Home / Horor / Rawon Daging Ayah Mertua / Bab 2 Niat Busuk Ayah Mertua

Share

Bab 2 Niat Busuk Ayah Mertua

last update Last Updated: 2024-04-20 23:41:18

Aku, bergegas masuk ke kamar Ibu mertua untuk melihat keadaannya, dari pada terus-terusan diperhatikan oleh t*a bangka yang tidak ingat umur itu.

"Bu, sakit apa?" tanyaku lembut padanya.

"Apa Perduli mu, Janah! Tidak usah banyak bertanya, kamu bereskan saja rumahku dan masakan aku masakan yang enak! Aku lapar, belum makan siang!"

Bukannya menjawab pertanyaanku baik-baik, Ibu mertua malah memerintahku dengan ketus. 'Ah kalau saja bukan Ibu mertua, sudah kujual kamu ke tukang loak!' Batinku jahat.

Aku melaksanakan apa yang diperintahkan Ibu mertuaku. Membereskan rumah, mencuci semua piring kotor, mencuci baju dan pekerjaan rumah lainnya.

Sangatlah lelah kurasakan saat ini, badan gemetar menahan lapar, karena tadi hanya memakan nasi goreng alakadarnya yang kubuat sendiri, tanpa lauk atau sayur di dalamnya.

"Ibu, mau makan sekarang? itu sudah, Janah siapkan makanannya di meja makan, Bu," ku tawari Ibu mertua makan, berharap beliau pun mau menawariku makan, barang satu piring saja.

"Ya, sudah! Kalau sudah selesai semua pekerjaanmu, kamu pulang sana, jangan terlalu lama di rumahku!" Bukannya ucapan terima kasih yang kudapat, tapi malah pengusiran dari Ibu mertua.

Dasar, Ibu mertua gak ada akhlak. Walaupun lelah pulang kerja, aku masih sempatkan untuk datang membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, tetapi jangankan menawariku makan atau sekedar basa-basi untuk membawa lauk yang tadi ku masak. Hanya sekedar ucapan terima kasih saja, tidak ada keluar dari mulutnya.

Entahlah apa yang menyebabkan Ibu mertua, tak begitu menyukaiku? mungkin karena aku miskin, jadi beliau menganggapku remeh.

'Lihat saja nanti, Bu. Aku akan membuktikan kalau menantumu ini bisa sukses suatu hari,' batinku kesal.

Dengan badan gemetar menahan lapar, aku pulang ke rumah, sambil sesekali tanganku dengan cekatan memilah barang rongsok di tempat sampah yang ku lewati. Lumayan pikirku, kalau dikumpulkan bisa dijual, walaupun uangnya hanya cukup untuk sekedar membeli beras.

Panasnya sore itu, membuat kepalaku terasa pusing, ditambah lagi perut yang lapar karena baru sekali ku isi, itupun hanya nasi goreng putih tanpa lauk.

Membantu di rumah Ibu mertua pun tak mendapatkan apa-apa, digadang-gadang bisa mendapatkan lauk makan gratis, padahal tadi aku memasak banyak di sana. Menyesal tak kupisahkan lauk barang sedikit saja tadi, kalau tahu hanya akan di suruh pulang dengan tangan kosong pula.

Sampai di rumah, aku bereskan barang-barang yang tadi kupulung dari tempat sampah. Lalu membersihkan diri di kamar mandi, setelah itu aku kembali memakan nasi goreng sisa, siang tadi. Walaupun dingin dan sudah sedikit keras, tapi tetap ku makan, karena rasa lapar ini membuat apa yang masuk ke mulutku terasa nikmat saja.

Tok ..., tok ..., tok ....

"Janah, Janah, buka pintunya! "

Saat sedang enak mengunyah nasi goreng, aku mendengar seseorang mengetuk pintu dan memanggilku untuk membukakannya pintu.

"Iya, sebentar! " sahutku, lalu menyimpan piring yang sudah tak berisi itu, ke ember tempat cucian.

Kretek ... suara pintu rumahku berderit saat aku membukakan pintu. Kulihat bapak mertua sudah berdiri di ambang pintu rumah, dengan membawa bungkusan plastik di tangannya.

"Ada apa, Pak, tumben Bapak mampir ke sini? " tanyaku penasaran.

"Hehehe ..., biarkan bapak masuk dulu, Janah! Di luar gerimis, nanti bapak malah sakit lagi," sahut Bapak mertuaku, sambil tersenyum menyeringai menakutkan.

"Tapi ada apa, Pak? tidak enak jika dilihat orang, di rumah sedang tidak ada Bang Herman," cicitku.

"Kenapa memangnya, Janah? toh aku kan bapak mertuamu, dan ini bapak hanya mau mengantarkan lauk yang tadi kamu masak, bapak tahu kamu pasti tidak punya lauk kan, di rumah? " Bapak menerobos masuk dan menyimpan bungkusan plastik itu, di atas meja dapurku.

