"Bagaimana kalau kita ciuman? Mungkin dengan begini ingatanmu bisa langsung kembali?"
Saran dari Alano tersebut sontak membuat muka Elrissa makin memerah. Dia tidak bisa menebak perkataannya serius atau tidak karena pria itu masih menahan tawa."Jangan nakal kamu, kamu bilang nggak bakalan ngapa-ngapain dulu, aku beneran belum ingat kamu, loh. Kamu harusnya jangan godain aku terus," katanya kemudian."Emangnya kenapa kalau aku godain kamu? Masa aku nggak boleh godain istri sendiri?""Kamu nggak takut aku nggak ingat kamu lagi? Perasaan cintaku sama kamu mungkin—""Nggak," sela Alano cepat meraba belakang leher Elrissa, lalu menariknya agar berdekatan. Saat wajah mereka hanya berjarak sejengkal, barulah dia berbisik, "mau hilang ingatan atau enggak, aku nggak bakalan takut karena kamu pasti akan cinta sama aku pada akhirnya."Napas Elrissa tertahan. Dia bisa merasakan hembusan napas Alano menerpa kulit pipinya. Sensasi ini begitu mendebarkan.Alano mengelus-elus tengkuk Elrissa, tahu itu titik lemahnya. Dia makin mendekatkan wajah mereka. Kedua mata mereka saling terkunci."A-Alano?""Iya, Sayang?""Ka-kamu terlalu dekat."Rabaan jari tangan Alano naik hingga ke kulit kepala. Pria itu berbisik mesra, "jangan tegang, lemas aja, aku begini buat nunjukin kalau aku cinta banget sama kamu."Elrissa menyentuh pergelangan tangan Alano, berniat untuk menghentikan aksinya. Tetapi, genggaman tangan pria itu jauh lebih tangguh daripada dirinya.Alano mendekatkan bibir ke milik Elrissa. Kini, jarak wajah mereka sangat tipis sampai saling bisa merasakan hawa panas tubuh masing-masing."Alano ..." Suara Elrissa agak mendesah. Sekujur otot di tubuh seakan lemas, lunglai, tak berdaya akibat sentuhan lembut nan posesif itu."Aku suka saat kamu mendesahkan namaku, Sayang." Alano tertawa lirih. Pandangan matanya fokus ke bibir merah Elrissa yang begitu menggodanya. "... seksi.""Tolong jangan menggodaku terus.""Nggak tahan 'kan?"Tak ada jawaban.Alano beralih mendekatkan bibirnya ke telinga Elrissa. Di situ, dia berbisik, "lihat 'kan— mau kamu hilang ingatan atau enggak, kamu akan selalu tergoda sama aku, jatuh cinta padaku, karena kamu itu milikku, Rissa."Elrissa tak sanggup lagi menolak godaan, bisikan, serta sentuhan hangat dari jemari Alano. Kedua matanya sempat menutup saat merasakan helaan napas pria itu menyembur di sekitar pipi, leher dan daun telinga.Tak mendapat perlawanan, Alano lantas memberikan kecupan singkat di cuping telinga Elrissa."Udah dong, Daniel ..." Elrissa tanpa sadar menyebut nama pria lain, yang dia sendiri belum ingat.Terkejut, Alano menghentikan aksinya. Seolah ada pisau tajam yang menghujam jantung. Hasratnya luntur, digantikan dengan rasa cemburu, marah, serta penasaran.Dia bertanya, "siapa yang barusan kamu panggil itu, Rissa?""Aku—" Elrissa panik sendiri. Dia menyentuh bibirnya, tak merasa ingat dengan nama pria yang disebut barusan. "Aku nggak tahu.""Rissa ..." Sorot mata Alano menajam, menahan gejolak emosi yang perlahan naik. Hatinya perlahan terbakar oleh api cemburu. "Bisa-bisanya kamu manggil nama pria lain saat kita bermesraan?""Aku beneran nggak ingat." Elrissa menyentuh kepalanya. "Sumpah, aku nggak ingat.""Siapa itu Daniel?!""Nggak tahu."Elrissa ingin menemukan orang yang bernama Daniel di ingatannya, tapi tidak ada apapun yang muncul. Tidak ada teman, kenalan, anggota keluarga— siapapun. Tidak ada yang bernama Daniel di hidupnya.Lantas, siapa itu Daniel? Apa dia baru mengenalnya baru-baru ini?