Pertanyaan dari sang papa membuat Sean terperangah. Dia tidak mengira jika Antonio akan mempertanyakannya."Bagaimana Papa tahu?" tanya Sean sembari mengernyitkan dahinya.Antonio hanya menyeringai, seolah menjawab pertanyaan putranya menggunakan ekspresi wajahnya."Dari mana Papa mengetahuinya?" tanya Sean kembali.Sean benar-benar sedang bingung saat ini. Pasalnya, dia mengajak Raisa untuk memeriksakan kehamilannya ke rumah sakit lain setelah Anna dan Celine meninggalkan mereka. Tujuan Sean hanya satu, agar dokter yang memeriksa Celine tidak mengetahui hubungannya dengan Raisa. Sudah bisa dipastikan, bahwa nantinya dokter tersebut akan melapor pada kedua orang tuanya apabila mengetahui hal itu."Berikan hasil pemeriksaan itu padaku," perintah Antonio dengan tegas, sambil menatap ke arah amplop besar berwarna putih yang ada di tangan kanan Sean.Sean mengikuti arah pandang sang papa. Dia menghela nafasnya. Beberapa detik kemudian dia menyeringai, dan berkata,"Apa Papa mengawasi ku?"
Kaki Sean terasa berat melangkah. Semua harus diputuskannya saat ini juga. Selain itu, dia juga harus menghadapi istrinya yang sudah pasti marah padanya."Tidak ada pilihan lagi. Aku harus menjauhkan Raisa dari kota ini. Tapi, bagaiman jika dia tidak mau? Ah, kepalaku rasanya mau meledak memikirkan masalah ini," ucap lirih Sean seraya berjalan menuju kamarnya.Tepat di depan pintu kamarnya, Sean berdiri. Dia menatap pintu tersebut, seolah bimbang untuk membukanya. Dia menghela nafasnya membayangkan kemarahan yang akan dihadapinya dari sang istri.Namun, dia harus segera bertemu dengan istrinya untuk membujuknya. Dengan perlahan handle pintu itu pun digerakkan, dan dia membuka pintu tersebut dengan sangat pelan dan hati-hati."Bagaimana keadaan wanita jalang itu?" tanya Celine, tanpa menoleh ke arah pintu, ketika mendengar suara pintu terbuka.Sean tidak menjawab. Dia meneruskan langkahnya menghampiri sang istri yang sedang merebahkan dirinya di atas ranjang, dengan menghadap ke arah y
"Aku ingin makan masakan buatanmu," ucap Celine dengan wajah mengiba.Seketika Sean menghela nafasnya. Dia menatap sang istri, seolah enggan melakukan keinginannya, seraya berkata,"Apa harus aku yang memasaknya?"Dengan cepatnya Celine menganggukkan kepalanya. Dia memasang wajah melasnya, dan berkata,"Apa kamu tidak akan menuruti kemauan istrimu yang sedang mengidam?"'Inilah kenapa aku tidak mau jika istriku hamil. Semua istri akan merepotkan suaminya dengan alasan ngidam. Setelah itu, suami akan direpotkan dengan bayi mereka yang baru lahir,' batin Sean sembari menghela nafasnya."Sayang," rengek Celine seraya menggerak-gerakkan lengan suaminya."Baiklah. Aku akan masak untukmu dan anak kita," ucap Sean lemas, sembari mengusap lembut pada perut sang istri."Tunggu di sini, dan jangan ke mana-mana," perintah Sean sebelum keluar dari kamar."Tunggu! Kamu mau masak apa?" tanya Celine dari tempat tidurnya.Selama beberapa saat Sean berpikir. Kemudian dia berkata,"Apa kamu mau nasi go
"Aku tidak suka. Nasi goreng ini terlalu pedas," ucap Celine dengan entengnya.Seketika Sean menghela nafasnya. Ingin sekali dia mengomel, tapi hanya bisa dilakukannya dalam hati saja.'Sudah aku duga. Untung saja yang memasak bukan aku. Tunggu, apa nantinya akan ada kedua, ketiga dan seterusnya? Aku harus menyuruh seseorang untuk standby setiap saat ketika aku menyuruhnya pada saat Celine ngidam.'"Baiklah. Tidak apa-apa jika kamu tidak suka," tukas Sean sembari memaksakan senyumnya."Aku mau makan pasta," ucap Celine dengan manja.'Aaaarrrghhh! Ini baru beberapa jam dia mengetahui kehamilannya, tapi sudah sangat menyebalkan dan merepotkan. Bagaimana untuk selanjutnya?!' teriak Sean dalam hatinya.Sean kembali memaksakan senyumnya. Dengan sangat hati-hati sekali dia bertanya pada istrinya,"Mau makan di restoran biasanya, atau aku pesankan saja, biar diantarkan ke rumah?"Sontak saja dahi Celine mengernyit mendengar pertanyaan dari sang suami. Dia pun berkata,"Kenapa harus beli? Buk
