Setelah kepergian Megan, kini tinggallah Rayhan dan Rafi yang berada di dalam kamar.
Rayhan bosan, moodnya hancur. Kalo sakit begini ia akan mudah sensitif dan mudah menangis. Maklum saja, dia masih bocah.
Rayhan menatap jengah pada Rafi yg duduk membelakanginya sambil bermain game.
Bukannya menjaga Rayhan malah si Rafi sibuk dengan dunianya sendiri, mengabaikan Rayhan yang mati kebosanan.
"Kak raf,"panggil Rayhan dengan lirih, bahkan untuk bicara saja dia gak mood.
"Kak Rafi," panggilnya lagi karena Rafi mengabaikan panggilannya atau hanya berpura pura tak dengar.
"KAK RAFIIIII," teriak Rayhan dengan kencang pada akhirnya.
"Apasih bocah," ketus Rafi karena di ganggu.
"Ray bosan," rengek Rayhan bak anak TK.
Ini lah alasan rafi itu sering sekali memanggilnya dengan sebutan bocil. Karena jika sedang sakit begini, maka Rayhan akan berubah menjadi bocah yang hobi nangis dan harus di turuti kemauan nya.
"Terus?" tanya Rafi masih fokus dengan gamenya.
"Kak Rafi sini dulu deh,"panggil Rayhan.
"Gak. Gue sibuk," jawabnya dengan nada ketus.
"Sibuk apaan cuma main game doang, sini atau Ray bakal kasih tahu Tante kalo kak Rafi gak jaga Rayhan malah main game," ancam Rayhan.
Mendengar itu, Rafi dengan kesal menghampiri rayhan.
"Dasar bocah, mainnya ngancem."
"Biarin."
"Apaan? Cepat bilang, gue masih mau main game nih."
"Gak usah di jelek jelekin mukanya, udah tau jelek malah tambah jelek nanti nya," ejek Rayhan melihat wajah kusut rafi.
"Heh Bocah asal Lo tau ya, gue ini manusia tertampan di muka bumi ini, jadi lo jangan ngatain muka rupawan gue," ucap Rafi kelewat pede sedangkan Rayhan hanya memutar bola matanya malas menanggapi omongin Rafi.
"Main yuk," kata Rayhan mengalihkan topik.
"Main apaan?"tanya Rafi udah terbujuk, mendengar kata main, ia jadi tertarik.
"Main kuda,"kata Rayhan dengan bersemangat.
"Kalo gue jadi kudanya gue gak mau ya,"tolak Rafi, meskipun ia sudah tahu, kalo dirinya lah yang bakalan jadi korban.
"Ih kok gitu. Kan Rayhan lagi sakit jadi kak Rafi lah yang jadi kudanya."
"Enak aja Lo. Gak. Gue kagak mau," tolak Rafi keras.
"Yaudah kalo gak mau, Ray telepon tante. Kalo Rafi gak nurut sama rayhan."
"Kasih tau aja, gue gak takut," balas Rafi seolah tak peduli dan tak takut sama sekali.
"Beneran nih? Yaudah aku telpon dulu," kata Rayhan sambil mengambil ponselnya yang berada di atas meja. namun belum sempat ia menggenggam nya tiba tiba saja Rafi mengambilnya lebih dulu.
"Yaelah cil. Lu seriusan," ucap nya menyembunyikan ponsel rayhan di belakang tubuh nya.
"Iyalah, siniin ponsel gue," balas Rayhan hendak merebut kembali ponsel nya.
"Gak, yang ada lu ngadu lagi."
"Biarin. Biar nanti kak Rafi di gantung sama Tante. Plus gak di kasih uang jajan sebulan."
"Mana mungkin mama tega gantung gue, gue kan kesayangan mama."
"Tapi Tante lebih saya gue dari elu kak fi."
"Terserah Lo cil," pasrah Rafi di banding nanti beneran ia di gantung. Kan udah gak ada lagi tuh manusia tertampan dan terkece di dunia ini. Rafi kan gak pengen mati muda.
"Sekarang ayo main," kata rayhan kembali bersemangat.
"Kalo gue mati gimana? Lo mau tanggung jawab. Mending main yang lain aja deh, yang lebih seru," ucap Rafi masih ingin menolak berharap Ray bakal memainkan permainan yang lain.
"Ya enggaklah, kan gue gak bunuh Lo cuma minta main doang. Ray cuma mau main ini, gak mau yang lain."
"Main sih main, tapi elu itu berat banget. Meskipun badan Lo kurus kerempeng."
"Gak usah ngehina yah. Udah ah cepat."
Rafi dengan terpaksa menuruti permintaan rayhan.
"Jika saja Lo gak sakit, mana Sudi gue jadi babu Lo," kata Rafi saat Rayhan mulai menaiki punggung nya.
