Share

Ch. 4 Floating Castle

Hhgh! Sakit sekali kepalaku.... Dimana ini—” Tanya Raz dalam hatinya sambil memegangi kepala.

—Aku tidak ingat apa yang terjadi, sakit sekali kepalaku

Raz kemudian berusaha untuk duduk dari posisi tidur, mencoba bersandar pada dinding. Beberapa menit dia terdiam menenangkan rasa sakit dikepala yang sedikit demi sedikit mulai menghilang.

Dimana ini? Aku tidak ingat kenapa aku ada disini

Dia melihat ke sekeliling, berusaha menerka lokasi dia berada. Ternyata dia  berada disebuah ruangan, cukup gelap dengan dinding lembab yang sudah dipenuhi oleh akar dan tanaman alga.

Tempat yang benar-benar asing baginya. Dia mulai merasakan dinding dan lantai disekitar dia duduk, terasa basah dan seperti batuan dari sebuah situs kuno yang terlihat di ensiklopedia sejarah.

Sedikit demi sedikit ingatan dari kejadian sebelumnya  mulai kembali memenuhi pikiran Raz. Rasa takut mulai menyebar di hati, seiring kembali ingatannya. Seketika perasaan Raz menjadi gundah dan panik.

“ASTAGA!” Teriak Raz

Dengan cepat dia menoleh kiri dan kanan ruangan mencari sosok monster menakutkan yang berusaha memakan dia dan teman-temannya. Tapi di tempat itu sunyi, tidak ada satu makhluk pun yang terlihat, Hanya ada dia sendiri.

Dimana teman-temanku? Apa mereka selamat?” Tanyanya pada diri sendiri.

Dia berusaha berdiri, kembali melihat keadaan sekitar sambil berusaha menenangkan diri .

Apa ini semua mimpi?”

Hatinya masih belum percaya dengan semua yang terjadi. Dia melihat tangan kanannya yang terasa sakit, terdapat luka dan bekas darah akibat pecahan kaca dari sebelumnya.

Setelah melihat luka itu, barulah dia  yakin bahwa semua ini bukan mimpi. Ini semua nyata.

Portal Break, keluarga Alvin, Keadaan keluarganya setelah portal break, bahkan bagaimana keadaan tempat tinggalnya saat ini. Dia sangat tertekan saat memikirkannya.

Apalagi keadaan dia sekarang yang tidak tahu dimana atau bagaimana. Pikirannya bercampur aduk, khawatir, takut, tidak tahu harus berbuat apa.

Dia terdiam dan merenungi semuanya dengan sangat lama. Akhirnya dalam keputus asaannya, dia mulai  berbicara pada dirinya sendiri.

“Astaga! Rasanya ingin sekali menangis saat ini.Sungguh sial hari ini—” Dia menatap ke atas, kemudian menghela nafas.

“Haaaaaaah...”

Dia mulai berfikir tenang dan mencari hal positif dari kejadian-kejadian ini.

“Baiklah ini bukan apa-apa, aku harus berpikir lebih tenang. Lagipula bukankah memang dari awal aku tidak suka dengan kehidupanku ini, kenapa aku harus seputus asa ini? Anggap saja ini seperti sebuah pelarian lainnya dari kehidupanku , seperti yang aku lakukan sebelum-sebelumnya. Hahaha bodoh sekali, ayo bangkit Raz” Katanya menyemangati pada diri sendiri sambil menampar kedua pipinya.

Ya, memang dia seperti orang gila yang bicara meracau pada diri sendiri. Tapi ini hal biasa yang dilakukannya untuk memperbaiki mentalnya yang sedang jatuh saat ini. Mensugestikan pikirannya sendiri untuk bisa mengatasi kelelahan mentalnya, dengan cara ini efektif untuknya dan memberikan alasan bahwa ini semua adalah hal biasa dan bisa dilewati.

Setelah perdebatan dengan diri sendiri, Akhirnya dia mulai berdamai dengan keadaan. Berusaha menerima semua kejadian dan mulai berpikir lebih tenang lagi.

Dia mulai kembali sadar dan mencoba untuk mulai berpikir terstruktur. Dia mulai menyusun rencana dari keadaan sekitar.

“Pertama aku harus tahu dimana ini.” ucapnya

Dia mulai berputar-putar di sekitar ruangan. Mengidentifikasi struktur ruangan dan kondisinya. Satu hal yang mulai dia mengerti. Ini seperti sebuah dinding kuno yang berasal dari situs-situs dalam buku sejarah di dunia. Dari bentuk dan struktur ruangan ini menyerupai bengunan dari sebuah piramida.

“Jika dilihat dari ukiran dan bentuk struktur, ini lebih seperti situs piramida Giza” ucapnya berusaha mendeskripsikan.

Dia mulai keluar dari ruangan itu dan menyusuri lorong-lorong dan ruangan-ruangan lainnya.

Gelap, tapi tidak terlalu gelap, aku masih bisa melihat walaupun jarak pandang tidak terlalu jauh. Aneh, aku belum melihat satu makhluk hidup pun selama aku berjalan

Dia terus menyusuri lorong-lorong. Tak lama kemudian dia melihat secercah cahaya diujung lorong.

Sepertinya itu jalan keluarnya”

Langsung dia berlari menuju cahaya tersebut. Dan benar saja itu adalah pintu keluar.

