Share

Part 2 : Nyawa Para Nelayan

"Yang mulia Ratu!" Tiba-tiba saja muncul seorang pria dengan pakaian rapi seperti bangsawan Eropa. Seluruh mata pria itu hitam, dengan 2 garis merah menyilang yang bercabang pada setiap ujungnya. Karena tidak menyadari kehadiran pria itu, sang Naga bayang langsung saja melancarkan serangannya ke arah pria itu.

Bruussshh

Angin berhembus sangat kencang karena tendangan sang naga berhasil ditangkis oleh pria itu.

"Siapa kau!? Kenapa bisa masuk kemari!?" Mereka semua terkejut dan segera berdiri sambil mengeluarkan auranya yang sangat besar kecuali Erin sang Ratu Vampir.

"Tenang saja, dia roh panggilan milik Al," ucap sang Ratu Vampir dengan santai dan masih duduk di singgasana. Sang Naga bayang dan para ratu kembali duduk di singgasananya, sedangkan demon itu kembali menundukkan kepalanya.

"Kenapa kami tidak tau sama sekali!? Kamu juga sudah tau kenapa tidak memberitahu kami!?" Nia sang Ratu Peri terlihat marah kepada Erin.

"Bisa masuk kemari tanpa diketahui, berarti memang benar, tapi kenapa bisa menahan serangan Violet!?" Noe sang Ratu Elf melihat ke arah Erin dengan bingung.

"Roh yang berevolusi jadi ras demon? Bukankah seharusnya jadi undead ya?" Noa sang Ratu Es melihat ke arah demon itu sambil memegang dagunya sendiri.

"Memangnya Al mau yang biasa-biasa saja?" Erin.

"Tuan Al telah dibangkitkan kembali!" tanpa basa-basi, demon itu membuat mereka semua terdiam.

"Di mana tuan sekarang!?" Violet sang Naga bayang dengan auranya yang paling besar tiba-tiba saja sudah berada di depan demon itu lagi sambil menarik kerah bajunya.

"Mohon maaf, saya belum mengetahui lokasi Tuan Al," Demon itu masih menundukkan kepala.

"Noe, bagaimana keputusanmu?" Violet melepaskan genggamannya dan melihat ke arah Ratu Elf.

"Sudah jelas! Kerahkan pasukan ASU untuk mencarinya!" Noe segera berdiri lalu menghilang.

____

Kerajaan Buto

Kota raksasa di tengah hutan lebat dan ada bangunan seperti candi besar di tengah-tengahnya.

Wuuuussssh Brukkk

Ada raksasa yang terjun tepat di depan bangunan candi itu. Debu bertebaran, namun anehnya lantai batu yang jadi tempat mendaratnya itu tidak hancur, bahkan tidak retak sedikitpun. Raksasa tadi segera berlari menuju pintu masuk candi, namun pintu masuknya jauh lebih kecil dari badan raksasa itu. 

Crrrrtas 

Listrik mengalir di tubuh raksasa itu dan langsung berubah menjadi seukuran manusia. Walau di bagian luar terlihat seperti bebatuan candi biasa, namun bagian dalamnya sangat megah. 

"Yang mulia Cakil gawat!" Raksasa tadi dengan panik mendekati sang Raja raksasa yang sedang bersantai di singgasana. Raja raksasa memangku kedua Ratunya di singgasana yang tinggi dan besar itu. Tidak hanya para Ratu, namun Rajanya sendiri memakai banyak perhiasan emas.

"Hohoho jangan panik, kalem kalem, jadi ada apa?" Cakil sang Raja Raksasa sambil menenangkan anak buahnya.

"Hamba dapat kabar kalau Raja kegelapan telah bangkit!" Raksasa itu berlutut, melapor kepada Rajanya dengan nafas masih tersengkal-sengkal. 

"Haaaa? Aduh aduh bagaimana ini?" Sang Raja berdiri dan mondar-mandir kebingungan.

"Izinkan saya menarik mundur pasukan yang berada di benua Cora,"

"Ya iya mundur saja, nyawa itu mahal harganya. Jangan sampai mati konyol seperti Victor, si vampir bodoh itu hahaha." Raja Raksasa kembali duduk di singgasananya.

"Baik Yang Mulia, saya permisi." Raksasa itu berdiri dan langsung berlari pergi.

____

Gereja suci kota Cahaya

Kota yang indah dengan bangunan Eropa abad pertengahan. Tepat di tengah kota, ada gereja besar yang digunakan sebagai gereja pusat para penganut Dewi Cahaya. Di dalam gereja yang sangat besar itu, berdirilah sang Pendeta cahaya yang bernama Hiu Hiulus. Sang Pendeta memakai jubah putih panjang dengan songkok yang tinggi di kepalanya.

