Pupil mata hitam Alano telah terselimuti oleh amarah dan kecemburuan. Dia tidak terima mendengar Elrissa menyebut nama pria lain saat mereka tengah bersama.
Agak keras, dia bertanya, "siapa yang kamu sebut barusan? Jawab, siapa itu Daniel?!"Elrissa tegang. "Aku udah bilang aku nggak tahu, aku nggak ingat, aku nggak tau itu siapa. Keluar dari mulutku gitu aja.""Rissa..." Alano masih dikuasai cemburu. Aura di sekitarnya kini sangat mengintimidasi. Selain itu, tatapan matanya tampak panik sekaligus takut. "Rissa, kamu nggak bohong 'kan? Jangan manfaatin hilang ingatan kamu buat bohong sama aku! Tolong jujur sama aku!""Aku beneran nggak tahu. Aku nggak ingat, siapa itu Daniel? Beneran nggak ingat ...""Jangan-jangan kamu selingkuh dariku sebelum kita kemari? Sama orang yang namanya Daniel ini— makanya kamu nyebut nama dia saat aku cium kamu?”Entah mengapa, Elrissa begitu takut melihat ekspresi wajah yang berubah drastis itu. Dari yang tadinya sangat lembut, menjadi monster.Tapi, dia sadar, mungkin ini salahnya—kenapa malah menyebut nama pria lain?Dia mengatakan, "sumpah, aku nggak ingat, aku juga nggak ngerti kenapa malah nyebut nama pria lain. Aku nggak tahu dia siapa ... tiba-tiba muncul di kepala. Maaf, mungkin—""Mungkin apa?!""Mungkin itu kenalanku atau orang yang apa gitu.""Kenalan kamu bilang? Kamu kenalan sama orang lain? Kamu beneran selingkuh?“Elrissa bisa melihat kemarahan, kecemburuan sekaligus rasa takut di mata Alano. Dia memohon, "tolong jangan menuduhku kayak gitu dulu, aku nggak mungkin selingkuh kalau udah berhubungan sama orang lain."Alano masih memberikan pandangan serius. Dia masih termakan oleh kecemburuan.Elrissa makin merasa bersalah. Meski dia tak ingat dengan Alano, tapi kelihatan sekali kalau pria itu terluka. Dia menjelaskan, "aku minta maaf, aku nggak tahu dia siapa, tapi aku nggak mungkin selingkuh, aku nggak suka orang selingkuh. Kalau kamu emang suamiku, kamu harusnya tahu itu."Alano berusaha menenangkan diri. Dia tersadar sudah berlebihan melototi Elrissa. Otot tegang di wajahnya perlahan mengendur.Dia mengelus pipi wanita itu sembari berkata dengan lembut, "kamu benar, aku berlebihan padahal kamu lagi hilang ingatan. Maaf, Sayang. Aku berlebihan banget."Elrissa lega.Alano menambahkan, "aku percaya sama kamu, tapi kamu harus ingat— kamu istriku, kamu milikku, kamu hanya milikku, hatimu milikku ... bukan milik siapapun."Cara bicara pria itulembut, tapi kalimat yang terucap dari bibirnya begitu posesif nan obsesif. Elrissa akhirnya menjawab, "iya, aku minta maaf, ingatanku kacau banget sekarang.""Aku nggak mau terdengar jahat sama kamu, aku emang percaya sama kamu, tapi awas aja kalau kamu ternyata selingkuh dariku. Kamu harus setia sama aku karena aku setia banget sama kamu, Sayang.""I-Iya.""Tolong janji sama aku, kamu nggak bakalan nyebut nama pria lain itu lagi.""Iya, aku janji." Tengkuk Elrissa dibuat bergidik akibat mendengar semua perkataan serba posesif dari pria asing ini. Tetapi, dia tidak bisa menolaknya, seolah dibuat patuh dan tunduk."Aku ini suami kamu, cuma aku yang kamu cintai," ulang Alano untuk ke sekian kalinya. Malahan, ini sudah layaknya doktrin di kepala Elrissa."Iya.""Aku nggak bisa bayangin kalau kamu sama orang lain, Sayang. Aku cinta banget sama kamu."Elrissa hanya bisa diam mendengar itu. Dia tak bisa berkata-kata menatap wajah serius Alano.Alano menambahkan, "aku juga nggak