Share

Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR
Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR
Penulis: Pein

Bab 1

Penulis: Pein
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-21 18:11:45

Beberapa ribu tahun sebelum Abad 20 ....

Terdengar suara genderang perang di tabuh dari pasukan kerajaan Barat. Seluruh prajurit berteriak dengan keras, mengacungkan tombak dan pedangnya, berlari menyerbu ke arah musuh.

Dua pasukan kerajaan besar Timur dan Barat Austronesia saling membunuh satu sama lain demi mendapatkan kemenangan untuk kerajaan masing-masing.

Seorang panglima perang dari kerajaan barat yang gagah mengayunkan pedangnya tanpa lelah, ia terus bertempur tanpa mengenal waktu.

Kerajaan Timur pun tunduk kepada kerajaan Barat, hingga terciptalah sebuah perjanjian yang dipimpin langsung oleh beberapa Raja berpengaruh didunia, perjanjian perdamaian dan Panglima Perang kerajaan barat lah yang menjadi simbol perdamaian tersebut. Karena pada saat itu ia orang yang paling ditakuti dan segani.

Hari demi hari terus berlalu setelah perjanjian perdamaian tersebut, hingga pada suatu saat sebelum kematiannya, seorang Dewa agung mendatangi panglima perang tersebut dan memberitahunya kalau dia akan di angkat kekayangan untuk menjadi Dewa Perang.

Namun, sayangnya setelah mendapatkan pemberitahuan tersebut, beberapa Dewa yang tidak setuju dengan keputusan Dewa Agung, merencanakan pembunuhan kepada sosok Panglima perang tersebut.

Hingga akhirnya Panglima perang pun tewas mengenaskan tanpa ada yang tahu siapa yang telah membunuhnya.

Hari itu seluruh Kerajaan berduka, walaupun ada beberapa orang yang senang mendengar kematian sang Panglima perang. Karena merekalah cikal bakal para manusia kotor di jaman modern.

***

Sepuluh ribu tahun kemudian ....

Bug! Bug!

Ampun ... ampun ....

Di sebuah gang kecil, terlihat seorang mahasiswa sedang tidak berdaya di pukuli beberapa Preman. Terdengar ia meminta ampunan dengan suara tidak berdaya.

Pemimpin Preman yang memukuli Mahasiswa tersebut menyuruh bawahannya berhenti, ia menjambak rambut pria tersebut hingga mendongak menatapnya dengan wajah yang sudah babak belur, bahkan ada darah yang keluar dari mulutnya.

Pemuda yang dipukuli tampak sudah tidak berdaya lagi, ia menangis memohon ampunan agar dilepaskan oleh pria tersebut.

"Tolong ampuni aku ...." pintanya sambil berlinangan air mata.

Pemimpin preman menyeringai. "Mengampunimu? Apa kamu tahu kesalahanmu?"

Pria itu menggelengkan kepalanya, "tolong maafkan aku, apa pun salahku ...."

"Kesalahanmu sangat fatal, karena berani mendekati wanita Tuanku! Sekarang kau sudah tahu salahmu, 'kan?" tanya pemimpin preman sambil tersenyum penuh arti, menghempaskan Mahasiswa tersebut, "patahkan tangan dan Kakinya!"

"Baik Bos!" jawab bawahan Preman.

Mahasiswa tersebut tentu saja ketakutan, ia berteriak meminta tolong sangat keras ketika bawahan preman mulai memegangi tangan dan kakinya untuk di patahkan.

"Tolong jangan ...." mahasiswa tersebut merengek sambil menangis, sampai terkencing-kenncing di celana.

"Hei! Apa kalian tidak malu mengeroyok orang lemah?!" tegur seseorang tiba-tiba saat para preman akan mematahkan kaki Mahasiswa tersebut.

Para preman sontak saja menoleh ke belakang, terlihat seorang pemuda tampan mengenakan pakaian rapi sedang berdiri sambil memegang sebuah buku dengan satu tangan di masukkan ke saku.

Pemimpin Preman mengerutkan keningnya, ia melihat pemuda tersebut dari atas sampai bawah, dari pakaiannya ia sangat yakin kalau pemuda tersebut merupakan orang kaya.

"Pergilah, aku tidak ada urusan denganmu!" Pemimpin Preman mengibaskan tangannya, mengusir pemuda tersebut.

Pemuda itu memutar bola mata malas. "Ayolah ... kenapa harus melawan yang lemah, jika ada orang yang kuat di sini."

Pemimpin Preman yang tadinya akan mengabaikan pemuda tersebut mengernyitkan dahi, ia menatap pemuda itu dengan seksama, kemudian tertawa. "Hahaha ... lebih baik kamu belajar saja, agar menjadi pewaris yang baik, sana pergi!"

Swuzz

Buku yang dipegang pemuda tersebut dilemparkan sangat cepat, melesat ke samping pria tersebut hingga sampul buku menyayat pipinya dan ....

Duak!

Buku tersebut menancap didinding jalan buntu, terlihat retakan-retakan dari sela-sela buku yang menancap di sana.

Pemimpin Preman menelan ludah, ia langsung jatuh terduduk, pipinya yang tergores sampul buku mengeluarkan darah.

