria itu tanpa ragu memaut bibirnya dan menciumnya dengan brutal.
Elena bahkan tidak punya kesempatan untuk bernapas sebelum pria itu memposisikan tubuhnya dan langsung menghantamnya dengan keras.
“Arghh….” Elena merintih kesakitan. Rasanya ada sesuatu yang robek dibawah sana dan rasanya sangat perih.
“Ahhh ini sakit,” cicitnya.
“Setelah ini tidak akan sakit lagi.” Setelah mengucapkan itu, pria itu langsung mempercepat tempo permainannya. Dia benar menggila karena tubuh Elena sangat molek bak gitar spanyol.
“Ahh….Thalia….kau sangat nikmat.”
Deg!
Kesadaran Elena langsung terkumpul saat dia mendengar pria yang sedang menganggahi tubuhnya ini mendesahkan nama seorang wanita. Apa itu nama tunangannya yang kabur itu?
Namun Elena mengabaikannya. Dia tidak peduli walau pria ini membayangkan wanita lain saat bersamanya karena yang terpenting baginya adalah uang. Hingga di akhir permainan keduanya sama sama terkulai lemas diatas tempat tidur itu.
Elena meraskan perih di area sensitifnya karena permainan pria ini. Namun, tidak dapat dia pungkiri dia sudah mendapatkan kenikmatan tiada tara.
Pria itu langsung bangkit saat keduanya sudah selesai. Dia berlalu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan kembali beberapa menit kemudian.
Elena sudah selesai memakai seluruh pakaiannya dan berniat menunggu hanya untuk mengucapkan pamit pada pria ini karena dia adalah salah satu pelanggan dengan sumbangsih terbanyak di club ini.
“T-tuan karena sudah selesai aku akan pergi,” ucap Elena tanpa berani menatap mata pria itu. Dengan langkah gontai karena sakit di area sensitifnya Elena berjalan hendak keluar.
“Siapa yang mengizinkanmu pergi?”
Elena terdiam, langkahnya terhenti.
Dengan langkah panjang dan pasti pria itu mengangkat tubuh Elena lagi dan hendak membawanya menuju ke kamar mandi. “Kita harus melakukan ronde kedua, sayang.”
Deg!
Elena benar benar kehabisan kata kata. Jadi belum selesai setelah semua tenaga yang habis?
Tepat saat Damian hendak membawa Elena ke kamar mandi, pintu didobrak dengan paksa dari luar dan suara langkah kaki mendekat ke arah ruangan.
“DAMIAN! APA YANG KAU LAKUKAN?”
“Kakek…”
Apa? Kakek? Elena benar benar tidak paham apa yang sedang terjadi.
“D-damian!” Suara Elena terdengar nyaring sekali di telinga pria itu hingga membuatnya ingin mendengarnya lagi.Oh, mungkin Damian sudah gila.Sejak dulu, dia paling tidak suka ada yang memanggil namanya tanpa embel-embel tuan atau tanpa nama belakang keluarganya karena dia terbiasa hidup dengan itu akan tetapi kenapa saat Elena yang memanggilnya Damian merasa berbeda?Dia ingin mendengarnya lagi dan lagi.Namun, Damian tidak akan luluh secepat itu. Dia jelas tau permainan yang Elena mainkan untuk mengusik ketenangannya dan Damian akan memberikannya pelajaran sekarang.“Damian…apa maumu lagi, hm?” Suara Elena sedikit grogi saat berbicara, apalagi menatap mata Damian sedekat ini dengan posisi yang cukup intim.Tangan Elena menahan dada bidang Damian yang menindihnya dan kian menurun dan mendekatkan wajahnya, sementara itu kaki Elena tertutup rapat sempurna pada awalnya.Sebelum akhirnya Damian mengubang posisi mereka. Pria berbadan besar berotot itu memegang kedua tangan Elena hanya de
Semua maid di mansion bersiap untuk keberangkatan keluarga Falcone ke Bali. Hanya beberapa maid yang akan ikut kesana terutama maid VVIP yaitu Elena yang sudah pasti ikut kesana karena tugas Elena sekarang merangkap menjadi baby sitter Alaska.Semua maid yang ikut, terbang dengan pesawat reguler sementara Elena dia ikut private jet milik keluarga Falcone dimana disana ada Thomas, Elion, Damian dan Alaska atau inti keluarga Falcone.Semua maid sepertinya paham kenapa hanya Elena yang ikut di pesawat pribadi keluarga Falcone karena Alaska sangat lengket dengan Elena dan tidak bisa hidup tanpa anak itu.“Elena, semuanya sudah siap?” tanya Rani, dia memegang pundak Elena sambil tersenyum. “Jangan khawatir, ya. Tuan Elion baik dia tidak akan merepotkanmu tapi hati-hati saja dengan tuan Damian, dia lebih cepat tersinggung akhir-akhir ini entah kenapa,” ucap Rani.Elena tersenyum mendengar itu. “Iya, Ran. Aku hanya khawatir karena aku maid sendiri yang ikut di pesawat pribadinya dan penerban
