Demi menyelamatkan kebangkrutan keluarganya, Elena memilih untuk menyerahkan kesuciannya yang sudah dia jaga selama ini pada pria asing. Namun siapa sangka, Elena justru berakhir dengan Damin Falcone--salah satu cucu dari orang terkaya di negeri--yang tengah mabuk berat setelah dikhianati kekasih. Lantas, bagaimana nasib Elene? Belum lagi, keduanya terpergok oleh sang kakek yang memaksa keduanya menikah!
View More“Tunggu kau masih perawan?” Suara berat seorang pria yang tengah telanjang itu membuat wanita yang ada dibawahnya menegang.
Elena, wanita itu menutup matanya sembari mengangguk ragu. Dia memang masih perawan dan terpaksa menjual dirinya untuk menyelamatkan papanya dari rentenir.
“T-tunggu…t-tuan akan pergi?” Elena terkejut ketika pria itu bangkit dan malah memungut pakaiannya. Apa dia melakukan kesalahan?
Elena mendadak menjadi ketakutan. Jika dia gagal memuaskan pelanggan utama sekaligus pertamanya ini maka Mami Lily, ketua mucikari di club ini tidak akan mau membayar Elena.
Pria itu membelakangi Elena. Otot otot punggungnya terpampang di dalam cahaya remang remang ruangan itu. “Aku tidak bermain dengan seorang perawan.” Kata kata itu keluar dari bibir pria itu.
Elena terdiam, bagaimana bisa pria ini langsung tahu?
Dengan tangan bergetar Elena bangkit dan berlutut di hadapan pria itu. Memohon dengan nada yang sangat lirih. “T-tuan aku mohon jangan pergi. Jika tuan pergi aku tidak akan dibayar sama sekali sementara aku perlu uang yang banyak untuk—
“Untuk apa?” Pria itu mencengkeram erat dagu Elena dengan sorot mata yang memerah menahan amarah. “Apa semua wanita akan melalukan apapun demi uang hah? Sebegitu rendah dirimu hingga kau melakukan ini?” sinis pria itu.
Elena tidak tahu kenapa pria ini menjadi begitu marah. Tetapi melihat dari sorot matanya sepertinya memang ada sesuatu.
Mami Lily mengatakan pria ini adalah adalah pelanggan baru dan paling VVIP di clubnya. Kata wanita itu, pria ini ditinggal oleh tunangannya keluar negeri dan membatalkan pernikahannya. Semenjak itu pria ini mulai rutin mengunjungi club ini untuk menyalurkan rasa emosinya.
Semua wanita di mata pria ini sama. Rendah, dan hanya memikirkan tentang uang saja. Termasuk Elena yang langsung membuat emosinya tersulut.
“Y-ya…..aku memang tidak berarti,” jawab Elena, sorot matanya penuh dengan kesedihan dan penderitaan yang dalam. Tidak ada yang tahu seberapa banyak rasa sakit yang sudah Elena alami hingga berakhir di tempat ini.
“Tuan tidak perlu berpikir sampai sejauh itu, aku memang melakukannya demi uang karena uang bisa melakukan segalanya,” lirih Elena.
Pria itu terkekeh dengan penuh ketidakpercayaan. Dia tidak habis pikir kenapa semua wanita berubah menjadi rendahan seperti ini. Uang bisa melakukan segalanya katanya? Bahkan seluruh uang yang dia miliki tidak bisa mengobati rasa sakit yang dia alami.
Lalu kenapa wanita ini dengan entengnya mengatakan uang bisa melakukan segalanya?
“Baiklah, kau sendiri yang memberikan harga untuk tubuhmu ini. Aku tidak akan segan kalau begitu!” ucap pria itu sebelum akhirnya mulai mengangkat tubuh mungil Elena dan melemparnya keatas kasur dengan sangat kasar.
Elena terperajat kaget ketika pria itu mulai melancarkan aksinya. Walau sangat frustasi memikirkan bagaiamna caranya mendapatkan uang cepat, tidak bisa dipungkiri betapa ketakutannya Elena saat ini.
Ini adalah pertamakalinya dia melakukan hal hal seperti ini. Elena selalu percaya bahwa tubuhnya hanya untuk cintanya dimasa depan namun itu hanya harapan untu orang yang punya masa depan, tidak seperti Elena yang memang ditakdirkan untuk menderita.
Jadi apa gunanya harga diri? Apa itu masa depan? Elena tidak mengenal semua itu.
Pria itu menyadari kekakuan wanita dibawahnya ini. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan. “Aku membayarmu mahal, seharusnya kau yang melayaniku,” ucap pria itu kini mengubah posisinya menempatkan Elena diatasnya.