"Sekarang sudahkan, Pak? silahkan Bapak keluar dari rumah, Janah! Janah tidak mau ada orang beranggapan lain, jika melihat kita hanya berdua di dalam rumah ini." Ucapku mengusir halus Bapak mertua, berharap dia mau secepatnya pergi dari rumahku.

"Baiklah, Janah! Bapak akan pergi dari sini, " sahut bapak mertua, lalu beranjak ke arah pintu depan, yang masih terbuka lebar.

'Syukurlah, akhirnya dia pergi juga,' batinku.

Tapi betapa kagetnya aku, ketika melihat bapak mertua bukannya keluar, dia malah menutup pintu rumahku dan menguncinya. Lalu kuncinya dia cabut dan di masukannya ke saku celana yang dia pakai.

"Apa yang Bapak lakukan, kenapa pintunya malah di tutup, Pak?" aku mundur teratur, karena melihat gelagat yang tidak baik dari bapak mertua.

"Ayolah, Janah angan munafik, aku tahu kamu tidak puas dengan suamimu, yang tukang judi itu, kan? sekarang mumpung dia tidak ada di rumah, Kita nikmati saja waktu ini untuk Kita berdua, aku tahu kamu kesepian, Janah. Ayolah tidak usah berpura-pura di hadapanku."

"Maksud Bapak apa, bicara seperti itu? jangan macam-macam, Pak! Kalau tidak, Janah akan teriak, agar semua tetangga tahu kelakuan bejat Bapak!"

"Teriak saja, Janah! Mana mungkin ada yang mendengar teriakanmu. Di saat hujan begini orang-orang sedang asyik di rumahnya masing-masing, lagi pula rumahmu juga jaraknya jauh dari rumah-rumah tetangga, paling dekat hanya rumah ibu mertuamu saja."

"Namun kamu tidak usah khawatir, tadi aku sudah memberinya obat tidur, pasti saat ini dia sedang terlelap dalam mimpi indahnya hahaha ...."

Bapak tertawa terbahak-bahak, sampai perut yang terlihat buncit itu bergoyang bak ombak laut.

"Dasar manusia lak*at."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 41

    Akhirnya dengan perasaan yang tak karuan, aku pun menganggukan kepalaku sebagai jawaban atas lamaran Pak Beni waktu itu. Dengan bismillah aku akan mencoba kembali mengarungi bahtera rumah tangga dengan lelaki yang telah memilihku, dan harapanku semoga bahtera yang akan mulai kubina ini, tidak kembali karam untuk kedua kali seperti sebelumnya.Sebulan setelah penerimaan ku atas lamaran Pak Beni tersebut, Kami akhirnya melangsungkan pernikahan di sebuah gedung yang tidak jauh dari terminal. Alasannya karena banyak teman-teman juga kenalan Pak Beni, yang di harapkan datang untuk mendoakan pernikahan Kami berdua.Betapa bahagianya aku mendapatkan suami yang begitu perhatian, juga baik hati. Bukan hanya kepadaku atau kepada orang-orang yang di kenalnya, tetapi kebaikannya itu Ia berikan juga kepada setiap orang yang membutuhkan pertolongannya. Sungguh Tuhan maha adil dengan semua rencananya, dibalik semua kesedihan yang berkepanjangan aku mendapatkan kebahagiaan yang menyongsong di depan m

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 40

    Aku langsung tertegun melihat ke arah yang ditunjukan Dian padaku. "Ya ampun apa ini Di, siapa mereka?" Tanyaku berbisik ke arah Dian."Mereka adalah keluarganya dan itu orang tua angkatnya Pak Beni," sahut Dian pelan.Mereka ber empat datang menghampiri Kami dengan membawa beberapa parcel buah dan juga makanan lainnya, aku semakin kebingungan dibuatnya, ada apa ini sebetulnya pikirku."Silahkan duduk, Pak, Bu! Maaf jika harus mengobrol di teras seperti ini, di dalam tempatnya sempit takut tidak muat," ucapku merasa tidak enak, takut mereka tidak nyaman harus berbincang di luar seperti ini."Tidak apa, Nak. Kami mengerti kok tidak usah sungkan," sahut Ibu angkat Pak Beni.Dian membawa beberapa gelas air dalam nampan untuk para tamu kemudian di letakkan nya di atas meja, serta sedikit camilan yang kebetulan belum kami buka sama sekali."Janah kenalkan mereka adalah Bapak dan Ibu angkat ku, seperti yang Kamu ketahui jika orang tua kandungku sudah meninggal sejak lama. Nah mereka ini ada