Elena kembali ke dalam mansion setelah Rani memanggilnya melalui alat pendengaran yang dia gunakan. Elena berjalan cepat dan tersenyum saat melihat Rani nampak kelimpungan mengurus tuan rumah karena saat ini ketiga tuan rumah utama ada di mansion.Thomas, Elion dan Damian ketiganya ada di mansion dan ditambah Alaska. Itu saja untung Alaska sudah diurus oleh Elena yang awalnya menjadi masalah yang sangat besar karena anak itu sejak awal tidak suka diurus dengan maid manapun di mansion.Tapi, setelah Elena mampu meluluhkan Alaska, Rani langsung membebas tugaskan Elena dari tugasnya yang seharusnya menyambut tamu dan lainnya menjadi fokus mengurus Alaska tetapi Elena tetap mengatakan dia akan sebisanya membantu untuk mengerjakan pekerjaan lain.“Elena…semua maid sedang mengurus keberangkatan kita ke Bali dan tuan Damian sepertinya baru bangun setelah minum-minum kemarin, apa kau bisa membantuku membawakan sup ini untuknya? Sekalian dia meminta kamarnya
Elena berjalan pelan menuju ke arah kamarnya yang ada di bagian belakang mansion. Semua maid sepertinya sudah istirahat di kamarnya masing-masing.Namun, tepat saat Elena menyusuri koridor kamarnya, suara langkah cepat menghentikannya. Di sudut lorong, Rico sudah menunggunya dengan tatapan penuh arti.Elena tersenyum saat melihat Rico ada didepan kamarnya. Pria itu menatap Elena seakan dia sudah tau apa yang terjadi.“Elena, bagaimana?” tanya Rico tanpa basa basi lagi.Elena tak bisa menyembunyikan senyumannya lagi dan dia hanya mengangguk. Walau Elena yang punya misi untuk membuat Damian cemburu tetapi Ricolah yang menyarankan menggunakan Elion untuk membuat tuannya itu sadar perasaannya sendiri.Awalnya Elena tidak mau. Dia tidak ingin bermain-main dengan Elion tetapi saran Rico tidaklah salah. Rico sejak awal tau kalau Damian sangat posesif, hanya dengan berbicara saja sudah bisa membuat Damian emosi apalagi memang kedekatannya denga
Denting hak tinggi Elena bergema saat ia mundur perlahan ke dinding marmer, napasnya memburu menahan gugup. Damian berdiri terpaku di hadapannya dengan mata merah yang setengah sayu, aroma alkohol pekat memenuhi indra penciumannya. “Tuan…” Elena berbisik, nyaris tidak terdengar, “Anda mabuk.”Elena berusaha mendorong dada bidang pria itu namun tenaganya tidak bisa mengimbangi pria berbada besar itu.Sementar Damian tidak menggubris, hanya menatap Elena dengan intimidasi. "Elena kau benar-benar wanita nakal!" gumamnya, nadanya berat dan serak. Elena mengernyit, menatapnya tanpa gentar meski jantungnya berdetak cepat.Elena tahu Damian sedak mabuk saat ini dan bisa mengatakan apapun yang ada di pikirannya tetapi kenapa rasanya dia ingin tertawa?Tidak pernah ia bayangkan dalam hidupnya, dia akan melihat Damian versi mabuk seperti ini. Jika Elena jahil dan memilih merekam momen ini, Damian pasti akan sangat murka, mengingat ego
Acara Fashion Week resmi ditutup dengan gemerlap sorotan dan tepuk tangan panjang. Kemudian acara mewah itu masih belum usai karena ada acara makan malam special setelahnya dan Elena tentu juga harus ikut serta.Lantai gala dinner penuh oleh undangan elite—gaun elegan, gelas anggur, dan gelak tawa lembut mengisi ruangan. Elena duduk di samping Elion di meja kehormatan, posisi yang seharusnya memang diperuntukkan untuk Elion tetapi karena Elena ramunya jadi dia juga ikut duduk disana.Elena merasa ini seperti sebuah mimpi karena bisa menghadiri acara terbesar di negerinya. Terkadang Elena tidak pernah menyangka hidup akan memberikannya kesempatan kedua setelah selama ini dia terjebak dalam mimpi buruk saat tinggal bersama papanya.“Elena, bagaimana? Apa kau suka acaranya? Aku harap itu tidak membuatmu bosan,” ucap Elion yang duduk disampingnya, menatapnya dalam-dalam.Elena tersenyum sembari menggeleng cepat. “Bosan? Mana mungkin tuan, ini….ini benar benar mimpi yang menjadi kenyataan,