Selamat pagi, Bang!Di manapun Abang saat ini, Re berharap Abang dalam keadaan sehat. Re, rindu dengan Abang dan anak-anak. Re berharap Abang sudah baik-baik saja dan berdamai dengan keadaan. Mau sampai kapan Abang seperti ini? Tolong Abang berhenti menyakiti diri sendiri dengan terus meratapi kepergian mending istri Aban.Bagaimana istri Abang bisa bahagia di alam kuburnya, kalau melihat yang ditinggalkannya gak bahagia? Apa Abang tega membuat istri Abang tidak tenang di alam kubur kalau tahu suami dan anaknya masih berat melepaskan kepergiannya.Hidup Abang juga harus berjalan, bangun Bang dan terima semua yang terjadi. Re tidak meminta Abang melupakan begitu saja istri Abang. Tetapi, Abang juga harus melanjutkan hidup, ada anak-anak yang harus Abang besarkan. Abang masih memiliki masa depan dan tentu saja perusahaan Abang harus kembali maju.Kalau sampai hari ini Abang masih terus membuka kembali lembaran lama masa lalu, kesehatan mental Abang akan terganggu. Secara dzohir mungkin
Reina menuliskan sesuatu di dalam laptopnya, sebuah pesan berupa isi hati yang ingin disampaikan kepada Karan. sayang sekali, panjang lebar dia menuliskan pesan tersebut, tetapi dia tidak mengirimkan pesan itu kepada Karan. Dia mengurungkan diri menyampaikan hal tersebut.Namun, Reina menulis ulang kalimat yang lebih singkat, dia memberanikan diri mengirim pesan tersebut kepada Karan. Seperti biasanya, jiwa penulisnya memang tidak hilang. Reina mengirim pesan seperti menulis novel, panjang dan berjilid. Namun itu menjadi ciri khas-nya yang sewaktu-waktu akan dirindukan oleh seseorang.“Entah Karan akan membacanya atau tidak, setidaknya aku sudah menyampaikan maksudku padanya,” ucap Reina seraya menyimpan kembali ponselnya usai mengirimkan pesan.Seperti sebelumnya, pesan itu tidak lagi mendapatkan balasan dari Karan. Reina mengambil sebuah keputusan, bahwa itu akan menjadi pesan terakhir kalinya untuk Karan dan dia tidak akan mengganggu Karan lagi. Hatinya memang terluka, tapi Reina t
Ada kebahagian dibalik air mata Reina. Meskipun hatinya terluka karena Karan, tapi dia berusaha menguatkan diri dan tetap melanjutkan hidupnya. Reina menumpahkan kesedihannya lewat sebuah tulisan, dalam bukunya berjudul Ranjang Kehancuran di salah satu platform. Dia berpikir bahwa inilah cara satu-satu untuk menumpahkan semua patah hati dan isi hati yang tidak dapat disuarakannya.Saat tetangga di luar terus mengguncingkannya, mereka menyampaikan bahwa semua kesalahan dalam pernikahan ini disebabkan oleh Reina. Dia tidak pernah mengurusi anak-anak Karan, hanya sibuk menulis dan lebih senang berkumpul dengan teman sesame penulisnya. Tidak hanya itu, mereka juga mengguncingkan bahwa Reina tidak mau mengurusi pekerjaan rumah seperti ibu rumah tangga pada umumnya.Reina hanya diam, dia tidak mau menanggapi apa pun yang dilontarkan keluarga Karan. Dia meminta pihak keluarga agar tidak menjelaskan masalah utama dalam pernikahannya dengan Karan. Reina tetap berusaha menjaga kehormatan Karan,
Setelah kedatangan seorang wanita bernama Chika itu, Reina terus berpikir mengenai pernikahannya dengan Karan. Dia tidak tahu, mana yang harus dipertahankan. Jika Reina mengalah dan menurunkan ego, dia juga tidak tahu Karan akan berubah atau tetap pada egonnya saja.Namun, Reina juga tidak ingin dikalahkan oleh egonya. Rasa rindu yang kerap kali menyiksa dirinya dan perasaan ingin tetap bersama dengan Karan. Harapan dirinya agar rumah tangga yang di bangun akan utuh hingga maut memisahkan. Doa Reina agar dia menikah sekali seumur hidupnya.“Aku ingin jatuh cinta sekali seumur hidup. Jika pun aku harus jatuh cinta lagi, aku hanya akan jatuh cinta berkali-kali kepada orang yang sama,” batin Reina.Reina terus bersiteru dengan isi kepalanya. Karan tidak pernah tahu, saat dirinya menghabiskan malam hanya untuk menangisi Karan dengan anak-anak berharap bahwa pernikahannya dapat diselamatkan. Reina seperti orang gila yang terus meminta kepada Tuhan agar suami dan anak-anaknya dikembalikan.