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 39

    Setelah perbincangan itu, tak ada lagi yang bersuara diantara Kami yang terdengar hanya denting sendok yang beradu dengan mangkuk bakso yang aku makan.Setelah selesai menyantap satu mangkuk bakso serta segelas es teh manis aku beristirahat sejenak, sekedar menghilangkan rasa lelah dan menunggu hingga perut ini tidak terasa begah, untuk kembali melanjutkan perjalanan walaupun belum tahu hendak kemana kaki ini melangkah."Janah, jika memang Kamu belum ada tujuan atau pekerjaan yang akan di tuju, bagaimana jika Kamu kembali membantu saya saja berjualan? kebetulan saya sedang memerlukan satu pekerja lagi," tanya Pak Beni padaku.Tentu saja bagaikan mata air di Padang pasir yang gersang, tawaran Pak Beni barusan tak akan pernah ku pikir dia kali atau ku sia-siakan.."Benarkah Pak, saya boleh kembali bekerja membantu Bapak seperti dulu?" Tanyaku merasa tak percaya."Tentu saja benar, Janah untuk apa saya bercanda," sahutnya sambil tersenyum ke arahku."Baik Pak, saya bersedia kembali beke

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 38

    Setelah aku bisa melepaskan cengkraman tangan Ibu, bergegas aku keluar dari rumahnya. "Janah pulang dulu ya Bu, selamat tinggal semoga kedepan nanti kehidupan Kita akan berubah lebih Indah, jaga diri baik-baik ya, Bu!" Setelah berpamitan bergegas aku pulang untuk kembali ke rumah ku.Setelah sampai di rumah aku berbenah mengepak sedikit barang yang hendak kubawa, aku pergi ke kebun jati di belakang rumah karena mengingat dulu pernah mengubur perhiasan Ibu yang di curi oleh Dewi simpanan Bang Herman, yang telah lebih dulu ku Bunuh dan mayatnya ku kubur di dalam kebun jati sana. Sejenak terbayang-bayang kenangan butuk di tempat itu seolah tengahenari di pelupuk mata.Setelah berhasil ku ambil emas itu aku pergi meninggalkan rumah, rumah pertama saat aku berumah tangga dengan Bang Herman, rumah dimana penuh dengan kenangan pahit dan kesengsaraan di dalamnya, kenangan yang mungkin akan tetap utuh dalam sanubari sampai akhir hayat."Mau kemana Janah, kenapa Kamu membawa tas segala," tanya

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 36

    "Ibu ....!"Aku tercengang melihat kondisi Ibu mertuaku saat ini, Dia duduk di kursi roda dengan sebelah tangan yang terlihat menekuk kedalam, mulutnya terlihat miring sebelah, entah mulai kapan keadaannya berubah seperti ini, mungkin ini akibat obat yang sering ku teteskan ke dalam makanannya dulu, atau karena darah tingginya naik sehingga menyebabkan Dia terkena struk ringan. Namun entah karena apapun itu, yang pasti mungkin itu adalah karma dari semua kejahatannya yang telah dia lakukan padaku dulu."Sejak kapan kondisi Ibu memburuk, seperti ini?" tanyaku.Ku dorong kursi rodanya masuk ke dalam rumah. "Apa Ibu sudah makan?" tanyaku padanya.Ia menggeleng lemah, matanya sayu seolah menyiratkan kesedihan yang teramat sangat."Baiklah ayok makan dulu, tadi sebelum ke sini Janah memasak dulu makanan kesukaan Ibu, ini ada balado telur, ada tumis daun ubi juga kerupuk udang, mau Janah suapi?"Lagi-lagi Ia hanya bisa menganggukkan kepalanya lemah."Miris sekali hidupmu saat ini, Bu suami

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 35

    Setelah kejadian buruk siang tadi, kini rumah ini terasa sunyi, senyap tak ada lagi suara cacian atau makian suamiku, rasanya sangat nyaman hening bagai di duniaku sendiri.semua jejak sudah ku amankan, seprai yang penuh darah, lantai dan juga dapur sudah ku poles agar terlihat lebih rapi dan juga bersih.tubuh kedua manusia la*nat itu kini ada di bawah tungku perapian, seperti panasnya bara api neraka maka seperti itulah tubuh kalian merasakan rasa panas kayu bakar ku di dunia ini.Hooaamm ...!Rasanya pagi ini tubuhku sudah sangat bugar kurasa, walaupun kemarin aku sudah kembali menghabisi dua nyawa namun rasanya tak ada perasaan mengganjal ataupun perasaan menyesal dalam diri ini.Aku segera memasak air, lalu pergi ke warung Bu Ida untuk sekedar membeli bumbu dan telur untuk membuat nasi goreng, sepertinya enak membuat nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang, selama ini semua masakanku selalu di habiskan oleh Bang Herman, sekarang aku bisa menikmatinya sendiri tak payah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status