"Udah ah bawel, Ayo cepat jalan," kata rayhan memukul punggung Rafi.
"Cuma keliling kamar Lo kan?" Tanya Rafi memastikan.
"Ya enggak lah," jawab Rayhan.
"Terus?"tanya Rafi mulai gak enak perasaan nya.
"Dari kamar Ray, turun ke ruang tamu habis itu ke halaman belakang lalu naik lagi ke kamar Ray," kata Rayhan santai.
"Woy bocah mikir dong, dikamar Lo aja gue udah pingsan. Gimana kalo harus turun ke lantai bawah terus naik lagi yg ada gue mati beneran," protes Rafi.
"Yaudah lah kak, anggap aja ini permintaan terakhir dari gue, masa Lo gak tega sih. Gue kan lagi sakit. Lagian menyenangkan adik itu dapat pahala loh kak."
"Emang Lo udah mau ke akhirat?" Tanya Rafi asal.
"Iya." jawab Rayhan ngasal pula.
"Gue sumpah in beneran."
"Amit amit, bercanda elah."
Rafi pun mulai berjalan merangkak dengan Rayhan yg berada di punggungnya dan saat sampai di tangga dia bingung gimana cara turunnya.
"Woy turun napa."
"Apaan, baru bentar. Belum ke ruang tamu, belum ke halaman, belum balik lagi ke kamar,"kata Rayhan tak ingin turun dari posisi nyaman nya. Lebih tepat nya senang ketika melihat wajah tersiksa dan kesal dari Rafi.
"Coba Lo liat di depan mata Lo ada apa?"
"Ada tangga," jawab Rayhan polos.
"Pintar. Terus carra kita turunnya gimana kalo Lo masih ada di punggung gue."
"Turun, ya tinggal turun kak," kata Rayhan kelewat santai.
"Kalo Lo mau ke akhirat sekarang sih, gue mau," kata rafi ngasal.
"Lo aja, gue belum berbakti pada orang tua gue," ucap rayhan.
"Makanya Lo turun dulu, entar di bawah baru lanjutin main kuda kudanya."
"Enggak. Lo bohong, bilang aja Lo mau kabur."
"Masa Lo gak percaya sama sepupu lo yang tampan ini."
"Tau ah bete gue sama Lo."
"Ok. ok. Sekarang Lo maunya gimana?" Tanya Rafi dengan sabar.
"Gendong koala keliling kompleks," rengek Rayhan dengan merentangkan kedua tangannya pengen di gendong padahal posisi nya masih ada di punggung rafi.
"Whattt??? Gak. Gue kagak mau. Tau gini mending tadi gue kabur aja. Lebih baik gue di hukum sama bu Julia," kata Rafi menyesal, karena tak ikut ke sekolah bereng Rafa.
"Yaudah kalo gak mau. Gak usah," jawab Rayhan dan berlari ke kamarnya tak lupa mengunci dan membanting pintunya sangat keras.
"Rey Lo ngambek?" Kata Rafi menyusul dan memukul pintu kamar Rayhan.
"Ray Lo marah sama gue," teriak nya dari luar. Namun di abaikan.
"Yaelah baperan Lo," kata Rafi dan pergi keluar rumah karena teman temannya mengajaknya nongkrong.
"Maaf tapi..... "BUGGG.....Tangan Sagara melayang begitu saja mengenai rahang kiri milik dokter Erlangga." Jangan bilang maaf!! bilang adek saya baik baik aja!!! "Teriak Sagara murka.Dokter itu menunduk mengabaikan rasa sakit yang menjalar di pipi kirinya. "Maafkan kami tapi pasien dengan nama Rayhan Kavendra Clarence dinyatakan meninggal dunia pada pukul 11.07."Liquid bening yang sejak tadi di tahan oleh Daniel luruh seketika mendengar nya. Adiknya, adiknya tak mungkin benar benar meninggalkan nya kan? adiknya tadi berkata merindukan nya tapi kenapa? kenapa mereka harus bertemu saat sang adik sudah tak bernyawa lagi?Tidak!! pasti dokter keparat itu berbohong, adiknya itu kuat adiknya tak mungkin secepat ini meninggalkan nya kan?"JANGAN SAMPAI GUE BAKAR RUMAH SAKIT INI SIALAN!! BILANG KE GUE RAYHAN BAIK BAIK AJA!!