"Ada apa?" tanya Sean yang baru saja keluar dari dapur."Tuan, wanita yang waktu itu datang lagi," ujar sang pelayan dengan nafas yang terengah-engah."Wanita? Siapa?" tanya Sean sambil mengernyitkan dahinya.Celine menghentikan makannya. Dia mendengarkan percakapan antara suami dan pelayan tersebut."Maaf, Tuan. Nona Raisa membuat keributan di depan," tukas pelayan yang baru saja datang menghampiri mereka.Seketika Sean membelalakkan matanya. Dia menoleh ke arah sang istri yang masih duduk di kursi makan, dan menatap marah padanya."Di mana dia sekarang?" tanya Sean pada pelayan tersebut."Sedang ditangani oleh dua orang laki-laki yang biasanya datang ke sini menemui anda, Tuan," jawab pelayan tersebut sambil menundukkan kepalanya.'Sial! Kenapa mereka membawa Raisa datang ke mari?' batin Sean mengumpat marah."Sean!" "Tolong aku!""Suruh orang-orang ini melepaskan aku!"Teriakan-teriakan Raisa terdengar hingga ke dalam rumah megah tersebut. Dia memberontak ingin berlari masuk ke da
"Tidak! Kita tidak akan bercerai!" ujar Sean seraya berjalan menghampiri sang istri.Celine melemparkan pada Sean, sebuah amplop besar berwarna putih bertuliskan nama rumah sakit di depannya.Sean mengambil amplop tersebut, dan membukanya. Dia melihat dengan seksama hasil pemeriksaan kandungan istrinya. Ternyata, usia kandungan Celine dan Raisa berbeda. Jarak kehamilan mereka berselang dua minggu, dan Raisa lebih dulu mengandung dibandingkan Celine."Bawalah hasil pemeriksaan itu agar kamu ingat betapa bersalahnya kamu telah melukai hatinya. Aku akan membawa anak ini bersamaku. Aku akan mengajukan gugatan cerai padamu. Tunggu saja kedatangan surat cerai itu," ujar Celine dengan menatap penuh kebencian pada suaminya.Sontak saja Sean berlutut di hadapan sang istri. Dia memegang erat dengan paksa kedua tangan istrinya, dan memohon padanya."Tidak, Sayang. Jangan lakukan itu. Aku mohon, tetaplah di sini bersamaku.""Sampai kapan pun, anak ini akan tetap bersamaku. Kamu tidak berhak untuk
Sontak saja sepasang suami istri paruh baya itu terkesiap. Mereka saling menatap dan menggelengkan kepalanya secara bersamaan."Tidak. Jangan lakukan itu. Kami akan menyelesaikan semuanya," ujar Antonio dengan menatap serius pada sang menantu."Kami sudah menantikan kehadiran cucu di dalam keluarga ini. Jadi, kami mohon, jangan pisahkan kami dengannya," imbuh Anna, mengiba pada sang menantu.Wanita berparas cantik yang sedang hamil tersebut, menghela nafasnya. Tak terasa air matanya pun menetes mengiringi helaan nafasnya yang terasa berat dalam dadanya. "Celine sudah lelah, Ma, Pa. Hubungan mereka sudah terlalu jauh dan menyakiti perasaanku. Aku tidak rela memiliki anak tiri dari wanita jalang itu. Begitu pula dengan anakku. Dia tidak akan rela mempunyai saudara tiri dari wanita yang menyakiti hati ibunya," tutur Celine dengan suara yang bergetar.Antonio tidak bisa melihat air mata wanita. Terlebih lagi dari menantunya yang sedang mengandung, dan disakiti oleh putranya. "Begini saj
Setelah kepergian Sean dari ruangan tersebut, kedua orang tua Sean masih memohon pada Celine agar tidak pergi dari rumah mereka. Bahkan mereka kembali membicarakan tentang negosiasi yang mereka buat untuk anak yang ada dalam kandungan Celine saat ini."Kamu tahu jika anak dalam kandunganmu merupakan penerus keluarga Mayer, bukan?" tanya Antonio pada sang menantu.Celine menganggukkan kepalanya. Dia membenarkan pertanyaan dari mertua laki-lakinya."Jadi, kamu tahu jika anak itu nantinya akan menjadi penerus keluarga Mayer, bukan?" tanya kembali Antonio pada menantu satu-satunya keluarga Mayer.Sang menantu kembali menganggukkan kepalanya. Seketika dia teringat kembali akan hak-hak yang akan diterima oleh anaknya kelak sebagai pewaris keluarga Mayer. Apalagi anaknya merupakan satu-satunya cucu yang mereka tunggu-tunggu selama ini.'Benar. Aku tidak akan memberikan sedikit pun hak anakku pada anak wanita jalang itu,' batin Celine untuk membulatkan tekadnya.Dave mendengarkan percakapan k