“Cepat, puaskan aku!” titah pria itu. Dari temaran cahaya di ruangan ini Elena dapat melihat garis wajah tampan pria ini. Sorot matanya yang memikat dan tubuhnya yang begitu atletis membuat siapa saja bisa berlutut untuk memuaskannya.
Tetapi Elena pengecualian. Dia bukanlah profesional disini.
Elena terdiam sembari menelan ludahnya ketika pria itu melepas seluruh pakaiannya dan sesuatu yang besar dan keras terasa menusuk paha bawahnya. “T-tuan maafkan aku….ini benar benar pertama kalinya bagiku,” cicit Elena.
Melihat keluguan wanita ini membuat pria itu tidak sabaran. Dia langsung membalik tubuh seksi Elena dan mengungkungnya di bawahnya. “Baiklah, jika di tengah jalan kau merintih dan ingin berhenti jangan salahkan aku.” Pria itu berucap kemudian langsung menyambar Elena lagi.
Pria itu mulai melakukan pemanasan lagi dan menyentuh semua bagian sensitif wanita itu dan mencium setiap inci tubuh molek Elena.
“Ahh…” Erangan demi erangan keluar dari bibir seksinya dan pria itu tanpa ragu memaut bibirnya dan menciumnya dengan brutal.
Elena bahkan tidak punya kesempatan untuk bernapas sebelum pria itu memposisikan tubuhnya dan langsung menghantamnya dengan keras.
“Arghh….” Elena merintih kesakitan. Rasanya ada sesuatu yang robek dibawah sana dan rasanya sangat perih.
“Ahhh ini sakit,” cicitnya.
“Setelah ini tidak akan sakit lagi.” Setelah mengucapkan itu, pria itu langsung mempercepat tempo permainannya. Dia benar menggila karena tubuh Elena sangat molek bak gitar spanyol.
“Ahh….Thalia….kau sangat nikmat.”
Deg!
Kesadaran Elena langsung terkumpul saat dia mendengar pria yang sedang menganggahi tubuhnya ini mendesahkan nama seorang wanita. Apa itu nama tunangannya yang kabur itu?
Namun Elena mengabaikannya. Dia tidak peduli walau pria ini membayangkan wanita lain saat bersamanya karena yang terpenting baginya adalah uang. Hingga di akhir permainan keduanya sama sama terkulai lemas diatas tempat tidur itu.
Elena meraskan perih di area sensitifnya karena permainan pria ini. Namun, tidak dapat dia pungkiri dia sudah mendapatkan kenikmatan tiada tara.
Pria itu langsung bangkit saat keduanya sudah selesai. Dia berlalu menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan kembali beberapa menit kemudian.
Elena sudah selesai memakai seluruh pakaiannya dan berniat menunggu hanya untuk mengucapkan pamit pada pria ini karena dia adalah salah satu pelanggan dengan sumbangsih terbanyak di club ini.
“T-tuan karena sudah selesai aku akan pergi,” ucap Elena tanpa berani menatap mata pria itu. Dengan langkah gontai karena sakit di area sensitifnya Elena berjalan hendak keluar.
“Siapa yang mengizinkanmu pergi?”
Elena terdiam, langkahnya terhenti.
Dengan langkah panjang dan pasti pria itu mengangkat tubuh Elena lagi dan hendak membawanya menuju ke kamar mandi. “Kita harus melakukan ronde kedua, sayang.”
Deg!
Elena benar benar kehabisan kata kata. Jadi belum selesai setelah semua tenaga yang habis?
Tepat saat Damian hendak membawa Elena ke kamar mandi, pintu didobrak dengan paksa dari luar dan suara langkah kaki mendekat ke arah ruangan.
“DAMIAN! APA YANG KAU LAKUKAN?”
“Kakek…”
Apa? Kakek? Elena benar benar tidak paham apa yang sedang terjadi.