tahu siapa itu yang namanya Daniel, tapi kamu nggak usah khawatir— aku akan cari tahu siapa dia. Kalau sampai istriku menyebut namanya padahal lagi hilang ingatan, mungkin dia cukup istimewa. Aku nggak bakalan biarin orang lain ganggu hubungan kita.”Masih tak ada jawaban dari mulut Elrissa. Dia makin yakin kalau pria asing di depannya ini tipikal suami posesif.Tak diduga, Alano memberikan ciuman di kening wanita itu. Kemudian, dia berbisik, "aku cinta kamu, Elrissa."Ciuman itu cukup singkat, tapi Elrissa masih bisa merasakan sensasi dingin dan keras bibir Alano di kulit keningnya.Alano bicara lagi, "yaudah, maaf kalau aku barusan nakutin kamu, aku nggak mau kita bahas beginian lagi. Kita harus fokus ke kesembuhan kamu. Berhubung kita belum bisa balik ke kota, jadi aku mau nunjukkin foto-foto kebersamaan kita aja, mungkin kamu bisa ingat. Kamu di sini dulu, aku mau ambil laptop di depan.""Foto?"'Iya, kebersamaan kita waktu masih pacaran, terus lamaran, nikah, semuanya ada, kok. Semoga aja kamu bisa ingat semuanya ...""Oh ... mmm ... iya." Elrissa mengangguk. Dia mengakui kalau itu ide yang bagus, mungkin saja itu bisa menstimulasi ingatannya.Setelah mendengar itu, Alano mengenakan celananya yang tergeletak di atas lantai, lalu bergegas keluar dari kamar dengan langkah agak terburu-buru.Elrissa termenung kembali di atas ranjang. Benaknya diselimuti banyak pertanyaan, siapa itu Daniel? Kenapa rasanya sangat dekat sampai menyebut namanya ketika bermesraan dengan Alano?Apa dia semacam mantan pacar?Mungkin kenalan?Atau, malah selingkuhan?Elrissa menggelengkan kepala. Dia yakin pada diri sendiri kalau tidak mungkin berbuat semacam itu.Sebagai orang yang anti perselingkuhan, mustahil dia melakukannya. Terlebih, Alano sangat baik dan penyayang— mana mungkin dia selingkuh dari pria seperti ini?Dia bergumam lirih, "Alano sangat baik, dia juga bisa nunjukkin bukti kalau kami emang udah nikah. Jadi, apa ini berarti aku beneran istrinya? Tapi ..." ucapannya terhenti karena menyentuh dada. Ada yang masih janggal di sini— firasatnya masih tidak enak. "Kayaknya aku butuh HP."Iya, dia berpikir mungkin dengan menghubungi teman terdekat, maka bisa menemukan fakta.Apa dia sudah menikah? Apa Alano itu suaminya? Apa mereka di sini untuk bulan madu? Dan, siapa itu Daniel?***Alano datang kembali ke dalam kamar tidur dengan membawa laptop. Dia duduk di tepian ranjang, tepat di sebelah Elrissa yang duduk bersandar pada tumpukan bantal.Pria itu memperlihatkan satu folder berisi file foto serta video tentang dirinya dan Elrissa. Ada ribuan foto yang diambil sejak mereka berpacaran.Semua foto yang terlihat tampak romantis, Elrissa tahu itu wajahnya, tapi seperti itu bukan dia. Kebanyakan spot foto diambil dari tempat mewah. Sebagai wanita kelas menengah, dia merasa ini bagaikan halusinasi.Dia menikahi seorang pria kaya raya, berkencan di tempat mewah, lalu menikah?Iya, ini terdengar seperti mimpi."Kita berkenalan sekitar setengah tahunan, lalu sejak empat bulanan yang lalu, kita pacaran, terus aku langsung lamar kamu,“ kata Alano membuka obrolan."Aku langsung nerima kamu?”"Iya. Kenapa?“"Nggak gitu, apa nggak terlalu cepat pacaran terus nikah?”"Kamu ini aneh banget, buka
