Share

06. Semakin banyak teka-teki

Ayers berdiri di depan jendela kamarnya. Sesekali dirinya menoleh ke kamar sebelah. Ingin rasanya ia lompat ke seberang dan masuk ke dalam kamar tersebut untuk memastikan sendiri makhluk apa yang ada di dalam sana. Karena sebenarnya Ayers masih memiliki keyakinan besar jika gadis itu bukan hantu.

Sorot mata Ayers bergerak ke bawah saat seorang pria paruh baya mengetuk pintu rumah Isabelle. Sepertinya itu adalah Ayah Isabelle. Dan ternyata benar, pria itu masuk dengan disambut oleh Jane. Tiba-tiba terlintas di benak Ayers untuk bertanya langsung pada pria itu, mungkin saja ia mengetahui sesuatu karena sudah lama tinggal di rumah tersebut.

Ayers segera bersiap-siap, ia sudah tidak tahan hidup dengan rasa penasaran. Teka-teki ini harus segera diselesaikan. Ia tidak ingin liburan yang harusnya membawa kesenangan malah justru membawa beban pikiran untuknya.

Dengan cepat ia pergi ke rumah Isabelle untuk mencari kebenaran yang lebih jelas. Beberapa kali Ayers mengetuk pintu, namun masih tidak ada respons. Sampai pada detik selanjutnya pintu dibuka oleh Isabelle.

"Ayers?" Gadis itu memandang Ayers bingung. "Ada apa?"

"Apa orang tuamu ada waktu? Aku ingin bicara dengan mereka sebentar," kata Ayers tanpa basa-basi.

Isabelle bingung, namun tak urung tetap membukakan pintu untuk Ayers. "Mereka di dalam, masuklah." Gadis itu meminta Ayers menunggu di ruang tamu, sementara ia memanggil orang tuanya.

Sekitar lima menit kemudian, Isabelle kembali bersama Ayah dan Ibunya. Sama seperti Isabelle, mereka menatap Ayers bingung.

"Ayers?" panggil Jane.

Ayers tersenyum tipis. "Malam, Bibi, Paman. Maaf mengganggu kalian malam-malam begini."

Isabelle beserta Jane dan Ben, duduk di hadapan Ayers. "Siapa pemuda ini?" Ben yang memang belum tahu siapa Ayers pun bertanya.

"Dia yang menyewa rumah Marthe untuknya selama liburan di sini." Jane menjawab. "Ayers dan Isabelle, mereka cukup akrab, benarkan sayang?" Isabelle mengangguk malu-malu.

Ayers hanya menyunggingkan senyum tipis. Dirinya ke sini bukan untuk basa-basi sebenarnya.

"Omong-omong, Ayers. Ada perlu apa kau datang ke sini?" tanya Jane kemudian.

"Begini, Bibi. Aku ingin bertanya sesuatu ... apa kalian tidak menyadari jika ada orang asing di rumah kalian?" Untuk beberapa saat semuanya terdiam. Ayers pun melanjutkan kalimatnya. "Karena setiap malam aku selalu melihat seorang perempuan sedang bernyanyi di jendela kamar kalian. Aku sudah pernah menanyakan hal ini pada Isabelle, tapi dia mengatakan kalau kamar itu kosong dan dia tidak memiliki saudara perempuan. Lalu, siapa yang aku lihat itu? Ini semua membuatku bingung."

Ben melirik tajam ke arah Isabelle yang sedang menunduk takut sembari memainkan ujung pakaiannya. "Sejak kapan kau melihatnya?" tanya Ben dingin.

"Saat pertama kali aku datang ke sini, itu sekitar empat hari yang lalu."

"Maaf ... aku pastikan setelah ini kau tidak akan mendengarnya bernyanyi lagi," ucap Jane, raut wajahnya tidak seramah tadi.

Ayers sedikit membuka mulutnya. Dari kata-kata Jane membuktikan bahwa gadis itu memang bukan hantu. Gadis itu juga manusia, sama sepertinya. "Bibi, jadi dia benar-benar ada? Siapa sebenarnya dia?" Ayers menatap wajah-wajah di depannya secara bergantian.