Kedatangan Reina memang sangat mengejutkan Karan, tapi dia tetap mempersilakan wanita itu masuk rumahnya. Reina menatap sekilas isi rumah yang pernah ditinggalinya bersama Karan di awal pernikahan. Rumah yang selalu dia rapikan setiap hari, terlihat berantakan dan tidak terurus. Benar, Karan memang bisa melakukan pekerjaan rumah, tapi belum tentu serapi perempuan yang membereskannya.Keduanya terpaku dalam diam, tidak ada yang memulai percakapan. Reina mendadak bingung harus memulai dari mana bicara dengan Karan. Padahal dia sudah mempersiapkan kalimat yang akan diucapkannya kepada Karan. Saat bertemu, seolah semua tampak nanar dan kaku.Reina senang melihat Karan kembali, melepas rasa rindunya. Akan tetapi, seketika hatinya bergemuruh dan canggung. Lelaki yang dia temui ini memanglah pernah menjadi bagian dari hidupnya, tapi saat ini semuanya telah berubah. Hubungan itu sudah hancur seketika hanya karena ego masing-masing, entah masih ada harapan untuk kembali atau Karan benar-benar
Lembaran hidup Reina kembali dibukanya. Bulan-bulan yang telah dia lewati tanpa Karan benar-benar membuatnya sakit dan terpuruk. Reina berusaha bertahan dan melanjutkan hidupnya. Dia juga terus melanjutkan menulis di tengah rasa sakit dan kekecewaan atas hancurnya pernikahan Karan.Setelah hari ini, saat dirinya terakhir kali menemui Karan di kota dan berakhir dengan rasa sakit. Reina memutuskan untuk tidak lagi menghubungi Karan dan mengusik kehidupannya. Reina tidak ingin hatinya semakin hancur setelah kepergian Karan, dia terus berusaha bangkit mengemasi hatinya serta memunguti kepingan hatinya yang berserakan.Reina berhasil mendapatkan ratusan dollar dari hasil menulisnya, hal itu yang memicu semangat Reina di tengah patah hatinya. Meski dia tidak dapat memaksa hatinya untuk melupakan Karan begitu saja. Dia terus mencoba menata kembali hatinya, mendekatkan diri kepada Tuhan dan menyerahkan seluruh hidupnya.“Apa jadinya aku jika berada di posisimu, Re? aku rasanya, kamu gadis yan
[Re, kamu di rumah? Tante mau mampir ke rumah, boleh?]Reina mendapatkan pesan dari Tante Citra, dia masih saudara dekat dengannya. Tante Citra juga yang sempat mengenalkan Reina dengan beberapa orang, sayangnya Reina masih belum tertarik kepada lelaki yang dikenalkan. Setelah mendengar kabar perpisahan Reina dengan Karan, tante Citra berusaha untuk mendekatkannya lagi dengan lelaki pilihannya.Mendapatkan pesan tersebut membuat Reina berpikir ulang, dia tahu bahwa kedatangan tante Citra selalu dihindarinya. Namun, untuk menghormatinya sebagai seorang saudara membuat Reina sungkan untuk menolaknya. Mau tidak mau Reina memberikan izin tante Citra untuk datang ke rumahnya.Jika ditanya, masihkah Reina mencintai Karan? Tentu saja jawaban Reina, iya. Jika ditanya apakah Reina masih berharap Karan kembali? Tentu saja jawabannya Reina, iya. Jika ditanya apakah Reina belum move on dari Karan? Tentu saja jawaban Reina juga iya. Namun, dia tidak akan stuck di satu tempat untuk menunggu Karan k
Tiga bulan setelah perpisahan Reina dengan Karan, belum ada banyak perubahan dalam diri Reina. Dia masih takut untuk melihat pernikahan orang lain, saat dia melihat postingan pernikahan hatinya sakit dan menangis. Mengingat bahwa dirinya gagal dalam pernikahan, sehingga dia menghindari untuk datang ke pernikahan orang lain.Sebegitu hancurnya hidup Reina setelah Karan pergi darinya. Dia bukan hanya harus menghindari perdebatan, tapi Reina juga harus melarikan diri dari banyak orang. Dia mulai private, tidak ada postingan di media sosialnya seperti dulu. Bahkan notifikasi media sosialnya dimatikan, menghindari percakapan dengan banyak orang.Mungkin sebagian orang akan menganggap Reina cengeng, tapi sebuah perpisahan dalam pernikahan itu benar-benar akan menghancurkan hati seseorang. Tidak ada yang tahu bahwa perpisahan setelah menikah itu lebih menyakitkan dari sekadar putus cinta tanpa ada ikatan. Menyandang status baru, direndahkan oleh orang lain bukan hal mudah bagi Reina.“Bu, Re