Seketika Dia melewati pintu tersebut, dia dibuat takjub, kaget , dan aneh. Seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

Sejauh mata memandang dia melihat serpihan-serpihan dan potongan-potongan dari sebuah reruntuhan Kastil di atas pulau yang tersebar mengapung luas di atas awan.

Cuaca cerah, langit biru tanpa awan, angin berhembus melewatinya tidak terlalu kencang. Ini sungguh pemandangan yang luar biasa.

Dia berjalan mendekati tepian pulau. Dia melihat kebagian bawah pulau. Terlihat awan-awan putih bergerak maju mengikuti arah angin.

Ini diatas langit?--” tanyanya keheranan sambil menatap awan

“--Jadi ini adalah reruntuhan Kastil kuno di atas pulau-pulau yang mengapung di langit. Bagaimana bisa?”

Masih tidak percaya, dia berusaha mencari jawaban lainnya dengan mengelilingi pulau dan masuk menjelajahi kembali kastil.

Tidak ditemukan satupun kehidupan atau jalan keluar dari pulau ini. Hingga akhirnya dalam perjalanannya, dia menemukan sebuah portal berwarna biru jauh di dalam kastil.

Kaget dan takut perasaannya saat menemukan portal tersebut. Seakan memanggil trauma yang sudah dikubur dalam-dalam.

Tapi satu hal yang langsung dia sadari perbedaan dari portal ini. Portal ini berbeda dengan portal break.

Portal break berwarna hitam dan ukurannya sangat besar, kurang lebih 8 - 10 meter. Sedangkan portal ini berwarna biru dan kecil, hanya seukuran tinggi manusia pada umumnya.

Dia mencoba mendekati portal dan menganalisanya. Ternyata Portal ini aman dan sepertinya portal ini terhubung dengan lokasi lain.

Dengan fakta tidak adanya jalan keluar lagi dari pulau ini, dia kehabisan ide untuk melanjutkan perjalanan ini, pada akhirnya dia memutuskan untuk pergi menembus melewati portal ini.

Dengan harapan portal ini adalah alat teleportasi dimensi seperti pada game-game yang sering dia mainkan. Dengan sedikit gelisah dia meyakinkan diri untuk menerobos portal tersebut.

Kemudian dia mengambil jarak dan ancang-ancang berlari menuju portal tersebut.

Dia berlari secepat yang dia bisa dan mulai menembus portal tersebut. Penglihatannya gelap saat melewati portal tersebut dan kemudian...

BRUUUK!!

Dia menabrak sesuatu yang keras, seperti menabrak sebuah besi atau baja.

“Awww!” Erang Raz sambil terpental ke belakang.

“Hey Sialan! Hati-hati kalau berlarian! Lihat di depanmu Bodoh!” Teriak seseorang sedang memaki.

Raz melihat ke depan sambil memegangi wajahnya yang sakit, dan betapa senangnya dia saat melihat ada seorang manusia lainnya yang hidup dan berbicara.

“Apa yang kau lihat?! Apa kau tahu, kau itu mengganggu konsentrasiku!!” Lanjut pria itu memarahi Raz.

Pria itu masih muda sekitar umur 23-25 tahun, memakai helm dan baju zirah berwarna silver, memakai pedang di tangan kanan dan perisai di tangan kiri, seperti sedang ber-cosplay ksatria di abad pertengahan.

Raz menatapnya dan mulai tersadar dari fokusnya, saat terdengar betapa bisingnya ditempat itu. Dia melihat sekelilingnya,  dia berada di sebuah padang rumput terhampar tidak cukup luas. Dibatasi tepian jurang langit di sisi-sisinya.

Suara bising yang dia dengar adalah suara pedang yang saling bertabrakan dan para pemakai zirah silver ada dimana-mana. Dan yang paling membuat dia kaget hingga mengabaikan makian dari pria itu adalah apa yang ksatria-ksatria berzirah itu lawan.

Yang mereka lawan adalah seekor lizardman yang sering ditemui dalam game-game fantasi. Seekor kadal berwarna hijau seukuran manusia dewasa, memakai zirah half plate, dan sebagian dari  mereka membawa tombak kapak.

Sengitnya pertarungan antara dua ras itu membuat pikiran Raz semakin tidak bisa menerima semua logika tersebut. Dia hanya diam terpaku melihatnya, sampai akhirnya pria yang marah itu menarik kerah bajunya dan memaki dia kembali.

“Kau dengar tidak sialan?! Sombong sekali kau! Minta maaf atau akan aku hajar kau!”

Raz yang tersadar dari lamunannya dan tidak tahu apa yang dia katakan, dengan refleks dia mengikuti apa yang diminta pria itu.

“Ya ... iya ... Aku minta maaf” Jawab Raz dengan bingung.

“Kita akan selesaikan ini lagi nanti, Jangan pikir kau bisa lepas hanya karena permintaan maaf!” Ancam pria itu.

Kemudian pria itu melepaskan genggamannya dari kerah baju Raz, dan pergi menjauh darinya.

Tak jauh dia melangkah pergi, tiba-tiba kepala pria tersebut terlempar lepas dari badannya. Kepalanya seperti dipenggal terpisah dengan lehernya. Tubuhnya perlahan terjatuh mengeluarkan darah dari lehernya yang terputus tanpa kepala.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status