Rayhan membuka mata nya perlahan saat dirasa merasakan sesuatu yang menimpa perutnya hingga menimbulkan nyeri. Ia menoleh dan langsung tersenyum begitu melihat kakaknya yang tertidur sembari memeluknya. Mungkin kakaknya terbangun dan pergi ke kamarnya.Padahal ia sendiri lupa ia kembali ke kamar nya jam berapa."Makasih ya kak masih mau di samping bocah nyebelin ini, maaf sering bikin kesel" Tangan Rayhan mengusap pipi kakaknya begitu lembut.Ia tersenyum sendu ingin menangis namun air matanya bahkan sudah tak mau keluar sama sekali. Rasanya terlalu menyesakkan untuk saat ini."Bangun kak nanti keburu ikan nya yang di goreng idup lagi" Rayhan menepuk nepuk pipi dafka yang tampak terganggu."Kak ihh ayok" Rayhan mendengus kesal ia duduk lalu dengan sekuat tenaga langsung menarik kasar tangan Dafka."Bangunnn!!! "Dafka terbangun paksa saat m
Dafka berlari secepat mungkin menuju area kolam renang saat salah satu maid memberi tau nya jika kedua adiknya ada disana. Sumpah demi apapun perasaan nya sudah tak enak. Apalagi mengingat kondisi emosi Rafka yang sedang buruk. Dan pasti Rayhan lah yang akan jadi tempat pelampiasan nya."RAYHAN!! "Mata nya membola melihat Rayhan berada di kolam renang dengan kondisi yang sudah mengenaskan.Wajahnya pucat dan seragamnya basah kuyup. Dengan segera ia menghampiri Rayhan."Adekkk!!?? " Panik Dafka.Dengan tergesa Dafka mencoba menarik tubuh lemah Rayhan agar naik ke atas. Cukup sulit mengingat ia tak pernah menggendong Rayhan selama ini."Di... ngin... hahh... " Rayhan merasa dada nya menyempit.Nafasnya bahkan nyaris habis. Namun jantung seakan tak mau di ajak kerja sama. Ingin menarik nafas saja rasanya begitu menyakitkan. Sesak.
Rayhan berjalan mengendap endap menuju lantai bawah ia berjalan lewat tangga tentu saja. Takut kakak kakaknya terbangun jika ia turun dengan lift. Bersyukur lah ia memasang alarm dan bisa bangun sebelum yang lainnya bangun. Ia berjalan turun menuju dapur utama. Dapat ia lihat banyak maid yang sudah mulai bekerja."Untung kakak buncit belum bangun"Gumamnya pelan.Ia bersenandung ringan sambil tersenyum ke beberapa maid dan penjaga yang menyapa nya." Tuan kecil ada apa ke dapur?? apa anda ingin sesuatu?? "Tanya salah seorang maid yang sedang menyiapkan sarapan untuk keluarga Kavendra.Rayhan menggumam pelan. " Eung Rayhan mau masak buat gege Kak"Jawab nya singkat.Memang alasan Rayhan ingin bangun pagi karena ia ingin membuatkan gege nya bekal. Walaupun ia tak pernah di ijinkan oleh gege nya memasuki area dapur karena takut ia ceroboh dan terluka.
Daniel mengusap lembut punggung tangan Rayhan yang masih belum sadar sejak 1 jam lalu. Sudah berulang kali ia memanggil nama Rayhan. Namun nihil adiknya ini seakan begitu menikmati tidur lelap nya. Atau mungkin adik nya terlalu kelelahan. Pipi gembul yang biasanya berwarna putih juga tampak memucat."Prince bangun yuk, " Daniel mengecup punggung tangan adiknya sekali lagi berharap afeksi nya berhasil membuat Rayhan bangun.Adiknya sudah diperiksa tadi dan kata dokter yang berjaga adiknya mengalami dehidrasi dan mengalami tekanan sehingga kondisi nya menurun di tambah imun adiknya yang memang rendah untuk anak seusianya. Tak ada yang perlu di khawatir kan cukup menjaga pola makan dan perbanyak istirahat. Rayhan juga tak boleh mendapatkan tekanan dulu karena itu tak baik bagi kondisi nya."Kalo prince bangun nanti kakak ajak prince jalan jalan ya kita kulineran kemanapun prince
Rayhan termenung memperhatikan jalanan yang ramai dari balik kaca mobil milik kakaknya. Pikirkan nya melayang ke sikap gege nya tadi. Ia bahkan tak pernah menyangka jika pada akhir gege nya serius akan mengabaikan nya. Padahal biasanya gege nya itu selalu cerewet mengingatkan semua keperluan nya saat akan sekolah."Awas ketempelan Cil" Celetuk Dafka."Kan aku temenan sama setan nya kak jadi nggak mungkin mau nempelin aku setan nya" Balas Rayhan sedikit malas.Dafka menghembuskan nafasnya kasar. Ia tak bodoh untuk tau jika adiknya sedang memikirkan sikap Rafka tadi. Namun jika mengingat kembali ucapan Rafka semalam semuanya memang nyata. Padahal tak pernah sedikitpun terlintas dipikirannya jika Rafka akan begitu berubah."Jangan di pikirin Ray, nanti lo sakit. Rafka cuma lagi kesel aja makanya kayak jadi nanti juga baik lagi kok" Dafka menatap lurus kedepan sesekali a