Share

9

Mataku terbuka kembali. Kudapati aku di kamar pasien. Sekarang kamu puas sudah membuat luka di kepalaku dan membuatku tidak sadarkan diri?

“Puas sekali rasanya. Masih mau melawanku? Bagaimana kekuatanku?”

Sudah, aku cukup tidak mau melawanmu. Aku kapok, kenapa kamu memilihku? Kamu bisa merasuki orang lain kan?

“Ada sesuatu yang membuatmu cocok. Ngomong-ngomong, kamu tidak mau keluar dan berjalan-jalan? Sekaligus bantu aku mengamati kehidupan manusia di sini dong.”

Bayangannya masuk ke tubuhku lagi. “Nih aku kasih kekuatanku. Badanmu perlahan akan sama seperti kaumku.”

Kaummu?

Perlahan-lahan aku merasakan tenagaku berubah dan badanku ringan sekali. Aku menuju jendela kamarku dan melompat keluar. Aku mendengan tembok bawah jendela sebagai tumpuan untuk meloncat.

Hebat! Kaummu kaum apa? Aku semakin penasaran juga. Aku kamu peri hutan?

“Entah.”

Saat berada di atas atap ruko. Aku melihat banyak para prajurit segera menuju ke arah jalan menuju ke atas. Aku melompat lagi ke bangunan satunya lagi dan mengikuti mereka. Aku menghampiri mereka dan mencoba menyentuh salah satu pundak mereka.

Tapi tiba-tiba tanganku menembusnya. Kenapa? Aku sudah mati kah? Ini rohku yang berkeliaran? Pantas saja daritadi aku merasa ringan.

“Kekuatanku ini, kamu masih hidup. Abadi malah,” jawab bayangan itu keluar dari tubuhku. “Saat ini kita tidak terlihat sama sekali oleh mata manusia biasa.”

“Oh. Pantas, aku ingin ke atas.” Aku menembus mereka dan mendahului mereka ke atas. Yang kulihat  di atas semuanya sangat siaga. Mereka semua memakai senjata mereka dan berpakaian lengkap dengan pelindung mereka.

Aku mengikuti mereka hingga mereka sampai. Kulihat mereka sedang bertempur bersama mutan dan makhluk aneh lainnya. Aku memanjam dan melompat ke salah satu bangunan tinggi. “Kamu bisa menjelaskan ini?”

“Hukuman manusia merusak Bumi.” Jawabannya. “Inilah hukuman mereka karena tidak merawat Bumi.”

“Kenapa? Ada juga manusia yang selalu berusaha merawat Bumi.” Balasku. “Terlepas mereka banyak yang merusak juga.”

“Ah makhluk raksasa apa itu!” aku melihat makhluk raksasa setinggi 4 meter di hadapanku. Mereka sedang menerima tembakan dari seseorang di bawah. Aku segera menghampirinya. “Madania! Serta teman-temannya dalam bahaya!”

“Ayo kita tolong!” seruku pada bayangan ini.

“Kenapa? Toh ini hukuman mereka. Kenapa harus peduli pada mereka?”

“Aku mohon. Manusia ada yang merusak, tapi ada yang pantas untuk dibantu!” kataku.

“Selama kamu belum menemukan kubus lainnya. Kekuatanku akan berefek buruk pada dirimu.”

“Tidak peduli. Yang penting aku menyelamatkan mereka.” balasku.

Tiba-tiba aku terdampar di tempat lain lagi. Hanya ada bintang di atasku, ada pohon besar itu lagi dan wanita itu tidak ada di sini. Tempat ini, ya aku pernah berada di sini. Kejadian di kuil lebih tepatnya.

Aku tidak tahu dan sadar apa yang terjadi di sana. Lalu kenapa di atasku ada beberapa bintang yang disilang dan dilingkari? Lalu apakah titik bola biru yang dilingkari ini Bumi? Bukan pastinya, Bumi besar kan? Tidak mungkin sekecil ini.

Lalu di bawah pohon itu apa ya? Akarnya banyak yang menyala, apakah aku sopan bila menyentuhnya seenak jidat? Tapi daritadi di sini tidak ada orang. Hanya aku sendirian berada di sini.

