Alano datang kembali ke dalam kamar tidur dengan membawa laptop. Dia duduk di tepian ranjang, tepat di sebelah Elrissa yang duduk bersandar pada tumpukan bantal.
Pria itu memperlihatkan satu folder berisi file foto serta video tentang dirinya dan Elrissa. Ada ribuan foto yang diambil sejak mereka berpacaran.Semua foto yang terlihat tampak romantis, Elrissa tahu itu wajahnya, tapi seperti itu bukan dia. Kebanyakan spot foto diambil dari tempat mewah. Sebagai wanita kelas menengah, dia merasa ini bagaikan halusinasi.Dia menikahi seorang pria kaya raya, berkencan di tempat mewah, lalu menikah?Iya, ini terdengar seperti mimpi."Kita berkenalan sekitar setengah tahunan, lalu sejak empat bulanan yang lalu, kita pacaran, terus aku langsung lamar kamu,“ kata Alano membuka obrolan."Aku langsung nerima kamu?”"Iya. Kenapa?“"Nggak gitu, apa nggak terlalu cepat pacaran terus nikah?”"Kamu ini aneh banget, bukannya wanita malah suka langsung dilamar?“"Iyaa—” Elrissa tertegun, sedang menyusun perkataan agar tidak menyinggung perasaan Alano. Dia sebenarnya tidak percaya langsung menerima lamaran pria padahal belum kenal lama?Dia adalah pribadi yang sangat waspada, sangat paranoid, terutama dengan para pria. Kalau belum benar-benar yakin, mustahil dia memberikan hatinya pada orang itu.Alano menunggunya bicara. “Apa, Sayang? Kamu kok kayaknya kepikiran sesuatu?”"Nggak apa, aku cuma lagi mikir—kamu hebat banget bisa yakin aku buat nikah padahal kita belum lama kenal. Aku ini orangnya agak paranoid soalnya.“"Aku udah tiga puluh dua tahun, jadi nggak suka pacaran lama-lama, pengen cepet bangun keluarga. Untungnya kamu pengertian, kamu mau langsung nikah sama aku, ya walaupun kamu perlu waktu sebelum kita malam pertama.“Elrissa sekarang paham kenapa selama sebulan tak disentuh oleh Alano. Semua ucapan pria itu sangat masuk akal. Tetapi, kenapa terasa sangat mencurigakan?Alano bertanya, "jadi, gimana? Kamu udah ingat sesuatu nggak setelan ngeliat foto-fotonya?”"Enggak, aku belum ingat apapun.“"Nggak apa-apa. Kamu udah minum teh herbal yang aku beri 'kan? Yang kemarin itu. Itu bagus untuk sakit kepalamu.""Iya, makasih. Aku merasa habis minum tubuhku juga hangat, kayak bukan teh— beneran ada herbalnya?""Iya, dong. Di sini 'kan dingin, jadi aku tambahin herbal. Kamu suka, nggak?”"Suka.“Alano sengaja mendekati telinga Elrissa, menghembuskan napas di situ untuk membangkitkan gairahnya. Lalu, dia merayu, "ngomong-ngomong, Sayang, apa kamu mau aku hangatin lebih instan, nggak?""Maksud kamu apa?" Elrissa menahan napas, pura-pura tak paham dengan makna rayuan itu.Senyum mengembang di bibir Alano. Dia menyentuh dagu wanita itu dengan ujung telunjuknya. "Aku suka kalau kamu akting polos kayak gini.""A-Aku nggak akting polos.""Ah, yang bener? Sekalipun kamu hilang ingatan, aku itu tahu gimana sifat kamu kalau berduaan gini.""Maksudnya?"Alano makin mendekatkan bibir di telinga wanita itu, dan berbisik, "kamu itu tipe wanita baik di luar, liar di kamar, Sayang."Wajah Elrissa memerah malu. Dia segera menjauh dari wajah Alano. "Nggak lucu tahu.""Aku nggak bercanda , kok.""Enggak.""Hayo, akui aja kalau kamu itu 'kan nakal sebenarnya~” Alano menyentuh pinggang Elrissa, lalu menggelitiknya."Apaan, sih!