Share

Bab 5 : Baron Hugo

Pangeran Richard, Pangeran ketiga kerajaan Teodor yang mana merupakan putra dari sang raja dan selir kedua. Terkenal periang sejak kecil, namun berubah nakal sejak kematian ibunya. Perubahan sikapnya semakin menjadi ketika dia semakin dewasa. Entah kapan gereja menyematkan artefak Red Safir Necklace ke leher sang pangeran. Yang jelas sifatnya berubah drastis sejak kematian selir kedua.

Kejahatan pangeran Richard tidak lebih dari penyiksaan orang yang membuatnya jengkel, serta perusakan properti para bangsawan kecil yang menggosip tentangnya. Tak pernah ada korban nyawa sama sekali, namun karena dia sering menyewa pembunuh bayaran hanya untuk memukuli penduduk tanpa alasan yang jelas, membuatnya terdengar kejam dan dirumorkan terbiasa membunuh setiap kali menjauh dari pengawalan prajurit.

Meski prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya kadang melakukan hal buruk yang diminta oleh pangeran, tapi mereka tak pernah setuju untuk menyiksa penduduk tanpa alasan yang jelas. Karena itulah dia menyewa pembunuh bayaran sebagai tukang pukul. Tentunya semua perbuatan itu atas kendali Uskup Agung yang mengendakikan semua tindakan pemakai artefak suci Red Safir Necklace.

Pria malang yang berbuat jahat karena dikendalikan Sang Uskup itu, baru saja berhasil kuusir entah bagaimana. Nampaknya ada batasan tertentu dari kendali Sang Uskup dalam mengendalikan sang pangeran, atau ini berkat artefak suci yang disembunyikan Baron entah dimana. Jika diliat dari pengaruhnya, kemungkinan artefak itu berada sekitar ratusan meter dari sini.

Karena berdasarkan Novel Saintess Love yang kubaca, artefak berbentuk cincin emas dengan pola kalimat kuno itu dapat memberikan dampak kecil seperti apa yang terlihat dari mata pangeran Richard sebelumnya. Dan kuncinya ialah mengetuk pintu hati sang pangeran yang hanya bisa melihat apa yang dilakukan oleh tubuhnya sendiri.

"Apa kau baik-baik saja, Sir Hugo?" tanyaku sembari menyodorkan tangan kananku. Sembari meraih pelan tanganku, pria muda yang terbilang cukup tampan itu berkata, "Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Milady?"

Aku menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Sang Baron, faktanya ini kan pertama kalinya bagi Lilian pergi keluar karena orangtuanya yang terlalu sibuk mengerjakan tugas seorang Count ditambah kesibukan atas bisnis perdagang rempah mereka. Sementara Lilian yang kini telah kugantikan, memiliki kepribadian yang tertutup dan terlalu suka menghabiskan waktu dirumah. Sikapnya memang manis dan lembut pada orang disekitarnya, namun dalam kepribadian tersebut tersembunyi kepribadian pemalu yang enggan mengenal orang luar.

"Ini pertama kalinya aku keluar mansion, ah mungkin lebih mudah jika aku mengucapkan kediaman Count," jawabku sembari membantu Baron Hugo berdiri.

Setelah mengetahui status bangsawanku yang lebih tinggi darinya, Baron Hugo segera melepas tanganku, kemudian memberi salam hormat sembari berkata, "Maaf atas kelancanganku Milady, aku benar-benar tak tahu kalau Anda adalah Lady Lilian dari kediaman Count Audrey. Terimakasih atas bantuan Anda barusan, namun lebih baik bagi anda jika anda tidak ikut campur tadi." Baron Hugo nampak khawatir karena walau bagaimanapun aku telah mendorong dan menyinggung pangeran demi dirinya.

Meskipun aku adalah seorang putri Count, menyinggung keluarga kerajaan sama saja dengan mencari mati. Atau itulah yang mungkin Baron Hugo pikirkan. Dia terlihat tak percaya bahwa aku benar-benar akan bertunangan dengan pangeran keempat yang terkenal akan kutukan kematian pasangan hidupnya.

 "Jangan khawatir Sir Hugo, meski aku hanyalah seorang putri Count, aku masih tahu batasanku. Cukup dengan menyandang status calon tunangan pangeran keempat saja, sudah bisa menjamin keamananku," jawabku sembari tersenyum tegar. Hugo masih nampak ragu, namun setelah mengingat ucapanku yang berkata kalau ini merupakan pertama kalinya bagiku keluar mansion, wajahnya seketika panik karena takut kehilangan penolongnya.