"Bos!" seru para bawahannya yang tadi tertegun sejenak melihat buku yang menancap didinding.

Mereka memapah bosnya agar berdiri, pemimpin Preman mengepalkan tangannya, merasa dirinya telah dipermalukan oleh pemuda tersebut dihadapan para bawahannya.

"Hajar dia!" perintahnya langsung.

Pemuda itu yang mendengar perintah dari pemimpin preman tersenyum penuh arti. Para preman langsung menyerangnya secara bersamaan, tetapi pemuda itu masih diam ditempatnya.

Haaa!

Teriak para preman melesatkan pukulan ke pemuda tersebut secara bersamaan.

Swut

Bug! Bug! Bug!

Terdengar suara pukulan demi pukulan, bukan pemuda tersebut yang terkena pukulan, melainkan para Preman yang dihajar oleh pemuda tersebut.

Swut

Duak

Ugh!

"Ups ... sorry," ucap pemuda tersebut ketika tendangannya mengenai benda sakral salah satu preman.

Haa!

Preman lainnya membawa sebuah kayu balok untuk memukul pemuda tersebut dari belakang.

Duak!

Kayu balok ditendang pemuda tersebut sampai patah, sontak saja preman yang membawa kayu balok tertegun sejenak sambil menelan ludah, tidak percaya apa yang di lihatnya.

Swut

Pemuda tersebut melesatkan tendangan memutar dan menghentikannya ketika akan mengenai kepala preman yang membawa kayu balok, angin berhembus dikepala preman.

Brug

Preman tersebut langsung jatuh pingsan karena saking terkejut dan takutnya. Pemuda itu hanya tersenyum menurunkan kakinya.

Semua preman sudah bertumbangan di tanah, mereka meraung kesakitan, bahkan ada beberapa yang pingsan.

Pemimpin Preman yang tersisa, ia mengeluarkan pisau dan melesat menyerang Pemuda tersebut yang sedang membelakanginya.

"Awas!" teriak Mahasiswa yang tadi dipukuli sedang menonton.

Swuzz

Pemuda tersebut melakukan tendangan kebelakang hingga kakinya berhenti tepat di wajah pemimpin Preman.

Pemimpin Preman seketika langsung berhenti saat melihat kaki pemuda tersebut, ia menelan ludah kembali, tubuhnya gemetaran, pisau yang ada ditangannya jatuh ke tanah dan ia pun jatuh terduduk ditanah.

Pemuda tersebut menurunkan kakinya, ia menghampiri pemimpin Preman, jongkok didepannya sambil tersenyum.

"Bagaimana? Lebih menyenangkan melawan orang yang lebih kuat, bukan?" tanya pemuda santai.

Pemimpin Preman tidak bisa berkata-kata, wajahnya pucat pasi bertatap muka dengan pemuda tersebut. Tercium bau menyengat dari bawah, membuat pemuda itu menoleh ke bawah.

"Astaga ...."

Plak!

"Sudah besar masih ngompol, tidak tahu malu!" bentak pemuda tersebut dan langsung menamparnya, "bawa pergi bawahanmu, cepat!"

"Ba-Baik!" jawabnya ketakutan dan langsung bergegas pergi, mengajak para bawahannya.

Pemuda itu beranjak dari duduknya, menatap kepergian para preman yang ketakutan sambil saling menatap. Ia pun mengahampiri Mahasiswa yang dikeroyok, mengulurkan tangannya.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya perhatian.

"Emmm ... terima kasih." Mahasiswa itu mengangguk dan meraih uluran tangan si pemuda.

"Tuan Muda!" seru seorang pria paruh baya dengan buru-buru menghampiri pemuda tersebut, "anda tidak apa-apa? Tidak ada yang terluka, 'kan?"

Pria paruh baya itu tampak sangat khawatir, memeriksa seluruh tubuh pemuda tersebut dari atas sampai bawah.

"Ayolah Paman, aku tidak apa-apa," ucap pemuda tersebut sambil menyingkirkan tangan pria paruh baya tersebut dari tubuhnya.

Pria paruh baya menghela napas lega. "Tuan muda, saya sudah bilang, tidak perlu ikut campur masalah orang lain ...."

Pria paruh baya terus berbicara tanpa henti menasehati si pemuda, tetapi pemuda tersebut mengabaikan pria paruh baya, ia mengambil bukunya yang menancap di dinding dan meninggalkan pria paruh baya yang masih berbicara sendiri dan Mahasiswa yang ia tolong.

"Tuan muda tunggu!" Pria paruh baya mengejar pemuda tersebut.

Mahasiswa yang diselamatkan baru teringat tidak tahu namanya, ia berteriak. "Hei ... aku Clinton! Siapa nama kamu?!"

Pemuda yang menyelamatkan mahasiswa tersebut menjawab sembari berjalan.

"Alagar Ruiz!" sahut si pemuda sambil melambaikan tangannya yang memegangi buku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pain Adit
lanjut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 113

    Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 112

    Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 111

    Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 110

    Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 109

    Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 108

    Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 107

    Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 106

    Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D

  • Reinkarnasi Dewa Perang ALAGAR    Bab 105

    Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status