“ Elrissa menjauhkan tangan jahil Alano sembari menahan tawa. ”Jangan sentuh!“"Kamu nahan tawa itu, berarti iya 'kan? Kamu suka banget godain aku kalau lagi berduaan aja. Giliran digoda balik malah takut."Elrissa tergelak. Dia menuding jari Alano yang ingin menyerang pinggang. "Udah cukup, yang nakal itu tangan kamu itu, jauhin dong!”Alano tersenyum lebar. Dia tak lagi mengganggu wanita itu. Kini, jarinya mencubit hidungnya. "Aku loh gemas banget sama kamu, cantik, lucu, manis, nakal— pokoknya paket lengkap.“”Udah, dong.“ Elrissa menepis tangan Alano lagi. Dia masih ingin tertawa. ”Kalau kamu gangguin atau godain aku mulu, aku nggak bisa ngeliat fotonya lagi. Aku masih pengen lihat-lijat kebersamaan kita, mungkin aja aku ingat.“"Iya, iya, ayo dilihat lagi.”Elrissa masih menatap Alano. Perasaannya jadi campur aduk sekarang. Perlahan-lahan, perasaan ragu menipis. Apa ini artinya— Alano memang sang suami?***Selama beberapa jam berlalu, Elrissa masih sibuk dengan foto-foto yang ada di dalam laptop Alano. Dia berusaha mengingat tentang kejadian beberapa bulan belakangan— tapi belum ada sekeping ingatan yang melintas di kepala. Kenapa semua foto ini terasa asing?Aneh.Sementara itu, Alano sudah keluar dari kamar untuk membuat teh hangat. Sejam kemarin, dia rutin membuatkan teh herbal untuk Elrissa."Sayang, aku buatin teh," ucapnya ketika masuk lagi ke dalam kamar dengan membawa secangkir teh herbal buatannya. Dia lantas menyuguhkan itu ke Elrissa. "Ini minum dulu, ya?"Elrissa menerima cangkir tersebut, kemudian diminum. Sensasi hangat dari herbal perlahan memenuhi tubuhnya.Alano tersenyum tipis. Dia seperti sangat puas melihat Elrissa meminumnya. "Udah?""Iya." Elrissa memberikan kembali cangkir yang masih tersisa sedikit teh tersebut. "Di luar hujan, ya?""Iya, tapi nggak deras, kok." Alano menaruh cangkir di atas meja nakas, kemudian dia mengambil laptop dari atas pangkuan Elrissa. "U
Alano mendaratkan ciuman di bibir Elrissa dengan penuh gairah. Dia memeluknya erat-erat, membuat wanita itu meleleh dalam pelukannya.Ciuman itu semakin bergairah dan intens, dan mereka terus berciuman satu sama lain seperti orang gila. Saat ciuman akhirnya berhenti, Alano menarik Elrissa lebih dekat ke dirinya, lalu membenamkan wajah di leher wanita itu.Alano mengusap-usap rambut Elrissa dengan jari-jarinya, membuat ia merasa dicintai, didambakan dan dilindungi. Tangannya menjelajahi seluruh tubuh wanita itu, menyentuh setiap inci kulitnya yang halus nan sempurna.Bibirnya yang keras nan dingin mampu membuat Elrissa melayang. Dia tak bisa memikirkan apapun, kecuali terbawa suasana. Perlakuan lembut Alano— sukses membuatnya terlena.Tubuh wanita itu tak berdaya, seolah-olah sudah takluk di tangan Alano, si pria misterius yang mengaku sang suami.Pria itu kini memeluknya lebih erat, masih membenamkan kepala ke lehernya. Dia berbisik di telinganya, "aku sangat mencintaimu, Sayang. Aku
