Share

Bab 144. Denyut Dalam Darah

Penulis: Quennnzy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-04 11:34:40

Udara di hutan semakin berat. Langkah Alura terseret, tapi matanya menatap jauh ke depan, seolah ada sesuatu yang hanya bisa ia lihat. Nafasnya pendek-pendek, namun ritmenya seakan menyatu dengan sesuatu di dalam tubuhnya denting halus, denyut samar yang bukan miliknya sendiri.

Rafael berjalan di sampingnya, pedang masih dalam genggaman, sorot matanya menyapu setiap celah pohon. Diamnya semakin pekat, tapi Alura tahu ia sedang mengamati lebih dari sekadar bayangan di sekitar.

“Apa yang kau rasakan?” suara Rafael rendah, hampir tertelan desau angin.

Alura menelan ludah. Jemarinya meraba dadanya, tepat di atas jantung. “Seperti… ada denyut lain di dalam darahku. Tidak sepenuhnya milikku. Tapi… aku tahu itu Arga.”

Rafael berhenti sejenak, tatapannya mengeras. “Ikatan itu semakin kuat.”

Alura mengangguk pelan. “Aku bisa merasakan arah yang harus kutuju. Tapi setiap kali aku mengikutinya, tubuhku semakin berat. Seolah ada sesuatu yang menarikku ke bawah.”

“Kegelapan segel.” Rafael me
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 150. Ratapan dari Hutan Kelabu

    Api kecil yang dinyalakan Alura berderak pelan, sinarnya menari di wajah mereka bertiga. Hening yang menekan sejak senja tidak kunjung mencair, hanya diisi oleh napas berat Arga dan pandangan tajam Rafael yang tak pernah benar-benar beristirahat. Namun malam itu tidak memberi mereka kelonggaran. Suara ratapan kembali terdengar. Kali ini lebih dekat, lebih jelas, seakan berasal dari sela pepohonan mati di pinggiran reruntuhan. Bukan sekadar suara, tapi gema yang menusuk telinga, membuat udara di sekitar mereka bergetar. Alura refleks berdiri. Api di depannya bergetar, hampir padam. “Rafael…” bisiknya pelan. Pria itu sudah bangkit sebelum namanya dipanggil. Tangannya terulur ke gagang pedang retak yang masih ia bawa, matanya menyipit ke arah hutan kelabu. “Mereka sudah di sini.” Arga, meski tubuhnya masih lemah, berusaha berdiri juga. Alura segera menahan lengannya. “Tidak, kau belum siap.” Tatapan Arga keras. “Aku tidak bisa hanya duduk diam.” “Kalau kau memaksakan diri, kau ak

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 149. Langkah Pertama di Dunia Baru

    Udara pagi di atas reruntuhan Vellen Thar terasa asing. Cahaya matahari menembus celah awan kelabu, tapi bukannya membawa hangat, sinar itu justru menyoroti betapa hancurnya tempat itu. Pilar-pilar megah yang dulu tegak kini runtuh jadi bongkahan, dan tanah yang sempat bergetar karena kegelapan kini hanya meninggalkan retakan yang tak akan pernah pulih. Alura berdiri dengan tubuh masih gemetar, tapi matanya lurus ke depan. Luka-lukanya belum sembuh, darah di pakaiannya sudah mengering, tapi tekadnya membuat langkah pertama keluar dari reruntuhan itu terasa seperti kemenangan kecil. Di belakangnya, Arga berjalan perlahan. Wajahnya pucat, tubuhnya setengah ditopang oleh dinding, tapi ia tidak berhenti. Tatapannya kadang kosong, kadang penuh, seolah masih berperang dengan dirinya sendiri. Rafael menyusul paling belakang. Tubuhnya tegak meski luka dalamnya belum terbalas. Ia membawa pedang yang sudah penuh retakan, namun tetap menyorotkan aura dingin yang sama. Dari ketiganya, hanya di