Aku berjongkok, kemudian menyentuh salah satu akarnya. Tiba-tiba aku terlempar di dalam sebuah parit. Ada beberapa prajurit yang berpakaian seperti prajurit pada waktu PD 1. Aku menyentuh mereka dan tanganku tembus begitu saja.

Apa ini? Kenapa kepalaku sakit sekali melihat mereka bertempur dan saling bunuh satu sama lain? AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!

Aku kembali lagi ke bawah pohon. Hah, hah, hah, sakit. Apa itu tadi? Kenapa bisa begitu? Aku tidak bisa memproses apa yang barusan terjadi.

Aku terdiam dan menggigil ketakutan. Rasa sakit yang kuterima setelah melihat mereka saling bunuh membunuh tadi sangatlah hebat.

Clash!

Sial. Aku tidak sengaja menyentuh salah satu akar lagi. Aku tiba-tiba terlempar di suatu tempat. Tunggu dulu! Tempat ini familiar bagiku! Ada banyak orang di kurung di sini. Lalu itu diriku?!

Pemandangan yang kulihat kini adalah di mana diriku diintrogasi dan dilecehkan. Kepalaku sakit lagi, ini kenangan hidupku? AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!

Tiba-tiba aku tertarik keluar. Wanita dalam wujud bayangan itu membakar akar yang aku sentuh tadi. Lalu kenapa tadi kepalaku sakit?

“Hampir saja kamu bisa tewas di sini. Tubuhmu hanya tubuh manusia biasa sekarang. Kamu masih belum kuat menanggung ini bersamaku.”

“Kamu perlu menemukan kubus lainnya. Supaya aku bisa menjadi diriku yang utuh. Ada yang ingin kamu tanyakan?”

Sebuah tangan bayangan memegang kepalaku. Perlahan rasa sakit yang kuterima tadi menghilang. “Banyak yang ingin kutanyakan. Siapa kamu? Lalu tempat apa ini?”

“Entahlah. Aku sendiri juga tidak tahu. Yang kutahu aku benci manusia. Aku punya suatu tugas penting di sini. Entah apa itu tugasnya. Aku melupakannya, yang hanya dipikiranku adalah menemukan manusia yang bisa kurasuki.”

“Setelah merasukiku apa yang kamu inginkan?” tanyaku.

“Temukan bagian tubuhku yang lain. Supaya aku bisa menjadi diriku sendiri. Kubus-kubus itu berisi potongan tubuhku.” Jawabnya. “Lalu aku bisa menggunakan wujudku sendiri.”

“Di mana aku harus mencari lokasi kubus-kubusnya?” tanyaku lagi.

“Aku tidak tahu. Terlalu lama mengembara mencari manusia yang dapat kurasuki sudah membuatku lupa.” Jawabnya.

“Mari berteman kalau begitu. Pinjami aku kekuatanmu. Lalu akan membuatmu mengubah pandanganmu tentang membenci manusia.” Aku mengulurkan tanganku. “Lalu akan kubantu sekuat tenaga mencari kubus-kubus itu.”

“Aku juga penasaran wujudmu seperti apa nanti.” Aku tersenyum kepadanya. “Aku janji akan membantumu sampai mendapatkan semuanya.”

“Coba saja kalau bisa. Tapi sebelum itu bisakah kita bertukar? Misalnya satu hari kamu di sini. Aku pakai tubuhmu?” balasnya.

“Tidak mau. Aku hanya mengijinkanmu memakai tubuhku kalau darurat saja.” jawabku.

“Mau memanfaatkanku? Bertolak belakang dengan apa yang kamu katakan padaku untuk mengubah pandanganku tentang umat manusia.” Dia tiba-tiba memegang tanganku dan menyentuh salah satu akar dari pohon ini.

Kami berpindah tempat dan muncul melayang di langit. Di bawah kami, sedang terjadi pembalakan hutan secara besar-besaran. Hutan dan satwa mulai dibunuh dan dihilangkan. “Manusia sangat baik ya.”

“Ya, sangat baik. Lalu apa tujuanmu mengajakku melihat penebangan- oh. Aku tahu kamu sedang sarkas.” Balasku. “Mari kita hentikan! Jangan diam  di sini!”

“Tidak ada gunanya. Ini adalah memori Bumi. Seperti rekaman ulang. Bumi kesakitan berkat ulah kalian.” Bayangan itu menarikku turun.

Anehnya entah kenapa aku merasakan dari pohon-pohon ini rasa amarah dan balas dendam. “Tolong jelaskan kepadaku. Apa hanya ini yang membuat Bumi kesakitan?”

“Tidak juga.”

Kami berpimdah lokasi lagi.  Kali ini pada salah satu kamp tahanan perang. Kami menyaksikan penyiksaan brutal terhadap sesama manusia dan pembunuhan. “Ini juga termasuk. Lihat, kuharap kamu paham mengapa aku benci manusia.”

“Dari awal seharusnya penciptaan kalian dihilangkan saja.” katanya.

“Apa kamu salah satu dewa?” tanyaku.

“Entahlah. Aku tidak tahu.” Jawabnya dan membawaku keluar dari sini. Kami kembali lagi ke bawah pohon.

“Pasti Bumi ini memiliki kenangan baik juga kan tentang manusia?” tanyaku. “Pasti ada di salah satu akar ini.”

“Sudah cukup. Saatnya kamu ke tubuhmu.”

PATS!

Mataku terbuka kembali di dunia nyata. Sedang hujan deras dan aku menemukan diriku terbaring di pangkuan seseorang menggunakan helm besar dan tebal. Aku melihat ke atasku, rintik hujan terus menerus jatuh ke mukaku. Aku mencoba duduk dan melihat sekitarku.

Demi apa tiba-tiba di sekelilingku penuh dengan pohon menjulang tinggi dan banyak satwa dan tumbuhan? Banyak prajurit lain yang terpana dan terdiam melihat pemandangan ini. “Apa yang terjadi?”

“Kamu berutang budi padaku. Sekarang aku mau istirahat dulu.” Sang bayangan muncul di hadapanku. Kemudian masuk tubuhku lagi. Aku masih belum mengerti apa yang terjadi setelah aku membiarkan tubuhku dikendalikan olehnya.

Orang berhelm tebal tadi memelukku dengan erat dan membuka helmnya. “Kamu hebat Atma. Tidak kusangka kamu menghabisi semua mutan tadi dengan kekuatanmu.”

“Madania?” tanyaku begitu melihat orang di balik helm adalah dia. “Apa yang terjadi. Aku tidak tahu apa-apa. Aku baru membuka mataku dan semuanya menjadi hijau dan segar kembali.”

Roger menghampiriku dan menepuk pundakku. “Bagus sekali, kini dengan tembok dari pohon tebal ini para mutan tidak akan bisa menerobos masuk. Lalu kamu juga membuat kami menghirup oksigen segar tanpa teracuni secara langsung.”

“Ah seperti ini rasanya oksigen murni tanpa penyaringan!” Roger kemudian pergi meninggalkan kami berdua. Aku masih belum paham apa maksudnya.

Hujan ini pun belum berhenti. Dari bawah tanah terdengar suara bergemuruh dan pohon segala macam mulai tumbuh menembus aspal. Sebuah pohon besar muncul dan menerobos sebuah bangunan tua yang mau runtuh.

“Aku masih perlu seseorang menjelaskan kepadaku apa yang terjadi.” Kataku dan mengadahi air hujan di telapak tanganku. “Tapi air ini memang terasa segar dan sejuk sekali.”

“Air murni dari alam langsung. Dan ajaibnya air ini bebas racun. Apakah era Bumi akan kembali seperti dulu sudah hadir?” tanya Madania dan langsung meminum air hujan di tanganku.

Sebuah helikopter datang di atas kami dan menurunkan dua buah tali. Kak Vina turun bersama para pengawalnya. Wajahnya nampak tidak bahagia sama sekali dan kelihatan cemas. Dia memelukku dengan erat.

“Bodoh.” Katanya. Kemudian dia beralih pada Madania. Setelah mengatakan beberapa kata pada Madania. Madania meninggalkanku dan bergabung bersama prajurit yang lain. Kakakku memelukku dengan erat lagi. “Pegangan yang erat.”

Dia menempelkan sebuah alat ke talinya dan kami tertarik ke atas helikopter. Dia menyuruhku duduk duluan dan memasang sabuk pengamanku. Beberapa pengawalnya juga naik dan menepuk pundakku dengan bangga. “Era kehancuran Bumi selesai. Akhirnya Bumi bisa kembali seperti semula.”

“Kenapa kalian berkata seperti itu?” tanyaku dengan heran. Kemudian aku melihat sekelilingku.

Sejauh mata memandang semua penuh dengan pemandangan yang hijau. Seorang prajurit memberi peta yang bersumber langsung dari siaran langsung satelit. “Seluruh daerah di Asia Timur tempat kita, tiba-tiba pulih kembali ke keadaan Bumi dahulu.”

“Ini siaran langsung dari Tokyo, Seoul, Beijing, Kamchatka,” dia menggeser ke samping layar yang sedang kulihat. Benar, semua tempatnya pulih, bangunan hancur, dikembalikan ke asalnya. Yang dahulunya rawa-rawa kembali menjadi rawa. Tempat yang dulunya hutan rimbun yang ditebang oleh manusia kembali lagi penuh dengan hutan. Salju kembali memutih dan muncul kembali es yang menutupi sungai dan lautan.

Padang pasir di Mongolia kembali pulih tanpa tercemari radiasi. Kakakku tampak sibuk menjawab sebuah panggilan. Dia khawatir dan cemas sembari menjawab panggilan itu. Aku tidak tahu apa yang ia pikirkan. Kenapa ia tidak bergembira seperti yang lainnya.

“Tunggu aku masih bingung. Apa yang terjadi.” Kataku.

Kakakku tersenyum dan memberi sebuah permen. Kemudian mengisyaratkan kepadaku untuk memakannya. Aku turuti saja isyaratnya. Lagi pula aku sudah kelaparan juga.

Sebelum aku sempat memakan permen pemberian dari kakakku ini. Hidungku mengeluarkan darah, aku merasa lemas dan tidak kuat lagi. Aku menutup mataku dan tiba-tiba aku berada di tempat lain tadi.

“Bagaimana kekuatanku? Masih meremehkanku? Ini belum seberapa jika semua kubusnya lengkap,” tanya bayangan itu.

“Kamu membuatku tidak sadarkan diri hanya untuk bertanya itu?” tanyaku dan duduk di tempat ini. “Setidaknya tidak apa-apa lah, ada kakakku di sana yang merawat tubuh ini.”

“Bukan aku. Tubuhmu sendiri yang tidak kuat menahan ketika menggunakan kekuatanku. Nah sekaligus ini menjadi pembelajaran bagi dirimu agar tidak sering-sering meminta bantuan kekuatanku.” Jawabnya. “Kamu juga harus bisa menjadi kuat sendiri.”

“Aku tahu.” Jawabku dan melihat langit-langit. Aku merebahkan diriku dan menatap langit-langit ini.

“Apa yang kamu lakukan?” tanyanya.

“Mengamati bintang-bintang yang ada di langit ini.” jawabku.

“Oh.” Bayangan itu kembali ke bawah pohon dan mengatur akar-akar pohon. “Aku lupa bilang. Kalau kamu berhasil menemukan semua tubuhku. Akan kukembalikan ingatanmu sebelum aku rasuki.”

“Ha?”

PHATS!

Aku kembali ke dunia nyata lagi. Kali ini aku terbangun di sebuah ruangan yang mewah. Di tanganku terdapat infus lalu aku dapati kembali aku mengenakan baju pasien lagi. Ini pasti bukan di rumah sakit.

Perapian yang menyala dan hangat, ada sebuah sofa panjang dan besar di depannya. Sebuah meja yang nampaknya meja kerja di depan jejeran rak-rak buku panjang yang menggandakan tembok ruangan ini. Aku berdiri dan melangkah dan menuju meja itu.

Aku sentuh kursinya dan masih hangat. Komputer di atasnya juga hangat tapi layarnya mati. Seseorang pasti berada di sini. Kakakku? Atau orang lain. Di ruang bawah tanah B3 tidak ada seperti ini. Entah ini ada di mana aku tidak tahu. Benar-benar tidak tahu pula aku dibawa ke mana.

Ada sebuah buku yang menarik perhatianku. Buku tebal dan nampak tua berada di meja kerja ini. Aku mengambilnya dan membaca judulnya. “Diva Gaia: Kebaikan Bagi Bumi atau Kehancuran?” aku bawa buku itu ke depan perapian dan mulai membuka halaman pertamanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status