"Pergilah! Kami tidak menerima tamu yang datang hanya untuk menanyakan tentang gadis itu!" seru Ben.

"Tapi, kenapa? Aku hanya ingin tahu siapa dia."

"Pintu keluarnya di sana." Ben menunjuk ke arah pintu. "Kau ingin keluar sendiri atau aku yang harus bertindak?"

Ayers masih bergeming. Isabelle yang melihat itu langsung menarik Ayers keluar sebelum orang tuanya mengamuk pada pria itu. "Isabelle, ada apa ini? Apa kesalahanku? Aku hanya bertanya siapa gadis itu," cecar Ayers tidak mengerti dengan perubahan sikap orang tua Isabelle.

"Ayers, aku mohon pergilah dari sini. Orang tuaku sangat sensitif jika membahas dirinya." Isabelle mendorong Ayers pelan agar pergi. Namun, bukan Ayers namanya jika ia menyerah begitu saja.

"Isabelle, please. Beritahu aku, siapa dia ...."

"Ayers—"

"Isabelle ... aku mohon." Isabelle memejamkan mata, tidak sanggup melihat tatapan penuh permohonan dari Ayers. "Please ...." ucap Ayers.

Gadis itu menghela napas berat. "Baiklah, namanya Kyran, dia sepupuku. Kau puas? Sekarang pergilah!"

Ayers menahan pintu saat Isabelle akan menutupnya. "Lalu, apa yang terjadi padanya?"

"Ayers, cukup! Orang tuaku akan marah padaku kalau aku memberitahumu. Aku mohon, Ayers, sudahi rasa penasaranmu. Pulanglah, aku akan mengurus Kyran. Setelah ini kau tidak akan terganggu lagi dengan suaranya." Isabelle menutup rapat pintu rumahnya.

"Tapi—Isabelle!"

Ayers menyugar rambutnya—merasa dongkol. Bukannya jawaban pasti yang ia dapat, tapi justru sebuah teka-teki baru lagi. Sebenarnya apa yang mereka sembunyikan? Apa yang terjadi pada Kyran sampai mereka begitu menutupi identitasnya? Orang-orang di sini bahkan tidak tahu kalau gadis itu ada di sekitar mereka.

"Kyran ...." Ayers bergumam, matanya mengarah ke jendela kamar gadis itu.

Dengan langkah gontai Ayers kembali ke kamarnya. Ia berdiri menghadap tembok pemisah antara kamarnya dan kamar Kyran. Kini, bukan hanya rasa penasaran yang menyelimuti Ayers, tapi juga rasa khawatir. "Kyran ...." panggil Ayers, "akhirnya aku tahu namamu."

Tidak ada jawaban.

"Apa kau bertanya-tanya bagaimana bisa aku mengetahuinya?" Ayers menjeda. "Ya, aku baru saja datang ke rumahmu. Kau pasti bisa mendengar suara keributan di bawah saat Ayahnya Isabelle mengusirku, kan?"

Pria itu terkekeh pelan, berusaha mencairkan suasana hatinya. "Aku tidak tahu apa yang salah dengan pertanyaan sederhanaku. Aku hanya ingin tahu siapa gadis bersuara merdu yang selama ini sudah membuatku penasaran, itu saja. Tapi, mereka malah marah dan mengusirku."

Hening. Jika ada yang melihatnya saat ini pasti sudah mengira kalau Ayers gila. "Kau kenapa, Kyran? Apa yang terjadi sampai mereka begitu menutup rapat semua tentangmu?"

Ayers menelan kuat salivanya saat menyadari sesuatu. Jika selama ini Kyran bukannya bersikap sombong padanya. Namun, karena mereka menyuruhnya untuk tetap bungkam. Ayers tidak habis pikir, kenapa mereka melakukan hal seperti ini. Apa alasannya?

"Kyran, jika kau mendengarku tolong katakan sesuatu." Ayers menunggu sebentar, namun sia-sia, tidak ada balasan dari gadis itu. "Dia dengar atau tidak, ya? Ck ... ya sudah kalau kau belum mau bicara padaku. Maaf sudah mengganggumu ... oh, ya. Aku Ayers. Senang bisa mengenalmu. Aku harap kita bisa bertemu secara langsung."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status