Selama beberapa jam berlalu, Elrissa masih sibuk dengan foto-foto yang ada di dalam laptop Alano. Dia berusaha mengingat tentang kejadian beberapa bulan belakangan— tapi belum ada sekeping ingatan yang melintas di kepala. Kenapa semua foto ini terasa asing?Aneh.Sementara itu, Alano sudah keluar dari kamar untuk membuat teh hangat. Sejam kemarin, dia rutin membuatkan teh herbal untuk Elrissa."Sayang, aku buatin teh," ucapnya ketika masuk lagi ke dalam kamar dengan membawa secangkir teh herbal buatannya. Dia lantas menyuguhkan itu ke Elrissa. "Ini minum dulu, ya?"Elrissa menerima cangkir tersebut, kemudian diminum. Sensasi hangat dari herbal perlahan memenuhi tubuhnya.Alano tersenyum tipis. Dia seperti sangat puas melihat Elrissa meminumnya. "Udah?""Iya." Elrissa memberikan kembali cangkir yang masih tersisa sedikit teh tersebut. "Di luar hujan, ya?""Iya, tapi nggak deras, kok." Alano menaruh cangkir di atas meja nakas, kemudian dia mengambil laptop dari atas pangkuan Elrissa. "U
Alano mendaratkan ciuman di bibir Elrissa dengan penuh gairah. Dia memeluknya erat-erat, membuat wanita itu meleleh dalam pelukannya.Ciuman itu semakin bergairah dan intens, dan mereka terus berciuman satu sama lain seperti orang gila. Saat ciuman akhirnya berhenti, Alano menarik Elrissa lebih dekat ke dirinya, lalu membenamkan wajah di leher wanita itu.Alano mengusap-usap rambut Elrissa dengan jari-jarinya, membuat ia merasa dicintai, didambakan dan dilindungi. Tangannya menjelajahi seluruh tubuh wanita itu, menyentuh setiap inci kulitnya yang halus nan sempurna.Bibirnya yang keras nan dingin mampu membuat Elrissa melayang. Dia tak bisa memikirkan apapun, kecuali terbawa suasana. Perlakuan lembut Alano— sukses membuatnya terlena.Tubuh wanita itu tak berdaya, seolah-olah sudah takluk di tangan Alano, si pria misterius yang mengaku sang suami.Pria itu kini memeluknya lebih erat, masih membenamkan kepala ke lehernya. Dia berbisik di telinganya, "aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku
Keesokan harinya ...Alano membangunkan Elrissa pagi-pagi buta. Dia mengajaknya untuk berlari pagi.Udara di luar rumah terlalu dingin, sangat amat dingin. Rasanya seperti berada di tempat bersalju tanpa salju.Suasana masih berkabut tebal. Pepohonan terlihat masih basah, begitu pula dengan dedaunan. Tetes demi tetes air bekas hujan maupun embun berjatuhan.Kondisi tanah sama lembabnya, bahkan sebagian berlumpur. Tetapi, ada rute jalan kecil berupa tanah berkerikil yang cukup aman untuk berlari.Elrissa memandangi sekitar. Udara disini begitu segar kala terhirup ke paru-paru. Namun, akibat terlalu dingin, kulit wajahnya sebagian memerah."Alano?“ panggilnya.Alano, yang sedang berjalan di sebelahnya itu, menoleh. "Iya, Sayang?""Kamu nggak kedinginan menggunakan kaos tipis begitu?"Alano hanya menggunakan kaos lengan pendek tipis dipadu dengan celana pendek agak ketat serta sepatu olah raga. Dia menjawab, "Biasa aja, aku terbiasa dingin-dingin gini.""Daya tahan tubuh kamu bagus terny
Sentuhan dan ciuman penuh cinta dan nafsu dari Alano selama hampir sejam membuat Elrissa terkulai lemas. Tulang pinggangnya terasa remuk karena terus ditindih oleh pria misterius itu.Alano bangkit dari atas tubuh wanita itu, lalu meregangkan otot pundaknya. Dia bergumam, "barusan lebih tegang dari kemarin ya, Sayang?"Elrissa ikut bangun dengan mimik wajah cemberut. Dia masih bisa merasakan dekapan kuat, tangan kasarnya, dan juga gigitnya di leher. "Barusan kamu itu kasar sekali, loh. Leherku jadi merah-merah pasti ini."Alano meringis tanpa bersalah. Dia melihat bekas cupang buatannya di leher Elrissa. "Maaf, Sayang, aku udah berusaha agak pelan tadi. Lagian, kamu suka 'kan? Dari tadi desah mulu. Pasti enak banget, ya?""Kayaknya yang keenakan ciumin aku melulu." Elrissa menahan malu dengan berkata demikian. Dia sedikit mengalihkan perhatian."Masa sih? Yang keenakan banget itu kamu.” Bibir Alano menyeringai lebar. Dia mencolek pipi wanita itu dengan gemas, lalu menggoda, "hayo ngak