"Tuan!" Seorang laki-laki berjubah serba hitam bahkan tidak terlihat mukanya berlutut di depan Pendeta cahaya. 

 "Saya mendengar kabar, bahwa Raja kegelapan telah bangkit kembali," ujar pria tersebut. 

"Jauhi benua Cora! Fokus saja penaklukkan benua Danirmala," Hiu Hiulus terlihat santai namun tegas.

"Baik tuan, kalau begitu saya permisi." Pria itu menghilang begitu saja. Setelah bawahannya pergi, Hiu Hiulus langsung lemas lalu duduk.

"Gawat, kenapa iblis itu muncul kembali?" 

____

Setelah matahari terbenam, karena masih penasaran dengan sihir, aku melanjutkan latihanku. Untung saja cahaya bulan saat ini sedang bersinar terang.

"Baiklah, aku akan lanjut latihan." Aku berjalan keluar rumah.

"Masih belum menyerah?" Lia mengikutiku.

"Mana mungkin aku menyerah semudah itu,"

"Baiklah, kalau begitu semangat! Aku mau mandi dulu." Lia kembali masuk ke rumah sambil tersenyum ke arahku. 

"Terima kasih," jawabku dengan muka memerah karena senyumannya. 

"Aduh senyumannya manis sekali, disemangati cewek secantik dia membuat semangatku langsung meluap-luap." batinku bahagia.

....

"Kenapa hanya sihir penafsir saja yang bisa aku gunakan? Ahhhhh membingungkan, apa mungkin mataku ini istimewa?"

"Penglihatan jarak jauh!" Sambil melototkan mataku.

"Wihh berhasil," penglihatan milikku jadi membesar, bahkan semut di tanah sampai terlihat dengan jelas. Setelah itu, aku coba memandangi lautan untuk memastikan seberapa jauh jangkauannya.

"Lebih jauh, lebih jauh, ehh kok awan? Oh iya bumi kan bulat berarti harus dari tempat yang tinggi, andai saja bisa teleport ke atas bukit itu." Saat memandangi atas bukit dan mengimajinasikan diriku berada di sana, tiba-tiba saja aku berpindah di atas bukit itu.

"Seriusan berhasil!? Mantap jiwaa!" Aku memandangi desa nelayan yang berada di bawah bukit lalu memandangi lautan yang luas. Tiba-tiba muncul lagi ide bagus di kepalaku, aku segera melihat ke arah rumah Lia.

"Mata tembus pandang! Penglihatan jarak jauh!"

"Muehehe mari kita lihat Lia sedang apa?" Dengan gabungan dua penglihatan itu, aku bisa melihat dengan jelas Lia yang sedang mandi, bahkan terlihat seperti sedang berada di dalam kamar mandi itu bersama Lia.

"Woohhh, tubuhnya walau masih dalam masa berkembang namun sangat proporsional, kulitnya yang coklat bersih, pinggang ramping, dadanya yang sedang namun bulat dan putingnya berwarna merah muda indah sekali." Aku terpana melihat dia, jelas sekali bahkan saat pertama kali melihatnya, aku sudah jatuh cinta kepada Lia.

"Sudah sudah! Apa yang aku pikirkan!?" Sambil menampar pipiku sendiri, lalu saat aku melihat ke arah lautan, ada gurita besar yang menyerang sebuah kapal.

"Hahh, kenapa gurita sebesar itu!? apa harus aku tolong nelayan itu? Tapi bagaimana? Ahh masa bodoh lah!" Dengan nekat aku berteleport menuju kapal itu.

"Siapa kau? Kenapa tiba-tiba ada di sini?" Para awak kapal itu kaget dengan kehadiranku yang tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka.

"Awas menyingkir dari sana!" seorang pria dengan pawakan tinggi besar penuh otot berteriak kepadaku. Ternyata monster gurita itu melancarkan serangan ke arahku, aku panik dengan reflek membuat posisi tangan menangkis.

Cetass duas duas

  

Serangannya tidak mengenaiku, ternyata terbentuk penghalang besar menahan serangan tadi. Tidak berlama-lama, aku segera mencoba teleportasi untuk kapal beserta nelayan itu ke pantai, tak kusangka ternyata berhasil.

"Apa yang terjadi!?" Mereka semua terkejut menyadari sudah berada di garis pantai.

"Maaf, aku pindahkan ke pantai,"

"Bagaimana bisa!?"

"Dengan sihir," aku bingung mau bagaimana menjelaskan kepadanya.

"Terima kasih banyak karena menyelamatkan nyawa kami." Pria besar tadi mendekatiku.

"Tidak apa-apa, aku hanya kebetulan lihat kalian diserang saja,"

"Saya Bob!" Sambil mengulurkan tangannya dan kami bersalaman.

"Saya Al." 

"Kau seorang petualang kah?" tanyanya.

"Bukan,"

"Ohh, penyihir yang dikirim kerajaan?"

"Bukan juga,"

"Pokoknya sekarang ikutlah ke rumahku, akan aku masakkan hasil tangkapan kali ini." Sembari menarik tanganku.

"Woy kalian urus kapal! Lalu bawa saja ikannya ke rumahku," paman Bob berteriak kepada anak buahnya.

Apa sudah menjadi tradisi di sini ya, ada orang asing diajak ke rumah.

....

"Apa apaan monster tadi itu?" tanyaku di perjalanan.

"Monster gurita, tidak kami sangka dia berada di sini," ucapnya santai.

"Jadi biasanya tidak ada?"

"Perairan kami selalu aman, bagaimana nasib nelayan di sini apabila monster itu berdiam di sana?"

Saat aku sadari, ternyata kami mengarah ke rumah Lia.

"Ehh anda ayahnya Lia?"

"Ehhh sudah kenal dengan anakku?" Kami berdua sama-sama kaget dan saling pandang beberapa saat.

"Hahaha bisa kebetulan sekali ya," lanjutnya.

Apa yang akan dia lakukan kalau tahu sebelum menyelamatkan dia, aku mengintip anaknya yang sedang mandi. Ya, pertukaran yang impas bagiku, melihat tubuh indah Lia dengan nyawa ayahnya.

"Ayah kenapa di sini? Kenapa bisa bersama Al!?" Lia berada di depan rumah segera mendekati kami, mungkin saja mencariku karena aku tidak ada.

"Banyak yang terjadi, mari masuk dulu!" Paman Bob menarik kami berdua untuk masuk ke dalam rumah.

...

Kami duduk di ruang tamu, lalu dia jelaskan bahwa diserang monster dan aku selamatkan.

"Bagaimana caranya kamu menyelamatkan ayahku?" tanya Lia.

"Saat aku latihan sihir tadi ternyata aku bisa menggunakan sihir teleportasi. Saat aku teleport ke atas bukit, aku melihat ada kapal diserang monster, jadi aku nekat teleport ke sana,"

"Tuan Al bisa menggunakan teleport?" Tiba-tiba nenek muncul dari belakang rumah.

"Ehh nenek, iya aku juga tidak menyangka,"

"Sihir tingkat atas, bahkan yang bisa menggunakannya bisa dihitung dengan jari lho," ucapnya kaget lalu duduk di samping Lia yang berada di depanku.

"Hebat sekali Al!" Lia yang terlihat senang, hal itu membuatnya tambah cantik.

"Kenapa Al bisa ada di sini? Siapa dia sebenarnya?" Bob melihatku dengan serius.

Sekarang gantian aku yang menjelaskannya kepada paman Bob.

"Ohh kalau begitu, aku akan memberitahu yang lainnya dan akan berjaga di mercusuar." Paman Bob berdiri lalu pergi keluar rumah.

"Aku ikut!" Aku segera berdiri mengikuti paman Bob.

"Kamu istirahat saja, setelah berlatih sihir seharian pasti capek kan?" Lia memegangi tanganku.

"Nah, seperti yang Lia katakan, di rumah saja. Oh iya Lia, buatkan masakan yang enak untuk Al." Paman Bob berhenti sebentar di depan pintu lalu lanjut berjalan lagi.

"Baiklah, hati-hati yah." Lia melambaikan tangan.

"Akan aku segera beritahu kalau ada apa-apa," teriak paman Bob.

____

"Sudah malam kok belum pulang ayahmu?"

"Menjaga mercusuar memang biasanya sampai pagi,"

"Ohh,"

"Nenek mau tidur duluan, kalian jangan kemalaman." Nenek berdiri dan menuju kamarnya.

"Baik, selamat malam nek,"

Tiba-tiba Lia memelukku sambil menangis.

"Terima kasih, terima kasih banyak, berkatmu ayahku masih hidup. Entah apa yang akan terjadi kalau kau tidak ada, hanya mereka berdua keluargaku yang tersisa."

"Tidak perlu berterima kasih, kamu juga sudah banyak membantuku." Aku elus rambutnya, semoga dia lebih tenang. Lalu aku teleport ke atas bukit untuk menenangkan Lia.

"Ehh di mana kita?" Lia melepaskan pelukannya sambil melihat ke sekitar.

"Di atas bukit, karena kamu menangis, mungkin bisa menggangu nenek istirahat, jadi tenangkan dirimu di sini!" Sambil menyeka air mata Lia dengan tanganku.