Keesokan harinya ...Alano membangunkan Elrissa pagi-pagi buta. Dia mengajaknya untuk berlari pagi.Udara di luar rumah terlalu dingin, sangat amat dingin. Rasanya seperti berada di tempat bersalju tanpa salju.Suasana masih berkabut tebal. Pepohonan terlihat masih basah, begitu pula dengan dedaunan. Tetes demi tetes air bekas hujan maupun embun berjatuhan.Kondisi tanah sama lembabnya, bahkan sebagian berlumpur. Tetapi, ada rute jalan kecil berupa tanah berkerikil yang cukup aman untuk berlari.Elrissa memandangi sekitar. Udara disini begitu segar kala terhirup ke paru-paru. Namun, akibat terlalu dingin, kulit wajahnya sebagian memerah."Alano?“ panggilnya.Alano, yang sedang berjalan di sebelahnya itu, menoleh. "Iya, Sayang?""Kamu nggak kedinginan menggunakan kaos tipis begitu?"Alano hanya menggunakan kaos lengan pendek tipis dipadu dengan celana pendek agak ketat serta sepatu olah raga. Dia menjawab, "Biasa aja, aku terbiasa dingin-dingin gini.""Daya tahan tubuh kamu bagus terny
Sentuhan dan ciuman penuh cinta dan nafsu dari Alano selama hampir sejam membuat Elrissa terkulai lemas. Tulang pinggangnya terasa remuk karena terus ditindih oleh pria misterius itu.Alano bangkit dari atas tubuh wanita itu, lalu meregangkan otot pundaknya. Dia bergumam, "barusan lebih tegang dari kemarin ya, Sayang?"Elrissa ikut bangun dengan mimik wajah cemberut. Dia masih bisa merasakan dekapan kuat, tangan kasarnya, dan juga gigitnya di leher. "Barusan kamu itu kasar sekali, loh. Leherku jadi merah-merah pasti ini."Alano meringis tanpa bersalah. Dia melihat bekas cupang buatannya di leher Elrissa. "Maaf, Sayang, aku udah berusaha agak pelan tadi. Lagian, kamu suka 'kan? Dari tadi desah mulu. Pasti enak banget, ya?""Kayaknya yang keenakan ciumin aku melulu." Elrissa menahan malu dengan berkata demikian. Dia sedikit mengalihkan perhatian."Masa sih? Yang keenakan banget itu kamu.” Bibir Alano menyeringai lebar. Dia mencolek pipi wanita itu dengan gemas, lalu menggoda, "hayo ngak
Apa ada sesuatu di dalam ruangan itu?Elrissa masih kepikiran tentang ruangan sebelumnya yang terkunci. Tetapi, dia tak bisa membahas itu lagi karena Alano terlihat kesal. Alhasil, dia diam saja saat makan siang bersama pria itu."Sayang, kamu kok diam aja? Ada apa? Masih mikirin ruangan tadi?" tanya Alano membuka obrolan."Iya ..." Elrissa terdengar ragu saat menjawab itu. Dia benar-benar ingin bertanya lebih.Akan tetapi, belum sempat berkata lagi, Alano menegaskan, "nggak ada apa-apa, Sayang.""Iya udah, oh iya, cuaca masih buruk sekarang—" Elrissa mengalihkan perhatiannya ke jendela yang masih terbuka. Terlihat di luar, suasana siang hari sudah mulai gelap akibat mendung. "Aku—""Apa? kita nggak bisa pulang dulu, sabar ya. selama kamu nggak apa-apa, kita di sini dulu."Elrissa mengangguk. Dia bertanya hal lain, "aku cuma mau HP-ku, HP-ku mana? belum ketemu juga?""Nggak tau, Sayang, mungkin emang tenggelam. Yaudahlah, ngapain juga dipikirin. Setelah kita balik, nanti aku beliin l