Jalanan kota malam itu basah dan licin, hujan baru saja reda, tapi Damian tetap melajukan Rolls-Royce-nya seperti pria yang dikejar maut. Damian benar-benar ugal-ugalan mengendarai mobil mahalnya itu tapi untung saja keahlian pria itu mencari celah di tengah kemacetan tidak perlu diragukan lagi.Panggilan dari kakeknya dia abaikan begitu saja. Pokoknya mala mini, tidak akan ada yang bisa menganggu Damian, tidak seekor nyamuk sekalipun.Damian sudah bekerja sangat keras seminggu ini dan sampai tidak ada waktu untuk melancarkan hasratnya. Dan sudah sangat jelas sekali rasanya sesuatu di bawah sana sudah sangat sesak meminta untuk dipuaskan.“Ah…lampu merah sialan ini,” keluh Damian sembari memukul setirnya pelan ketika dia terpaksa harus berhenti karena lampu merah di depan sana.Jemari tangannya diketuk-ketukkan diatas setir mobil itu saking tidak sabarnya dia pergi menemui Elenanya. Entahlah apa yang membuat Damian sekuat itu menahan hasratnya hingga seminggu karena biasanya jika tida
Restoran Le Céleste, terletak di puncak menara tertinggi di kota, berkilau dengan lampu kristal yang memantulkan cahaya malam. Interiornya mewah, dengan langit-langit kaca yang memperlihatkan panorama kota.Di meja paling mahal yang berada di tempat termewah disana, Damian duduk sendiri di meja untuk dua orang, satu tangannya menggenggam gelas wine merah, tatapan tenang menatap gedung-gedung tinggi kota di bawahnya."Pastikan paparazi tahu aku ada di sini malam ini." Perintahnya pada Rico terdengar tenang, tapi penuh perhitungan. "Untuk meredam berita sialan itu,” lanjut Damian saat Rico menunjukkan tanda-tanda kebingungan sebelum akhirnya dia mengangangguk paham."Baik, Tuan," sahut Rico cepat, lalu keluar untuk menelepon salah satu koneksinya di media.Damian bersandar di kursinya, menyilangkan kaki dengan ekspresi yang datar. Entah kenapa akhir-akhir ini harinya terasa sangat panjang, bahkan menunggu belum sempat 5 menit Damian sudah tidak sabar ingin pulang.Entah sampai kapan dia
Minggu pagi datang dan Damian berdiri di depan jendela lantai tiga puluh sembilan, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung, sementara layar monitornya menampilkan grafik saham yang perlahan stabil.Sudah enam hari ia menghabiskan waktu di kantor. Sejak kekacauan akibat pembatalan dinas, Damian mengubur dirinya dalam pekerjaan. Dia belum kembali ke mansion, bahkan belum menatap wajah Elena sejak malam itu.Rindu? Seorang Damian tidak akan pernah merindukan siapapun. Tapi disaat dia dengan keras berusaha menyangkalnya disanalah dia mulai terjebak, dengan perasaannya sendiri.Damian sengaja menahannya. Semenjak sindiran dari Rico beberapa hari lalu tentang pembatalan dinasnya secara tiba-tiba hanya untuk menghampiri Elena di rumah sakit membuat Damian terasa ditampar.Ini jelas bukan dirinya dan Damian membenci itu.Memangnya siapa wanita itu harus mendapat perhatiannya sekeras ini? Damian berusaha membuktikan kalau Rico salah besar akan tetapi saat setiap malam dia merindukan sen
Falcone Corp, Lantai 10Ruangan itu sunyi, hanya suara jam dinding yang berdetak pelan terdengar. Damian duduk di belakang meja kerjanya yang megah, namun wajahnya penuh tekanan. Di hadapannya, tumpukan berkas dan puluhan email masuk belum sempat ia buka.Direktur Utama perusahaannya, Nara, mengetuk pintu pelan lalu masuk sambil membawa tablet. "Tuan Damian, ini pembatalan kontrak dari Biancci Group. Mereka kecewa Anda tak hadir dalam pertemuan hari ini." Wanita dengan pakaian rapi itu menunduk setelah mengucapkannya karena melihat tatapan tajam bosnya. "J-juga, dua investor dari Zurich menunda suntikan dana karena absennya Anda di agenda konferensi."Damian akhirnya menghela napas berat, menautkan jemari ke pelipisnya yang berdenyut. Dia memang membatalkan dinas mendadak—tanpa penjelasan, tanpa koordinasi. Dan kini, imbasnya datang seperti gelombang: investor kecewa, kontrak batal, dan reputasi terguncang.Pintu kembali dibuka, kali ini Rico masuk dengan wajah yang jauh lebih frusta
Elena menggigit bibirnya saat Damian membanting pintu apartemen itu dari dalam. Langkah kaki pria itu terdengar berat dan cepat, seperti bom yang siap meledak. Tubuhnya berdiri tegap di hadapan Elena yang masih memegangi pipinya yang memar.Meskipun merasakan nyeri karena bekas tamparan itu, tapi ada hal lain yang membuat Elena seakan melupakan rasa sakitnya seketika.Tatapan mata Damian.Ada kilatan aneh di mata pria itu, sama seperti saat Elena diculik waktu itu."Apa yang kau pikirkan, hah?" suara pria itu tajam, matanya berkilat marah. "Pergi tanpa kabar, tak menjawab telepon, dan kau membiarkan dirimu diperlakukan seperti itu?" Damian berjalan mendekat, sorot matanya tak melepaskan Elena barang sedetik pun.Elena menelan ludahnya susah payah. Entah kenapa suasana ruangan berubah menjadi lebih mencekam hingga tanpa sadar dia memundurkan langkahnya seiring langkah Damian mendekat."T-tuan aku hanya ingin menjenguk papaku..."Suara Elena nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat
Elena masih terduduk di lantai lorong rumah sakit, pipinya berdenyut hebat dan kepalanya pusing karena terbentur lantai saat terjatuh karena ditampar kakaknya dengan sangat keras.Matanya seketika memerah menahan air matanya yang hendak turun. Selama ini dia sudah terbiasa dengan sikap kasar kakaknya ini tetapi kenapa sekarang Elena sangat cengeng?Apakah ini salah kakaknya atau harapan Elena yang terlalu tinggi? Dia sudah berusaha sekuat tenaganya menggunakan seluruh tenaga bahkan fisiknya untuk mencari uang kesana kemari selama ini sebelum akhirnya menetap di mansion Falcone.Lalu apa?Apakah hanya tamparan dingin dan perih ini yang Elena pantas dapatkan sebagai balasannya? Tidakkah ada yang mengapresiasi Elena dan menenangkannya, menjadi sandaran untuknya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.Tidak…Tidak ada. Elena selalu sendiri, dan sepertinya memang akan tetap seperti itu. “Sudah puas bermain-main menjadi gundik orang kaya, sekarang sok-sokan datang menjenguk papa?” cibir
Cahaya matahari pagi menembus tirai jendela, menyinari wajah Elena yang masih terbaring di tempat tidur. Ia mengerjapkan mata dengan panik begitu sadar dirinya benar-benar tertidur semalaman di kamarnya bersama Damian.Pikirannya langsung kacau—niat awalnya setelah melayani pria itu adalah segera pulang ke rumah sakit, bukan tertidur di pelukannya. Elena benar-benar merutuki dirinya sendiri karena hal ini, setelah ketahua kemarin Elena langsung menutup matanya dan hal terakhir yang dia ingat adalah Damian yang memeluknya dari belakang dan menyuruh Elena untuk menutup matanya.Elena seakan terhipnotis, tidak bisa melawan dan mengatakan apapun selain menuruti titah Damian. Akan tetapi, fakta bahwa dia terlelap dalam pelukan tuannya itu samasekali bukan dalam rencanya.Bagaimana bisa? Elena pasti sudah gila karena kelelahan. Damian adalah orang yang paling Elena benci sejak awal karena keegoisannya tapi apa yang terjadi sekarang?Elena duduk terburu-buru, lelah memirkan hal itu. Perempuan
Sudah pukul sembilan malam saat Elena menyelesaikan tugas-tugas terakhirnya hari ini. Aroma lembut dari detergen bersih masih melekat di tangannya, membaur dengan semilir angin malam yang masuk dari jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Ia membuka koper kecil dan mulai melipat pakaian satu per satu dengan hati-hati.Hari ini adalah akhir bulan, dan itu berarti Elena mendapatkan cuti bulanan selama empat hari penuh. Ia bersyukur bisa menjenguk papanya yang masih dirawat karena luka-luka akibat utang sialan itu. Terakhir kali Elena mendapatkan kabar dari adiknya kalau papanya masih dalam pemulihan. Sementara adik dan papanya sangat senang ketika tahu Elena mendapatkan pekerjaan di mansion utama Keluarga Falcone yang artinya elena kini adalah harapan satu-satunya keluarganya tanpa tahu pekerjaan jenis apa yang Elena kerjakan di mansion ini. Di luar, taksi yang ia pesan sudah menunggu dengan sabar karena dari dalam kamarnya Elena dapat melihat dari kejauhan taxi itu menunggu dengan lamp
Ruang interogasi di basecamp Raven Security dipenuhi dengan atmosfer dingin dan mematikan. Cahaya lampu putih menyinari meja baja tempat Evan duduk terikat, wajahnya babak belur dan tubuhnya penuh memar. Namun tatapannya masih menyimpan sisa kesombongan, sampai langkah sepatu Damian terdengar memasuki ruangan.Pintu dibuka dengan satu hentakan, dan Damian masuk dengan pakaian serba hitam serta ekspresi dingin. Anggota pasukan khusus itu menunduk sebagai tanda hormat, mereka memang sudah menunggu Damian sejak tadi.Tanpa sepatah kata, Damian melepas sarung tangannya, meletakkan jam tangan di atas meja logam, dan duduk di seberang Evan. Pria itu tersenyum sinis dengan wajah babak belur itu seakan tatapannya bisa menguliti Damian hidup-hidup.Tetapi Damian tetap tenang. Dia mendorong salah satu kursi disana untuk bisa duduk di depan Evan dan menatapnya nyalang. Darah Damian spontan langsung mendidih saat melihat wajah Evan, membayangkan saja apa yang bisa dia lakukan pada Elena sudah mem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments