Share

8

Suara doa ini semakin dekat! Rombongan ini penyebabnya ternyata. Aku harus mencari tahu kepada mereka. Kenapa suara doa mereka bisa terdengar di dalam kepalaku?

“Karena diriku.”

Lagi-lagi suara wanita ini. Apa sih maumu? Jangan ganggu kehidupanku.

“Tanpa diriku kamu sudah mati dimakan mayat hidup dan mutan. Ditangkap lagi oleh Sovyet tahu. Oh ya, aku sekarang bisa nampak tipis di hadapanmu.”

Sebuah kabut terbentuk di hadapanku. Membentuk figur seorang wanita. “Bagaimana? Kamu masih kurang 3 kubus lagi untuk memberiku kekuatan menjadi manusia dan tidak mengganggu pikiranmu.”

“Ah kamu. Terima kasih kalau begitu. Apakah aku harus mengikuti orang-orang dengan doa itu?” tanyaku padanya.

“Hmm. Aku juga tidak tahu, selama 15rb tahun aku hidup. Baru kali ini aku lihat mereka.” Jawab kabut itu.

“Kalau begitu aku akan mengikuti mereka dan bertanya-tanya kepada mereka. Keberuntungan berpihak pada mereka yang berani!” balasku. Kabut itu masuk ke dalam tubuhku lagi.

“Aku juga penasaran cepat ke sana.”

Oke. Saatnya mengikuti rombongan itu dan-, Madania menangkap pundakku. Dia tampak terengah-engah. Sepertinya dia tadi mengejarku dan berhasil menyusulku.

“HAH! Cepat sekali larimu.” Katanya. “Mau ke mana? Jangan ikuti mereka! Hah... .”

“Manusia lainnya. Lemah dan tidak berdaya. Siapa manusia ini?” tanya kabut itu dan keluar dari tubuhku.

Aku mengabaikan pertanyaannya dan memberi Madania air minum. “Kenapa tidak? aku mau tanya sesuatu soal doa di-.”

BRUK.

Aku jatuh ke tanah, kulihat kabut itu mendekati wajahku. “Berani sekali mengabaikanku. Rasakan kamu akan tidak sadarkan diri selama 1 jam ke depan.”

Pandanganku semakin menggelap. Kenapa? Kamu ini kenapa?

***

Eh Atma kenapa kamu tiba-tiba pingsan? Aku menyeretnya ke dekat kursi taman dan mengangkatnya dan menaruh kakinya pada kursi taman. Kutelepon ambulans dan Komandan Vina soal kondisi adiknya. Haruskah aku beri CPR?

Ah benar, ingat kursus pertolongan pertamamu Madania! Kamu mendapat nilai tinggi pada pelajaran ini. Masa aku sudah lupa cara menolong orang pingsan?

Gawaiku kurasa masih ada materinya! Syukurlah masih ada berkas digital catatanku. Em, semua yang kulakukan sudah benar. Tinggal menunggu ambulans tiba, bila tidak segera tiba aku harus memberinya napas buatan kan?

Tunggu dulu!

Itu berarti aku memberikan ciuman pertamaku pada dia? Ah tidak! Aku hanya mau memberikannya pada orang yang aku cintai! Tapi ini kan situasi darurat Madania!

Sudah 3 menit dia tak bangun. Kuperiksa denyut nadinya, dan napasnya. Tidak ada! Berpikir Madania kamu harus segera memberinya napas buatan. Tapi ciuman pertamaku nanti hilang dan kuberikan padanya! Ahahahaahahahh! Aku pusing, persetan!

Ketimbang dimarahi Komandan Vina atau mungkin dibunuh karena adiknya tewas gara-gara tidak mendapat pertolongan pertama! Persetan dengan hal ciuman pertama! Sampai jumpa impian di buku harianku.

Aku memberi Atma napas buatan. Aku tidak bisa meminta orang lain untuk memberinya napas buatan. Karena situasi sekarang sepi karena semua orang menuju rombongan yang berdoa itu. Ambulans pasti juga kesusahan.

Ayo sadarlah, paling tidak bernapaslah! Ambulans tiba  tepat di saat Atma membuka matanya. Raut muanya terkejut melihatku yang sedang memberinya napas buatan. Aku menghentikan napas buatanku. Dia mencoba untuk terbangun. Tapi aku melarangnya, petugas medis memeriksanya lebih lanjut.

“Pertolongan pertama yang bagus dan tepat. Temanku tadi kenapa?” tanya seorang petugas medis padaku.

“Entah. Tiba-tiba jatuh sendiri dan pingsan begitu.” Jawabku jujur.

“Apakah dia ada riwayat penyakit dan sebagaimana lainnya?” tanyanya lagi.

“Aku tidak tahu. Kami baru saja bertemu dan menjadi 2 hari yang lalu.” Jawabku.

“Untuk saat ini akan kami bawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.” Kata petugas itu. “Kamu bersedia menemaninya?”

“Sebentar lagi kakaknya akan sampai ke sini.” Kataku. “Kakaknya pasti sebentar lagi sampai.”

Sebuah sepeda motor dengan pengemudi berpakaian hitam-hitam datang. Helmnya dia lepas dan menunjukkan raut muka khawatir dari Komandan Vina. Dia melihatku dengan penuh ancaman. Mampus tamat sudah diriku.

Komandan Vina berlari menuju diriku. Dengan cepat kerah bajuku ia cengkram dan diangkatnya ke atas. “Apa yang terjadi pada adikku? Kamu aku suruh menjaganya sudah seperti ini.”

“Bukan salahku! Adik Anda tiba-tiba pingsan sendiri!” kataku membela diri. “Lihat saja pada cctv sekitar sini.”

“Jelaskan kronologinya lengkap!” Komandan Vina semakin meninggikanku. Hek!

“Tu-turunkan dulu!” pintaku.

“Adik Anda ada di rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Ini kartunya untuk menjenguk,” kata petugas medis yang melihat kami dan pergi.

Komandan Vina menurunkan diriku. Tangan kirinya bersiap-siap mengambil tongkat kejutnya di bagian pinggang kanannya. “Nah jelaskan. Lengkap dari jam, menit, detik, milidetiknya.”

“Kalau dari penilaianku ini salahmu. Bersiap-siaplah,” Komandan Vina kini mengacungkan tongkat listriknya dan menyalakannya di hadapanku.

Aku menjelaskan semuanya dengan jujur. Komandan Vina meninggalkanku begitu saja. “Rahasiakan kejadian dia mendengar doa. Kamu boleh pulang, aku akan mengantarkannya ke sana nanti saat dia pulih.”

Ngomong-ngomong aku baru saja ingat sesuatu. Ketika melihat Atma tidak sadarkan diri tadi, aku teringat bahwa kejadian di kuil dalam air terjun masih terekam dan belum aku pindah maupun aku serahkan.

Dengan segera aku kembali ke asrama dan menemukan hanya beberapa rekanku yang lainnya masih terbangun dan minum-minum. “Serius? Kalian minum di saat kalian besok dapat giliran berjaga di atas?”

“Kami besok libur Madania. Giliran kamu dan timmu besok.” Jawab Lidia. “Mau bergabung?”

“Tidak. Aku harus beristirahat.” Kutempelkan sidik jariku di papan absensi asrama. Setelah kupastikan tanda kehadiran di asramaku berubah hadir. Baru aku masuk ke dalam kamar. Kunyalakan komputerku, aku tahu komputer yang ada di sini diawasi. Aku merubah komputerku di sini ke jaringan yang lebih aman dan terenskripsi dengan kuat.

Alasannya aku tidak ingin seorangpun tahu tentang apa yang aku cari dan telusuri di internet lah! Sekarang di mana aku menaruh adaptermya? Eh tunggu!

CKRACK!

Ah sial, aku menginjaknya dan menghancurkannya. Terpaksa harus beli lagi besok, atau beli sekarang ya? Aku masih belum terlalu mengantuk sih. Besok saja lah, hari ini istirahat dulu terlalu banyak hal gila yang terjadi.

Mandi sebelum tidur boleh juga. Menyegarkan pikiran dan badan supaya segar saat mandi. Saat melepas pakaianku dan hendak masuk kamar mandi. Sirene berbunyi, segera kupakai kembali pakaianku dan keluar kamar. Roger dan Vivian beserta rekan-rekan kami yang lainnya bersiap-siap.

“Nah kalian menyesal kan karena mabuk!” kataku pada teman-temanku yang mabuk.

“Jangan khawatir, mabuk pun kami masih bisa menembak.” Jawab mereka.

Setelah bersiap kami segera menuju gudang senjata di atas. Sirene berbunyi 8 kali panjang berarti ada gerombolan mutan yang berhasil menerobos masuk hingga ke zona oranye permukaan. Zona oranye adalah zona terdepan sendiri setelah kubah perlindungan.

Roger tampak berbicara dengan seseorang di alat komunikasinya. “Oke dengarkan padaku, kita datang sebagai bantuan bagi garnisun 54 yang terjebak dalam kepungan mutan dan mayat hidup. Saran perlengkapan, pakai yang dapat menembus kulit tebal mutan dan sesuatu yang bisa membakar.”

“Kita gunakan formasi campuran, Madania kamu gunakan senapan penyembur apinya. Karena Vivian jarinya sudah sembuh dia bisa pakai senapan runduk lagi.” tambahnya.