Semalaman, Elrissa bisa tidur nyenyak. Ketika bangun, ternyata Alano tidak ada disebelahnya. Padahal, pria itu selalu mendadak ikut tidur dengannya.Di mana dia?"Kemana Alano? Apa semalaman dia nggak ada di ranjang sama aku? Apa dia nggak tidur?" Elrissa turun ranjang dengan perasaan tak enak.Dari kemarin, dia masih dilanda kecurigaan. Siapa orang misterius itu? Lalu, kenapa ekspresi wajah Alano menjadi tidak senang setiap kali dia menjelajahi Villa ini?Ia memutar kenop pintu keluar, hendak mencari Alano. Tetapi, pintu telah terkunci.Elrissa melotot kaget. Dia berusaha tenang dan terus memutar kenop pintu, tapi tidak kunjung terbuka.Ini sudah jelas— dia dikunci dari luar. Siapa yang mengunci? Alano? Kenapa?"Alano? Alano! Kamu ngunciin aku? Alano! Buka pintunya ..." Dia berseru.Tak ada sahutan.Tak ada tanda-tanda langkah kaki yang mendekat. Ini berarti— Alano tidak ada. Apa maksudnya ini?"Alano? Alano!!“ Elrissa mulai panik.Dia khawatir. Berbagai kemungkinan bermunculan di ke
Sore harinya, langit sedikit bersahabat. Tidak ada awan mendung, hanya sekedar berawan tebal sehingga sore hari sudah seperti menjelang malam.Alano keluar rumah untuk memeriksa keadaan hutan. Dia memegang sebuah senapan angin laras panjang untuk jaga-jaga."Kamu mau ke mana? kenapa kamu bawa senapan angin? Di sini ada senapan, ya?" Pertanyaan Elrissa ini membuat Alano berhenti berjalan, lalu menoleh.Pria itu menjawab, "aku mau ke gazebo bentar, micro SD-ku hilang, Sayang, kayaknya jatuh tadi pagi di sekitaran gazebo.""Bawa senapan angin?""Jaga-jaga doang.""Jaga-jaga? Jadi emang beneran ada orang asing di sekitar sini?"Alano enggan menjawab. Dia malah berpesan, "yaudah, kamu mending masuk ke villa, kunci rapat, jangan keluar sampai aku balik."Elrissa terpaksa masuk ke dalam rumah. Suasana hatinya menjadi tidak nyaman. Kenapa dia merasa kalau Alano berbohong akan sesuatu?Mengambil barang yang tertinggal di gazebo? Tapi, kenapa sampai membawa senapan angin? Bukannya tadi pria itu
Suara tembakan kembali terdengar di belakang Elrissa. Hal itu membuat lamunannya buyar seketika. Jantung pun berdebar kencang lagi. Dia menoleh untuk melihat sebenarnya ada apa ini? Apa barusan itu Alano?“Kamu dengar itu? Psikopat itu berusaha membunuh kami sejak kami masuk ke pulau ini buat nyelamatin kamu,” bisik David menarik tangan Elrissa lebih kencang.Ia mengajak wanita itu bersembunyi di balik pepohonan besar yang terlindung oleh banyak rumput belukar tinggi nan berduri.“Ah.” Elrissa meringis kesakitan kala kulit lengan kanannya tergores salah satu duri.“Maaf, kita diam disini dahulu …” David memaksa Elrissa duduk di bawah pohon itu, bersandar di batangnya. Dia mengeluarkan sebuah pistol yang sebelumnya terselip di celana, lalu diisi dengan peluru satu per satu. "Kamu jangan teriak.""Aku—“ Elrissa terhenti tatkala sadar pistol yang digenggam David. Pundaknya gemetar. Dia tidak tahu diam karena takut atau bingung atau malah keduanya.Mendadak, ada suara teriakan keras, “KE