"Terima kasih," 

"Tidak perlu berterima kasih lagi." Aku rebahkan tubuhku di rerumputan.

"Sebagai rasa terima kasihku, akan aku turuti kemauan mu," wajahnya sudah cerah kembali, dia yang masih duduk memandang ke arahku.

"Serius!?" tanyaku semangat.

"He'em." Mengangguk.

"Kalau begitu telanjanglah di sini!" 

"Baiklah." Lia segera membuka bajunya.

"Ehhh bercanda, aku hanya bercanda." Aku segera berdiri dan menghentikan Lia.

"Bohong, terlihat kalau kau ingin melihat tubuh indahku ini kan?" Godanya sambil meraba tubuhnya sendiri.

"Sudah pernah lihat," jawabku pelan.

"Apa?!" Mendekatkan wajahnya kepadaku.

"Tidak tidak apa-apa." Aku memundurkan badanku.

"Katakan!" Sambil menjewer telingaku.

"Baik baik lepaskan dulu!" 

"Lalu?" Lia duduk di sampingku.

"Tadi saat aku berlatih di sini, aku mencoba penglihatan jarak jauh dan mata tembus pandang, saat itu kamu sedang mandi,"

"Jadi kau melihatnya?"

"Maaf." Aku menundukkan kepala.

"Ya baiklah karena telah menolong ayahku aku maafkan." Lia memandangi lautan.

"Beneran!?" Aku mendekat ke arah Lia.

"Iya!" Menghadap ke arahku.

"Berarti boleh lihat lagi?"

"Mesum, malah ngelunjak." Lia memukul jidatku.

"Katanya tadi mau melakukan keinginanku." Sambil memegangi jidatku yang habis dipukul oleh Lia.

"Tidak jadi!" ucapnya ketus dengan bibirnya yang cemberut.

"Hahaha ya sudah kalau begitu ayo kembali, ternyata dingin sekali di sini." Aku berdiri diikuti oleh Lia.

"Aku juga sudah mengantuk." 

Aku teleport kembali menuju ruang tamu.

"Kamu tidurlah di kamarku, aku akan tidur bersama nenek." Lia berjalan menuju kamar neneknya dan aku menuju kamar Lia.

"Baiklah, selamat malam,"

"Malam." Dia berhenti di depan pintu.

Saat aku rebahan sambil memikirkan rencana selanjutnya, Lia mendatangiku.

"Ada apa?"

"Mmm itu, nenek tidurnya memenuhi ranjang. Aku tidak tega membangunkannya." Lia berhenti dengan muka bingung dan mengalihkan pandangannya.

"Kalau begitu tidurlah di sini, aku akan tidur di ruang tamu." Aku segera berdiri.

"Kau tetaplah di sini, tempat tidurnya masih muat bagi kita berdua, lagi pula aku yang menyuruhmu tidur di sini." Lia menghampiriku dan memegangi tanganku.

"Kau yakin tidur bersama laki-laki sepertiku?"

"Ingin merasakan pukulanku!?" Sambil mengepalkan tangannya.

"Tidak, terima kasih." 

Akhirnya kami tidur satu ranjang, walau Lia membelakangiku, tapi aku tetap sulit tidur karena ada gadis secantik dirinya di sisiku.

"Al sudah tidur?" tanyanya.

"Sudah," balasku

"Kenapa bisa bicara?"

"Oh belum,"

...

"Al, tidak akan menyerangku kan?" Lia berbalik badan menghadap ke arahku.

"Berisik!" 

...

"Al." Lia merangkak di atasku.

"Apalagi!?"

"Kalau kau mau, aku izinkan untuk kali ini saja," ucap Lia dengan muka malu-malu.

"Tentu saja mau." Aku pegangi pipinya dan terasa panas sekali.

"Silahkan," ucapnya lirih sambil menutup matanya.

"Mau memindahkanmu ke tengah laut agar dimakan monster." Aku cubit pipinya itu.

"Seramnya," 

"Sudah, tidur saja, katanya mengantuk?"

"Tadi katanya kedinginan, mari aku hangatkan." Lia yang berada di atasku mulai menurunkan badannya, namun aku berteleport di sampingnya hingga membuat dia tersungkur di tempat tidur.

"Kalau begitu, aku akan tidur di luar saja." Aku segera berdiri.

"Jangan! Baiklah, aku akan tidur." Lia kembali berguling ke tempatnya dan aku segera kembali tiduran.

Tidak lama kemudian, Lia sudah tertidur pulas. Karena aku tidak bisa tidur, aku putuskan untuk jalan-jalan keluar. Tidak aku sangka, ternyata di ruang tamu ada Paman Bob yang sedang memandangiku dengan serius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status