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 148. Setelah Api Padam

    Udara di reruntuhan itu masih dipenuhi serpihan cahaya samar, seperti debu bintang yang melayang perlahan ke tanah. Namun, di balik keindahan semu itu, tubuh-tubuh yang tersisa di sana hanya menyisakan luka, darah, dan napas berat yang hampir putus. Alura tergeletak di atas batu retak. Setiap helaan napasnya seperti pisau yang menusuk dada. Ia ingin bangkit, tapi otot-ototnya menolak. Baru ketika suara lirih di sampingnya terdengar, matanya memaksa terbuka. “Alura…” Suara itu parau, goyah, tapi jelas. Arga. Ia menoleh perlahan, dan di sana Arga berlutut dengan tubuh yang masih gemetar. Darah menodai pakaiannya, wajahnya pucat, tapi matanya… matanya berbeda. Tak lagi merah menyala penuh kegelapan. Ada putih samar yang menyeimbanginya, cahaya yang terasa hangat sekaligus rapuh. Alura menangis tanpa suara. Ia berusaha meraih tangannya, dan Arga segera menautkannya dengan genggaman lemah. Jari-jari mereka saling mengunci, seperti akar yang takut tercerabut dari tanah. “Kau kembali…”

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 147. Putus atau Binasa

    Alura hampir tidak merasakan kakinya sendiri. Tubuhnya seperti hanya tersisa tulang rapuh yang dipaksa berdiri oleh tekad. Tangannya gemetar, penuh luka bakar hitam akibat energi kegelapan. Namun matanya tetap menatap Arga yang kini separuh bebas, tubuhnya jatuh ke pelukan Alura. Rafael masih berlutut di kejauhan. Darah mengalir deras dari mulut dan luka-lukanya, tapi ia masih menancapkan pedang ke tanah, menahan gelombang kegelapan yang terus menghantam. Bayangan itu mengamuk, tubuhnya mengembang menutupi seluruh langit-langit ruangan seperti kabut hidup. Arga mengangkat wajahnya perlahan. Matanya kini benar-benar terbuka, merah bercahaya namun bercampur dengan putih samar warna yang asing, namun hangat. Tatapannya tertuju pada rantai terakhir yang menjerat dadanya. “Ini… rantai utama,” suaranya parau, namun mantap. “Yang mengikat jiwaku sepenuhnya.” Alura mengguncang kepalanya, air matanya jatuh. “Aku bisa memutuskannya. Aku sudah hampir berhasil. Aku tidak akan berhenti sekaran

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 146. Rantai yang Retak

    Jeritan makhluk bayangan itu menggema, mengguncang seluruh ruangan. Suara itu begitu dalam, seperti ribuan suara bersatu dalam satu teriakan. Dinding organik di sekeliling mereka bergetar, seakan tempat ini sendiri ikut marah. Rafael mencengkeram pedangnya lebih erat. Tubuhnya terhempas mundur beberapa langkah, tapi ia segera kembali berdiri. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Meski wajahnya tetap dingin, Alura tahu suaminya sedang menahan beban luar biasa. “Alura!” teriaknya, menahan tangan makhluk itu dengan pedangnya. “Jangan berhenti! Hancurkan rantainya!” Alura hampir tidak bisa berdiri. Lututnya bergetar, tubuhnya melemah, darah mengalir deras dari pergelangan tangannya. Tapi matanya tetap terpaku pada rantai yang membelenggu Arga. Retakan kecil sudah menjalar di sepanjang sambungan, cahaya merah menyala samar di dalamnya. Sedikit lagi… pikirnya. Sedikit lagi, dan aku bisa menariknya keluar. Ia menekan telapak tangannya yang berlumuran darah ke rantai itu lagi. Api merah

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 145. Turun ke Perut Kegelapan

    Langit hutan itu seakan kehilangan warnanya. Tidak ada bintang, tidak ada bulan, hanya kegelapan pekat yang menelan segalanya. Alura berdiri di ujung tanah retak yang kini terbuka lebih lebar, seperti rahang besar siap menelan siapa pun yang berani mendekat. Di dalam celah itu, bukan sekadar tanah yang kosong. Ada cahaya hitam berputar pelan, seperti pusaran air yang terbuat dari bayangan. Dari bawahnya terdengar suara lirih, bukan suara manusia, bukan juga suara alam. Itu suara rantai yang beradu, menggema jauh, membuat bulu kuduk Alura berdiri. Alura menggenggam dadanya, napasnya tersengal. Denyut dalam darahnya semakin kuat, hampir tak tertahankan. Seolah-olah setiap tarikan napas adalah panggilan dari bawah, memintanya turun. “Dia ada di sana,” bisiknya. Rafael berdiri di sampingnya, mata tajamnya menatap ke dalam pusaran itu. “Kalau kita masuk, tidak ada jalan kembali yang pasti.” “Aku tahu.” Suara Alura bergetar, tapi tekadnya jelas. “Tapi aku tidak peduli. Kalau Arga ada d

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status