"Apa Anda tak tahu soal rumor tentang pangeran keempat?"

 Aku hanya tersenyum saat melihat seorang pria tampan menghawatirkan diriku. Meskipun ini hanya dunia novel, rasanya aku ingin memakannya saat itu jaga. Sayangnya aku harus menjaga sikapku, karena aku tak tahu kalau aku akan kembali ke duniaku atau tidak. Jika aku tak bisa kembali, maka akan buruk bagiku jika asal mengambil pria tampan dijalan. Sementara statusku adalah calon tunangan pangeran, jika aku ketahuan bisa-bisa aku dianggap menghina pihak kerajaan, kan?

"Romor apa?" tanyaku seakan akan tak tahu.

 "Sudah kuduga, Lady polos dan tak pernah keluar sepertimu tak mungkin bersemangat seperti ini jika tahu rumornya!" Baron Hugo menepuk wajahnya seraya menampilkan tampang khawatir. Dia bahkan menghela napas sekali hanya karena rasa khawatir tersebut.

"Tolong tolak pertunangan ini, Milady!"

"Kau akan tiada jika melanjutkannya!"

"Tolak saja selagi itu hanya permintaan dan bukanlah dekrit Raja!" Hugo memegang kedua pundakku dengan ekspresi yang begitu serius.

"Sayangnya itu adalah Dekrit dari raja, dan untuk menolak ... Aku memang sudah menolaknya, namun kuyakin mereka akan kembali untuk bertanya lagi, sampai saat itu tiba, bisakah Anda siapkan gaun untukku?" jawabku sembari tersenyum dengan entengnya. Hugo yang mendengar penolakanku terhadap dekrit raja dan melihat sikap tenangku segera panik dan berkata, "Mengabaikan Dekrit raja sama saja dengan penghinaan terhadap raja!"

"Anda tak bisa hidup damai setelah dekrit itu kembali ke tangan raja!"

"Pihak kerajaan mungkin akan kembali, namun bukannya untuk melamar melainkan menangkap seluruh keluarga Lady!"

"Hal ini juga terjadi pada calon tunangan ketiga pangeran keempat, yang keluarga dihancurkan karena hanya menolak mentah mentah undangan pertunganan kerajaan!" Baron Hugo mengomeliku dengan penuh semangat, dia nampak begitu peduli padaku karena menganggapku sebagai penyelamatnya. Sayangnya semua yang dia katakan itu sia-sia, karena mau apapun yang dia katakan, aku tak akan pergi dari sini. Toh penolakanku kan tidak segila penolakan yang dilakukan keluarga Viscount Charly!

 "Tenang saja tuan, aku tak sebodoh mereka kok!"

"Meski aku menolak Dekrit raja, aku tak menolak pertunangannya. Aku hanya memberikan syarat kepada keluarga kerajaan agar menunda pertunangan yang terlalu terburu-buru itu. Dan meminta mereka mengirim pangeran keempat ke kediaman Count Audrey untuk menjemputku," jawabku dengan bangga.

Aku mengucapkan semua itu dengan cukup jelas, hingga membuat para penduduk bergosip tentang bagaimana beraninya tindakanku dan menebak seberapa buruknya hukuman yang akan menimpaku. Sayangnya semua itu tak akan terjadi, karena aku bukanlah Lilian Audrey yang tak tahu apapun, melainkan gadis kantoran yang tahu seluruh isi novel ini!

"Habis sudah .... " Baron Hugo nampak putus asa dan tak bisa melakukan apapun untukku lagi. Baginya aku sudah tak tertolong dan menimpa jalan buntu. Tak peduli kemanapun aku pergi, kerajaan pasti akan mencariku. Kira-kira itulah yang dia pikirkan saat ini. Dia pasti tak mengira kalau Lilan Audrey yang terkenal lembut, memiliki sikap barbar seperti ini.

"Jadi, apakah Anda bisa menyiapkan gaun untukku, Sir?" tanyaku sembari mengalihkan topik pembicaraan.

"Tentu," jawab Baron Hugo menyayangkan.

Setelah mendapat persetujuan Baron Hugo, dan tanpa sengaja membuatnya berhutang budi padaku, aku yakin kalau jalan menuju artefak suci akan segera terbuka untukku. Dengan ini, rencana awalku merebut artefak sang protagonis wanita akan segera sukses!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status