Mendengar perkataan Roger. Kami tiba dan berlari ke gudang senjata untuk mengambil perlengkapan kami. Aku mengambil kartu pengambilan senjata penyembur api. Kutukarkan kartu itu ke sebuah mesin pengambil senjata berat. Tak lama sebuah lift terbuka, di dalamnya lengkap senjataku dan baju pelindungnya.

“Aku jadi tanker kalian hari ini?” tanyaku pada teman-temanku. “Berat tahu jalan pakai baju seperti ini.”

“Sudahlah, memang posisimu yang utama kan tanker.” Jawab Roger. “Berkat kamu kita tidak jalan kaki ke medan depan. Satu APC menunggu kita di pool kendaraan.”

“Baiklah.” Jawabku sambil memasang dan menarik kancing tarik baju pelindung terakhirku. Aku sinkron kan durabilitasnya dengan jam tangan monitorku. Masih 100% dan kuat, berarti ini baju pelindung baru.

Kuambil dua tabung di hadapanku dan keluar duluan. Kupasangkan tabung itu dengan alat penyembur apinya. Kemudian pengamannya aku nyalakan, supaya nanti di kendaraan tidak sengaja menyala dan membakar teman. Aku segera menuju pool kendaraan dan sebuah konvoi APC ada di sana.

Roger melapor pada pimpinan pasukan tambahan ini. Sementara kami masuk ke dalam APC kami. Tak lama Roger masuk dan kami berangkat. Sekitar 20 menit kemudian, kendaraan kami berhenti.

“Gerombolan mutan di depan! Maaf kawan, kalian harus jalan kaki dari sini. Kabar baiknya APC kami ada kubah senapan mesinnya. Seseorang dari kalian gunakan itu, sisanya turun!” ucap supir kami.

Sebagai tanker mereka, aku memakai helm pelengkap baju pelindungku. Roger membuka pintu belakang APC, aku turun dari tempatku duduk. Untung aku wanita kuat, baju ini memang berat sekali. Tapi sepadan dengan perlindungan yang diberikan.

BRAK! JLEG! JLEG!

Aku maju ke depan dan melihat gerombolan mutan sedang menyerbu ke arah kendaraan kami. Apakah zonanya berhasil ditembus? Suara senapan mesin di atas APC terdengar dan mulai menembaki para mutan. Aku menyalakan penyembur apiku dan membakar mutan yang mendekat.

“Bakar mereka Madania!” seru Roger dari belakangku.

“Squad 9-2 di mana kalian?” tanya seseorang di saluran komunikasi kami. “Cepat kemari sebelum kami tewas! Tanker kami tewas menghadapi mutan tipe baru!”

“9-2-3 di sini. Kami mendekati posisi kalian, dua blok jauhnyaada gerombolan mutan menyerang kami.” balasku. Mutan-mutan di hadapanku menjadi abu, aku merangsek maju dan membakar mereka yang mau mendekati ku.

Roger dan tim lainnya mengekor di belakangku. “Aku akan maju dan menabrak gerombolan itu dan membuka jalan. Perhatikan tembakan kalian!”

Aku mengaktifkan penguat pelindung dan mulai berlari ke depan. Aku hempaskan semua mutan yang di hadapanku. Lalu membakar mereka, Roger dan rekan satu tim mulai menembaki dari garis aman. Sungguh mulia sekali posisi sebagai tanker.

Aku menjadi tameng bagi mereka di sini sendirian. Entah masih bisa hidup atau tidak setelah pelindungku rusak. Sialnya waktu di akademi skorku paling tinggi sebagai tanker. Sisanya hanya biasa-biasa saja.

Terdengar suara langkah yang berat. Apa ini? Dari kejauhan kulihat bayangan sosok besar. Perlahan-lahan mendekat, juga satu tim yang mundur.

“Squad 9-2 ke Squad 52-1 apakah kalian itu yang mundur?” tanya Roger melalui saluran komunikasi. “Jaga lini pertahanan atau kami akan menembak mati kalian!”

“Persetan! Segerombolan mutan berukuran raksasa menuju posisi kami! S-15 menyuruh kami semua mundur ke zona berikutnya!” jawab ketua tim mereka.

Vivian menggunakan teropongnya dan terdiam. “Oh tidak, demi Gaia. Makhluk apa lagi itu. Kita harus mundur juga!”

Roger mengambil teropong dari Vivian dan terkejut apa yang ia lihat melalui teropong itu. Makhluk setinggi 4 meter, dengan 6 tangan dan satu mata besar sebagai kepalanya. “Oh sial. Keberuntungan kita habis sekarang.”

“Ada apa?” tanyaku. “Hei jawab!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status