Apa ada sesuatu di dalam ruangan itu?Elrissa masih kepikiran tentang ruangan sebelumnya yang terkunci. Tetapi, dia tak bisa membahas itu lagi karena Alano terlihat kesal. Alhasil, dia diam saja saat makan siang bersama pria itu."Sayang, kamu kok diam aja? Ada apa? Masih mikirin ruangan tadi?" tanya Alano membuka obrolan."Iya ..." Elrissa terdengar ragu saat menjawab itu. Dia benar-benar ingin bertanya lebih.Akan tetapi, belum sempat berkata lagi, Alano menegaskan, "nggak ada apa-apa, Sayang.""Iya udah, oh iya, cuaca masih buruk sekarang—" Elrissa mengalihkan perhatiannya ke jendela yang masih terbuka. Terlihat di luar, suasana siang hari sudah mulai gelap akibat mendung. "Aku—""Apa? kita nggak bisa pulang dulu, sabar ya. selama kamu nggak apa-apa, kita di sini dulu."Elrissa mengangguk. Dia bertanya hal lain, "aku cuma mau HP-ku, HP-ku mana? belum ketemu juga?""Nggak tau, Sayang, mungkin emang tenggelam. Yaudahlah, ngapain juga dipikirin. Setelah kita balik, nanti aku beliin l
Semalaman, Elrissa bisa tidur nyenyak. Ketika bangun, ternyata Alano tidak ada disebelahnya. Padahal, pria itu selalu mendadak ikut tidur dengannya.Di mana dia?"Kemana Alano? Apa semalaman dia nggak ada di ranjang sama aku? Apa dia nggak tidur?" Elrissa turun ranjang dengan perasaan tak enak.Dari kemarin, dia masih dilanda kecurigaan. Siapa orang misterius itu? Lalu, kenapa ekspresi wajah Alano menjadi tidak senang setiap kali dia menjelajahi Villa ini?Ia memutar kenop pintu keluar, hendak mencari Alano. Tetapi, pintu telah terkunci.Elrissa melotot kaget. Dia berusaha tenang dan terus memutar kenop pintu, tapi tidak kunjung terbuka.Ini sudah jelas— dia dikunci dari luar. Siapa yang mengunci? Alano? Kenapa?"Alano? Alano! Kamu ngunciin aku? Alano! Buka pintunya ..." Dia berseru.Tak ada sahutan.Tak ada tanda-tanda langkah kaki yang mendekat. Ini berarti— Alano tidak ada. Apa maksudnya ini?"Alano? Alano!!“ Elrissa mulai panik.Dia khawatir. Berbagai kemungkinan bermunculan di ke
Sore harinya, langit sedikit bersahabat. Tidak ada awan mendung, hanya sekedar berawan tebal sehingga sore hari sudah seperti menjelang malam.Alano keluar rumah untuk memeriksa keadaan hutan. Dia memegang sebuah senapan angin laras panjang untuk jaga-jaga."Kamu mau ke mana? kenapa kamu bawa senapan angin? Di sini ada senapan, ya?" Pertanyaan Elrissa ini membuat Alano berhenti berjalan, lalu menoleh.Pria itu menjawab, "aku mau ke gazebo bentar, micro SD-ku hilang, Sayang, kayaknya jatuh tadi pagi di sekitaran gazebo.""Bawa senapan angin?""Jaga-jaga doang.""Jaga-jaga? Jadi emang beneran ada orang asing di sekitar sini?"Alano enggan menjawab. Dia malah berpesan, "yaudah, kamu mending masuk ke villa, kunci rapat, jangan keluar sampai aku balik."Elrissa terpaksa masuk ke dalam rumah. Suasana hatinya menjadi tidak nyaman. Kenapa dia merasa kalau Alano berbohong akan sesuatu?Mengambil barang yang tertinggal di gazebo? Tapi, kenapa sampai membawa senapan angin? Bukannya tadi pria itu