***Pupil mata hitam Alano telah terselimuti oleh amarah dan kecemburuan. Dia tidak terima mendengar Elrissa menyebut nama pria lain saat mereka tengah bersama.Agak keras, dia bertanya, "siapa yang kamu sebut barusan? Jawab, siapa itu Daniel?!"Elrissa tegang. "Aku udah bilang aku nggak tahu, aku nggak ingat, aku nggak tau itu siapa. Keluar dari mulutku gitu aja.""Rissa..." Alano masih dikuasai cemburu. Aura di sekitarnya kini sangat mengintimidasi. Selain itu, tatapan matanya tampak panik sekaligus takut. "Rissa, kamu nggak bohong 'kan? Jangan manfaatin hilang ingatan kamu buat bohong sama aku! Tolong jujur sama aku!""Aku beneran nggak tahu. Aku nggak ingat, siapa itu Daniel? Beneran nggak ingat ...""Jangan-jangan kamu selingkuh dariku sebelum kita kemari? Sama orang yang namanya Daniel ini— makanya kamu nyebut nama dia saat aku cium kamu?” Entah mengapa, Elrissa begitu takut melihat ekspresi wajah yang berubah drastis itu. Dari yang tadinya sangat lembut, menjadi monster.Tapi, dia
Alano datang kembali ke dalam kamar tidur dengan membawa laptop. Dia duduk di tepian ranjang, tepat di sebelah Elrissa yang duduk bersandar pada tumpukan bantal.Pria itu memperlihatkan satu folder berisi file foto serta video tentang dirinya dan Elrissa. Ada ribuan foto yang diambil sejak mereka berpacaran.Semua foto yang terlihat tampak romantis, Elrissa tahu itu wajahnya, tapi seperti itu bukan dia. Kebanyakan spot foto diambil dari tempat mewah. Sebagai wanita kelas menengah, dia merasa ini bagaikan halusinasi.Dia menikahi seorang pria kaya raya, berkencan di tempat mewah, lalu menikah?Iya, ini terdengar seperti mimpi."Kita berkenalan sekitar setengah tahunan, lalu sejak empat bulanan yang lalu, kita pacaran, terus aku langsung lamar kamu,“ kata Alano membuka obrolan."Aku langsung nerima kamu?”"Iya. Kenapa?“"Nggak gitu, apa nggak terlalu cepat pacaran terus nikah?”"Kamu ini aneh banget, buka
Selama beberapa jam berlalu, Elrissa masih sibuk dengan foto-foto yang ada di dalam laptop Alano. Dia berusaha mengingat tentang kejadian beberapa bulan belakangan— tapi belum ada sekeping ingatan yang melintas di kepala. Kenapa semua foto ini terasa asing?Aneh.Sementara itu, Alano sudah keluar dari kamar untuk membuat teh hangat. Sejam kemarin, dia rutin membuatkan teh herbal untuk Elrissa."Sayang, aku buatin teh," ucapnya ketika masuk lagi ke dalam kamar dengan membawa secangkir teh herbal buatannya. Dia lantas menyuguhkan itu ke Elrissa. "Ini minum dulu, ya?"Elrissa menerima cangkir tersebut, kemudian diminum. Sensasi hangat dari herbal perlahan memenuhi tubuhnya.Alano tersenyum tipis. Dia seperti sangat puas melihat Elrissa meminumnya. "Udah?""Iya." Elrissa memberikan kembali cangkir yang masih tersisa sedikit teh tersebut. "Di luar hujan, ya?""Iya, tapi nggak deras, kok." Alano menaruh cangkir di atas meja nakas, kemudian dia mengambil laptop dari atas pangkuan Elrissa. "U
Alano mendaratkan ciuman di bibir Elrissa dengan penuh gairah. Dia memeluknya erat-erat, membuat wanita itu meleleh dalam pelukannya.Ciuman itu semakin bergairah dan intens, dan mereka terus berciuman satu sama lain seperti orang gila. Saat ciuman akhirnya berhenti, Alano menarik Elrissa lebih dekat ke dirinya, lalu membenamkan wajah di leher wanita itu.Alano mengusap-usap rambut Elrissa dengan jari-jarinya, membuat ia merasa dicintai, didambakan dan dilindungi. Tangannya menjelajahi seluruh tubuh wanita itu, menyentuh setiap inci kulitnya yang halus nan sempurna.Bibirnya yang keras nan dingin mampu membuat Elrissa melayang. Dia tak bisa memikirkan apapun, kecuali terbawa suasana. Perlakuan lembut Alano— sukses membuatnya terlena.Tubuh wanita itu tak berdaya, seolah-olah sudah takluk di tangan Alano, si pria misterius yang mengaku sang suami.Pria itu kini memeluknya lebih erat, masih membenamkan kepala ke lehernya. Dia berbisik di telinganya, "aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku
Keesokan harinya ...Alano membangunkan Elrissa pagi-pagi buta. Dia mengajaknya untuk berlari pagi.Udara di luar rumah terlalu dingin, sangat amat dingin. Rasanya seperti berada di tempat bersalju tanpa salju.Suasana masih berkabut tebal. Pepohonan terlihat masih basah, begitu pula dengan dedaunan. Tetes demi tetes air bekas hujan maupun embun berjatuhan.Kondisi tanah sama lembabnya, bahkan sebagian berlumpur. Tetapi, ada rute jalan kecil berupa tanah berkerikil yang cukup aman untuk berlari.Elrissa memandangi sekitar. Udara disini begitu segar kala terhirup ke paru-paru. Namun, akibat terlalu dingin, kulit wajahnya sebagian memerah."Alano?“ panggilnya.Alano, yang sedang berjalan di sebelahnya itu, menoleh. "Iya, Sayang?""Kamu nggak kedinginan menggunakan kaos tipis begitu?"Alano hanya menggunakan kaos lengan pendek tipis dipadu dengan celana pendek agak ketat serta sepatu olah raga. Dia menjawab, "Biasa aja, aku terbiasa dingin-dingin gini.""Daya tahan tubuh kamu bagus terny
Sentuhan dan ciuman penuh cinta dan nafsu dari Alano selama hampir sejam membuat Elrissa terkulai lemas. Tulang pinggangnya terasa remuk karena terus ditindih oleh pria misterius itu.Alano bangkit dari atas tubuh wanita itu, lalu meregangkan otot pundaknya. Dia bergumam, "barusan lebih tegang dari kemarin ya, Sayang?"Elrissa ikut bangun dengan mimik wajah cemberut. Dia masih bisa merasakan dekapan kuat, tangan kasarnya, dan juga gigitnya di leher. "Barusan kamu itu kasar sekali, loh. Leherku jadi merah-merah pasti ini."Alano meringis tanpa bersalah. Dia melihat bekas cupang buatannya di leher Elrissa. "Maaf, Sayang, aku udah berusaha agak pelan tadi. Lagian, kamu suka 'kan? Dari tadi desah mulu. Pasti enak banget, ya?""Kayaknya yang keenakan ciumin aku melulu." Elrissa menahan malu dengan berkata demikian. Dia sedikit mengalihkan perhatian."Masa sih? Yang keenakan banget itu kamu.” Bibir Alano menyeringai lebar. Dia mencolek pipi wanita itu dengan gemas, lalu menggoda, "hayo ngak
Apa ada sesuatu di dalam ruangan itu?Elrissa masih kepikiran tentang ruangan sebelumnya yang terkunci. Tetapi, dia tak bisa membahas itu lagi karena Alano terlihat kesal. Alhasil, dia diam saja saat makan siang bersama pria itu."Sayang, kamu kok diam aja? Ada apa? Masih mikirin ruangan tadi?" tanya Alano membuka obrolan."Iya ..." Elrissa terdengar ragu saat menjawab itu. Dia benar-benar ingin bertanya lebih.Akan tetapi, belum sempat berkata lagi, Alano menegaskan, "nggak ada apa-apa, Sayang.""Iya udah, oh iya, cuaca masih buruk sekarang—" Elrissa mengalihkan perhatiannya ke jendela yang masih terbuka. Terlihat di luar, suasana siang hari sudah mulai gelap akibat mendung. "Aku—""Apa? kita nggak bisa pulang dulu, sabar ya. selama kamu nggak apa-apa, kita di sini dulu."Elrissa mengangguk. Dia bertanya hal lain, "aku cuma mau HP-ku, HP-ku mana? belum ketemu juga?""Nggak tau, Sayang, mungkin emang tenggelam. Yaudahlah, ngapain juga dipikirin. Setelah kita balik, nanti aku beliin l
Semalaman, Elrissa bisa tidur nyenyak. Ketika bangun, ternyata Alano tidak ada disebelahnya. Padahal, pria itu selalu mendadak ikut tidur dengannya.Di mana dia?"Kemana Alano? Apa semalaman dia nggak ada di ranjang sama aku? Apa dia nggak tidur?" Elrissa turun ranjang dengan perasaan tak enak.Dari kemarin, dia masih dilanda kecurigaan. Siapa orang misterius itu? Lalu, kenapa ekspresi wajah Alano menjadi tidak senang setiap kali dia menjelajahi Villa ini?Ia memutar kenop pintu keluar, hendak mencari Alano. Tetapi, pintu telah terkunci.Elrissa melotot kaget. Dia berusaha tenang dan terus memutar kenop pintu, tapi tidak kunjung terbuka.Ini sudah jelas— dia dikunci dari luar. Siapa yang mengunci? Alano? Kenapa?"Alano? Alano! Kamu ngunciin aku? Alano! Buka pintunya ..." Dia berseru.Tak ada sahutan.Tak ada tanda-tanda langkah kaki yang mendekat. Ini berarti— Alano tidak ada. Apa maksudnya ini?"Alano? Alano!!“ Elrissa mulai panik.Dia khawatir. Berbagai kemungkinan bermunculan di ke